Anonim (12)

Kamis, 13 April 2023 17:40 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Anonim (12). Kenangan. Angan tiba ataupun telah lalu. Puisi, menulis kejujuran cerita perasaan. Transendental jernih jiwa. Cerita perjalanan kasih sayang atau apapun. Salam cinta saudaraku.

Kalau matahari bisa ngobrol bulan bakalan cemburu
Sumpah. Mungkin saja terjadi kapanpun sesuka hati
Seperti menulis cerita di atas mata air, mengalir
cerita sunyi, cerita girang di bawah pohon jengkol.

Bikin ketupat terlipat daun kelapa beras sendiri
Siapa bilang sepi teman patah hati, hu la la ha
masih ada langit bertabur bintang, tak sendiri
sembari makan roti bakar rasa coklat bikin sendiri.

Surat cinta buat pacar di tikungan hati tra li li
jangan monyong kalau sedang sendiri, mending 
di sini merangkai cinta tambatan hati terang sekali
kalau pergi jangan berlari, rok mini sobek sendiri.

Hah, itu cerita waktu dicatat umur kini ke nanti
lahir, dewasa, tua, selanjutnya mati. Apalagi 
'kan tersisa? Tak perlu ada secuilpun lara
Sekalipun asa, putus, mati, bawa saja pergi.

Kalaupun di kota lain kenapa tak datang kenduri
di mimpi juga boleh, sembari lari pagi, kopi sore
beras ketan jadi lemper atau semar mendem, isi
sosis atau keju. Balada lari-lari mengejar mikrolet.

Sekaleng susu instan cukup untuk si buah hati,
ia mengerti bapaknya dikejar tertib kota tiap hari
Pokoknya, lapar tak boleh jadi lepra biskuit kering,
perut tak boleh gempa, cukup oksigen asupan hati.

Satu kilogram limbah botol plastik, jadi nasi uduk
Bunyi roda bus kota, di stasiun kereta sarapan pagi
Jangan menangis anakku sayang, kau, negeri tak
terbilang, pemilik serumpun ilalang layang-layang.

Hura, ham him hum sekotak terkotak-kotak dalam 
kotak nasi kotak, telur dadar teri pedas sambal terasi
surga mewah sehari sepanjang tujuh hari tujuh malam,
meski, rembulan tak terbeli cukupkan saja. Bahagia.

Sekalipun kritik mati suri, tak apa toh masih bisa 
beli susu kedelai, tempe goreng, pepes tahu, keringat
sendiri, tak bisa dikali ataupun dibagi bilangan mati.
Kuitansi, cerita polusi, raib, melayang sendiri.

Siapa peduli. Akh, biarkan saja ho ho ho, koma 
dari taklimat panjang pidato aklamasi matematika,
podium aba-aba. Pura-pura tersenyum saja, meleleh
dalam hitungan kuadrat, meraih lupa melawan hari.

Menepuk air memercik muka sendiri, tong kosong 
nyaring bunyinya. Rasanya rame dicatat buku langit. 
Terrekam frekuensi karma sendiri, catatan hari-hari, 
tetap berlari. Estafet zaman sepanjang usia hati.

Amanah. Rahmat. Ya Rabana. Ya Alkhalik
Syukur, bersujud memanjat doa langit.

***

Jakarta Indonesiana, April 13, 2023.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Taufan S. Chandranegara

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua