Catatan Seorang Guru 2 (Pembekalan)

Kamis, 11 Mei 2023 08:42 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

hanya ada dua pilihan: menjadi apatis atau mengikuti arus. Tetapi aku memilih untuk jadi manusia merdeka. –Soe–

Kurikulum merdeka memiliki 5 aspek utama, yaitu potensi diri, pemberdayaan diri, peningkatan diri, pemahaman diri, dan peran sosial. Kelima aspek ini harus ada dalam suatu program pembelajaran yang akan dirancang. Ada banyak sekali penawaran strategi pembelajaran yang diberikan untuk menunjang 5 aspek utama tersebut.

Pada kurikulum sebelumnya pengajar hanya menyusun strategi pembelajaran sesuai dengan arahan atau instruksi dari pemerintah, dalam hal ini Mendikbud. Namun dalam kurikulum merdeka ini, pengajar diberi kebebasan untuk memilih rencana pembelajarannya sendiri yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Dengan catatan, harus mengandung 5 aspek utama.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam hal di atas, saya hendak memaparkan salah satu cara alternatif yang menurut saya cocok untuk diterapkan oleh para pengajar kepada peserta didik agar mampu beradaptasi dalam dunia di mana perubahan jaman terjadi begitu cepat. Cara alternatif ini terinspirasi dari kultur atau gaya hidup salah satu organisasi paling berpengaruh yang sanggup bertahan selama 450 tahun lebih.

Cara itu terdiri dari 4 prinsip pokok, masing-masing dengan penjelasannya, sebagai berikut:

1. Kesadaran Diri

Setiap peserta didik harus dibangunkan kesadarannya terhadap diri sendiri, sejauh mana mereka mengenal dirinya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membuat mereka bertanya kepada dirinya sendiri. "Siapakah aku?" adalah pertanyaan paling dasar mengenai eksistensial yang dapat dikembangkan lebih lanjut. Mereka harus memahami kekuatan dan kelemahannya, menyadari bakat apa yang mereka miliki dan tidak miliki, hal apa yang mereka suka dan tidak suka, dan bagaimana cara mereka memandang dunia ini. Hingga sampai pada pertanyaan kenapa mereka harus bertahan dalam kehidupannya, misi apa yang harus mereka tempuh di dunia ini. Prinsip ini akan menyadarkan mereka bahwa semenjak mereka dilahirkan, mereka adalah seorang pemimpin atas dirinya sendiri, seumur hidup. Hal ini dapat menumbuhkan kultur atau gaya hidup jiwa merdeka.

2. Ingenuitas

Kemampuan untuk berinovasi dalam upaya adaptasi dengan dunia yang terus-menerus berubah. Setelah mereka sadar akan dirinya dan mengetahui apa saja kemampuan dan keterbatasan yang mereka miliki, maka selanjutnya adalah melatih mereka untuk beradaptasi dengan segala yang mereka miliki. Biasanya saya mengaplikasikan hal ini dengan cara mengajak mereka bermain dengan sebuah permainan sederhana. Saya akan menyuruh mereka membuat apa saja seinovatif mungkin dari segala benda yang mereka miliki masing-masing saat itu. Kemudian saya menyuruh mereka untuk menjelaskan maksud dan makna seputar apa yang telah mereka buat. Permainan ini saya adopsi dari konsep seni visual instalasi.

3. Cinta Kasih

Cinta Kasih adalah keterlibatan. Bagaimana mungkin kita bisa merasakan cinta kasih apa bila kita tidak saling terlibat di dalamnya. Gotong-royong dalam menjaga kebersihan kelas serta seluruh lingkungan sekolah adalah kegiatan klasik yang paling muktahir untuk saling terlibat satu sama lain. Baik itu para pengajar, staf, beserta seluruh peserta didik di sekolah dapat bertemu dalam satu kegiatan. Seperti halnya yang disuarakan oleh salah satu bapak proklamator kemerdekaan Republik Indonesia, Ir. Soekarno, "... Indonesia buat Indonesia-semua buat semua! Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan 'gotong-royong'. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong-royong."

4. Heroisme

Sebuah kebajikan untuk menyemangati atau memotivasi diri sendiri dan orang lain dengan ambisi-ambisi heroik. Tindakan awal dari prinsip heroisme ini adalah berani mengambil risiko untuk memimpin dalam suatu motif tertentu yang bersifat positif. Hal ini dapat melatih mereka dalam berkomitmen dan juga menumbuhkan kegigihan mereka sebagai penggerak dengan cara kerja keras dalam mengembangkan bakat dan kecerdasan bersama. Di sini pengajar haruslah berada pada pihak peserta didik, berperan penuh sebagai bentuk dukungan dari lingkungan.

Prinsip di atas adalah '4 pilar kepemimpinan' yang dirumuskan oleh Chris Lowney, seorang mantan Yesuit, berdasarkan sudut pandangnya mengenai keberhasilan salah satu organisasi paling berpengaruh di dunia, yang berdiri sejak tahun 1540 dan bertahan hingga sekarang, yaitu Yesuit. Semoga bermanfaat.

"Hanya ada dua pilihan: menjadi apatis atau mengikuti arus. Tetapi aku memilih untuk jadi manusia merdeka" —Soe—

Terimakasih.

Referensi: Heroic Leadership oleh Chris Lowney, Gramedia Pustaka Utama (2005)

Bagikan Artikel Ini
img-content
Jerpis M.

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Kepada Engkau

23 jam lalu
img-content

Hujan dan Angin

19 jam lalu

Baca Juga











Artikel Terpopuler