Purnama mulai temaram dalam dekap
Menuju kaki bumi untuk tidur terlelap
Terdengar ayam jantan berkokok dengan lantang
Bangunkan jagung dan padi melawan rintang.
Katak dan ikan silih berganti mandi di atas kolam
Jangkrik-jangkrik masuk belukar habis begadang
Kulihat daun-daun lambaikan harapan terpendam
Ingin masuk sebagai bagian dari sajak yang akan usang.
Gusar hati melihat seekor tupai mengupas harapan
Sedangkan burung beo mengoceh agar diberi makan
Saat semut pekerja bahu-membahu buat jembatan
Agar serpihan roti bisa dibawa ke kerajaan.
Seketika mulailah burung berkicau riang
Matahari merangkak bagai lentera
Dibuatnya padi itu menguning gembira
Lantas dipanen untuk keluarga tersayang.
Pedagang memanggul keranjang di atas sepeda
Berisi harapan untuk dijual di pasar lelang bersama
Untuk makan keluarga sampai pergi tamasya
Hati senang pagi menjelma dewata yang bijaksana.
Anak-anak kian kemari melepas tawa
Gelak tawa hiasi sawarna penuh bahagia
Matahari gembira sebab duka sejenak perlina
Karena pagi adalah waktu untuk berbagi tawa.
Tukang bubur jadi orkestra paling meriah
Lambat-laun ibu menjelajah di pasar beli sayuran
Pindang, sambal goreng, tak lupa kerupuk kalengan
Jadi incaran untuk makan siang keluarga di rumah.
Kuakhiri sejenak sajak pagi ini
Bukan berarti pagi kehilangan makna presisi
Melainkan aku harus bantu ibu memasak
Supaya aku bisa jadi penulis sajak.
Sudah itu saja.
Purwadadi, 2023
Gilang Ramadhan
Ikuti tulisan menarik Gilang Ramadhan lainnya di sini.