x

Presiden Jokowi menyiramkan air kepada putra bungsunya, Kaesang Pangarep menjelang pernikahan, di Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, Jumat, 9 Desember 2022. Di waktu yang sama, calon pengantin wanita, Erina Gudono juga menggelar prosesi siraman di kediamannya di Sleman. Dok: Tim Media Pernikahan Kaesang-Erina

Iklan

Malik Ibnu Zaman

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 16 Oktober 2022

Jumat, 12 Mei 2023 08:29 WIB

4 Hal yang Perlu Diperhatikan saat Menyelenggarakan Hajatan Pernikahan ala Jawa

Menyelenggarakan hajatan pernikahan ala Jawa bukan hanya sekedar menyebarkan undangan, walimahan, tenda, sound system. Tetapi ada 4 hal yang perlu diperhatikan. Meskipun terbilang mudah dilakukan, tetapi justru banyak penyelenggara hajatan malah mengabaikannya, bahkan cenderung meremehkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bulan Syawal menjadi pilihan banyak orang untuk menyelenggarakan hajatan, baik pengantin maupun sunatan. Ada alasan dibalik banyaknya orang menyelenggarakan hajatan di bulan Syawal, sebab di bulan tersebut sanak saudara semuanya berkumpul. Sehingga kebahagiaan hajatan tidak hanya dirasakan oleh sebagian sanak saudara saja, tetapi semua sanak saudara merasakan kebahagiaan itu.

 

Menyelenggarakan hajatan pernikahan ala Jawa bukan hanya sekedar menyebarkan undangan, walimahan, tenda, sound system. Tetapi ada 4 hal yang perlu diperhatikan. Meskipun terbilang mudah dilakukan, tetapi justru banyak penyelenggara hajatan malah mengabaikannya, bahkan cenderung meremehkan. Berikut 4 hal yang perlu diperhatikan saat menyelenggarakan hajatan pernikahan ala Jawa:

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

1# Hitungan Hari

 

Pertama, hitungan hari. Orang-orang Jawa dulu dalam menyelenggarakan hajatan, menghitung hari terlebih dahulu, maksudnya menentukan hari baik. Kalau tidak bisa menghitung sendiri, maka biasanya minta ke tokoh setempat yang paham akan hal tersebut. Hal tersebut sudah menjadi budaya, meskipun sekarang ini bisa dikatakan semakin luntur.

 

Sepemahaman saya dalam penghitungan tersebut menggunakan weton. Jika hajatan pernikahan maka dihitung weton kedua mempelai, weton orang tua. Terkait teknis penghitungannya seperti apa, saya sendiri belum paham. Percaya atau tidak percaya, seringkali hitungan semacam itu tepat.

 

Ada sebuah kejadian nyata, ada sepasang kekasih hendak menikah. Berdasarkan hitungan weton, dalam proses tunangan dan ijab kabul jangan dilaksanakan di weton mempelai perempuan, sebab berdasarkan hitungan tidak baik. Tetapi kedua mempelai tidak percaya, tetap kekeh dengan pendiriannya untuk melaksanakan tunangan dan ijab kabul di weton mempelai perempuan. Satu tahun kemudian mereka berakhir dengan cerai.

 

2# Ziarah ke Keluarga yang Sudah Meninggal

 

Kedua, ziarah ke keluarga yang sudah meninggal. Izin ketika akan menyelenggarakan hajatan pernikahan, bukan hanya pada keluarga yang masih hidup, tetapi juga pada keluarga yang sudah meninggal. Caranya dengan ziarah ke makamnya, mendoakannya. Apalagi kalau orang tua sudah tidak ada, lalu akan menikah, maka sudah seharusnya datang ke makamnya.

 

Hal semacam itu, sudah jarang sekali orang yang melakukannya. Orang meninggal memang tidak membutuhkan berkat (hidangan hajatan) dari kita. Tetapi yang mereka butuhkan adalah doa dari kita.

 

3# Kiriman

 

Ketiga, kiriman. Seserahan pernikahan dalam adat Jawa, selain perabotan rumah tangga seperti, lemari, ranjang, kasur, juga ada kambing. Nantinya setelah hajatan selesai, kambing tersebut akan disembelih dan dimasak untuk kiriman. Kiriman yaitu sowan ke sanak saudara, baik sanak saudara suami maupun sanak saudara istri dengan membawa hidangan makanan dalam rantang.

 

Dalam tradisi sebenarnya menggunakan daging kambing dari serahan, tetapi sering dijumpai biasanya daging kambing tersebut diganti dengan daging ayam. Tujuan kiriman selain silaturahmi juga sarana memperkenalkan diri suami kepada sanak saudara istri, begitu juga sebaliknya. Kiriman tersebut bukan cuma-cuma sebenarnya, biasanya sanak saudara akan menggantinya dengan uang.

 

Seiring dengan perkembangan zaman, kiriman sekarang ini banyak diganti, bukan lagi hidangan matang, tetapi mentah. Seperti gula, beras, teh, dan lain sebagainya. Kemudian jarang juga yang melakukan kiriman. Padahal kiriman itu penting, sebab sebagai sarana perkenalan dan tentu saja silaturahmi.

 

 

4# Mbalik Klasa

 

Keempat, mbalik klasa. Setelah hajatan pernikahan selesai, malam harinya ada yang namanya mbalik klasa yang merupakan bahasa Jawa dari membalikan/melipat tikar. Hal tersebut memiliki arti tikar yang tadinya dihamparkan untuk menerima tamu selama resepsi pernikahan sudah dilipat dan acara sudah selesai.

 

Mbalik Klasa di daerah saya dengan mengundang sanak saudara, kemudian doa bersama, dilanjutkan dengan makan-makan, lalu bercengkrama (ndopok) sampai larut malam. Sekarang ini tradisi mbalik klasa sudah mulai jarang dilakukan. Padahal mbalik klasa bisa digunakan sebagai sarana silaturahmi.

 

Itulah 4 hal yang perlu diperhatikan saat menyelenggarakan hajatan ala Jawa.

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Malik Ibnu Zaman lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler