x

Iklan

Miri pariyas

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 13 November 2021

Jumat, 12 Mei 2023 08:30 WIB

Berakhir pada Titik

Kamu lelaki baik, sungguh. Kita berkenalan cukup lama mengenal satu sama lainnya. Entah, sejak kapan rasa ini tumbuh dan berkembang, sedari dulu aku selalu mem-bordier rasa ini kepada siapapun, tapi rasa cinta dan kasih ternyata jatuh untuk mu. Tapi, apakah aku menyesali, oh sungguh tidak. Tatkala rasa itu tumbuh, aku sudah pesimis dan tak mungkin bersemai. Dan kisah kita memang berakhir titik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Mengapa sesuatu masih butuh penjelasan? Bukankah daun jatuh tak pernah butuh alasan kepada pohon untuk menggugurkan daunnya?”

Sampai sini, ada banyak kejadian yang barangkali tak pernah ku tunggu ke datangannya. Pengalaman yang buruk, membuatku mem-broder  segala hal tentang cinta-mencintai. Rasa sakit masa lalu, sulit untuk dihilangkan. Berusaha untuk mengobati, namun kerap lagi duri mawar kembali menusuk. Sakit bukan? Tentu, pengalaman yang membekas dan membuat ku tak berdaya.

Menyimpulkan dengan begitu cepat bahwa bab soal cinta, tak begitu asik untuk dilakukan. Apa yang diperoleh selain sakit? Apa yang diperoleh selain itu? Beri, aku penjelasan hingga aku tau cara cinta-mencintai. Sedangkan, aku tak pernah melihat cinta sesungguhnya itu. Masa kecilku, tak begitu mengenal soal cinta.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kata seorang pujangga ”Cinta itu yang membawa kita bersemangat untuk melanjutkan hidup.” Sedangkan, aku…tak pernah bisa memaknai sepertinya. Tidak hanya kata pujangga, kawan ku sediri pun berkata, “Seseorang yang senang menyendiri, butuh diperiksa kejiwaannya,” tak jelaslah dia kataku. Tak geram, namun heran, mengapa manusia cepat menyimpulkan? Padahal hal itu, mampu menghilangkan jati diri, di mana memaksa diri untuk menjadi oran lain hanya karena butuh pengakuan. Tak usah memaksa seseorang seperti kamu, kita, dan kalian. Itu tak baik, sungguh.

Namun, lambat laun, semua berubah aku merasakan hal itu. Merasakan cinta kepada orang tuaku, saudaraku dan aku mulai mengagumi seseorang. Hal tersebut dikarenakan aku sudah memahami betul bab soal mencintai diri sendiri. Akan tetapi, yang membuatku binggung adalah aku mulai merasakan kagum yang berakhir mencintai seseorang.

Mungkin, aku berpikir mungkin hal tersebut, ahlusinasi sesaat saja. Otak ini mulai berpikir begitu keras. Aku mengenalnya sudah sejak SMP, dia kakak kelas dua tahun lebih tua dibanding aku. Kami memang dekat tapi sejak dulu aku tak pernah punya perasaan dengannya. Namun, hal itu berubah ketika beranjak dewasa. Pada mulanya, soal perasaan aku anggap itu hanya ilusi. Dan dia datang sebab orang merasa sendiri tanpa menyanyangi dirinya sendiri. Ternyata, dugaanku salah, atau bisa jadi aku memang benar. Ah sial, kenapa cinta buat orang binggung?

Aku senang dengan sifatnya, itu yang membuatku mengangguminya. Tingkahnya amat beradab, berbicara amat lembut, bahkan memuliakan perempuan adalah keunggulannya. Kami punya kesukaan yang sama mulai dari bacaan ataupun aktivitas. Kami jarang bertemu hanya berkomunikasi lewat gadge,  bahkan jika berkomunikasi bisa berjam-jam yang kami bicarakan seputar pengetahuan mulai dari politik, pendidikan, hingga kesukaan kita.

Ku kira itu hanyalah hal yang biasa, selayaknya kawan-kawan aku yang lain. Beda dengannya dia membuatnya nyaman dan aman, kebanyakan orang berkata jika kita berkomunikasi dan dekat dengan orang dan kita merasa nyaman dan aman berarti dia jodoh kita. Akan tetapi, hal tersebut tak berlaku padaku. Mengapa?

Hampir beberapa bulan kami tidak berkomunikasi, tak tahu apa sebabnya, mungkin kami sibuk dengan kegiatan kami masin-masing, ternyata aku melihat status whatsapp beberapa orang yang sama-sama menjadi teman kita dan beranda Facebook, ternyata terdapat siaran mengenai pernikahannya. Aku kaget bukan main, dia tidak sekalipun menceritakan hal tersebut kepada ku. Tapi, siapa aku? Aku sadar aku bukan saudara ataupun pacar? Kami hanya teman yang terlanjur meletakkan hati. Mungkin saja bertepuk sebelah tangan? Atau mungkin akunya saja yang terlalu berharap.

Ah, sial aku melihatnya  sumringah dengan istri membuat tak sadar meneteskan air mata. Kataku mimpi ternyata itu adalah kenyataan. Sadarlah, dia bukanlah orang telah disiapkan untuk menjadi teman hidupmu. Kalau aku tahu akan berakhir titik, mungkin aku tak akan pernah meletakkan perasaanku padanya. Tapi, kehadirannya membuatku penuh energi, membuatku ingin melakukan banyak hal yang positif.

Semua akan baik-baik saja, bukan? Dan semua akan baik-baik saja dengan bergulirnya waktu. Kamu bilang aku harus menebarkan kebaikan dan kamu bilang aku akan mendunia. Dan izinkan aku untuk menjadi orang seperti harapanmu itu. Mulai sekarang aku tak ingin melupakan kenangan itu, namun aku abadikan dalam cerita kehidupan itu. Kau bagian dari saksi sejarah dalam mengarungi kekalutan yang terjadi. Harapanku satu kau menjadi lelaki yang gagah secara agama, gagah secara intelektual, dan menjadi panutan bagi keluargamu kelak.

Sebab, kita memang tak takdirkan bersemai, dan aku tak ingin pula memaksa untuk bersama. Bisa saja tatkala bersama lebih banyak kebururukan dibanding kebaikan. Biarkanlah kita seperti kereta api yang tak pernah bertemu, namun punya tujuan yang sama. Bukankah kita punya mimpi yang sama? Itu yang membuatku jatuh hati. 

Kamu lelaki baik, sungguh. Kita berkenalan cukup lama mengenal satu sama lainnya. Entah, sejak kapan rasa ini tumbuh dan berkembang, sedari dulu aku selalu mem-bordier rasa ini kepada siapapun, tapi rasa cinta dan kasih ternyata jatuh untuk mu. Tapi, apakah aku menyesali, oh sungguh tidak. Tatkala rasa itu tumbuh, aku sudah pesimis dan tak mungkin bersemai. Dan kisah kita memang berakhir titik.

Ikuti tulisan menarik Miri pariyas lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler