x

Ilustrasi aktivitas pertambangan

Iklan

Adjie Valeria

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 21 Mei 2023

Selasa, 23 Mei 2023 18:11 WIB

Gagal Paham dengan Komitmen Transisi Energi Versi Pemerintah

Artikel ini ingin menunjukkan sederetan alasan mengapa kita sebagai warga negara Indonesia mengalami gagal paham dengan komitmen transisi energi versi Pemerintah. Padahal, dari pengalaman penelitian yang dilakukan penulis sesungguhnya ada warga yang berinisiatif mendukung transisi energi dengan konteks persoalannya dan jauh sebelum Pemerintah berkomitmen. Anda akan menemukan bagaimana peran perempuan memiliki andil dalam transisi energi. Inilah artikel yang berusaha tidak mengikuti nalar sesat transisi energi versi Pemerintah serta usul tindak lanjut Pemerintah atas inisiatif warganya yang cerdas mengatasi krisis hingga kebutuhan masing-masing.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sejak hadirnya kampanye yang berpihak pada kondisi kehidupan di bumi hingga ancaman krisis iklim dari para pegiat lingkungan, pemerintah pusat di Indonesia mulai sadar bahwa segala bentuk krisis perlu diantisipasi. Dalam tulisan website resmi yang di kelola Pemerintah Pusat1 misalnya, komitmen transisi energi mulai digaungkan dalam pertemuan G20 pada tahun 2022 untuk mencari dukungan dari berbagai pihak. Baik hubungan bilateral negara hingga masyarakat secara luas. Hal ini membuat saya sebagai mahasiswa yang sedang skripsi mencari lokasi penelitian sebagai ‘role model’ yang relevan dengan transisi energi yang telah dilakukan oleh masyarakat, bahkan jauh sebelum pemerintah berkomitmen. Mengingat batas waktu penelitian, maka saya mendapat contoh gambaran energi terbarukan yaitu biogas yang terdekat dan cukup terjangkau dari kampus.

Hal terpenting dalam penelitian adalah penggalian informasi sehingga saya berangkat ke lokasi penelitian yaitu di sebuah pasar buah yang memiliki instalasi biogas dengan bahan baku buah. Bahan baku buah di pasar tersebut berasal dari buah yang tidak laku dijual dan mulai membusuk. Dalam proses penelitian, saya melakukan wawancara pada pengelola pasar, operator biogas hingga para pedagang di kios pasar tersebut. Proses wawancara fokus untuk menggali informasi mengenai manfaat instalasi biogas yang ada di pasar.

Alhasil saya menemukan validasi dari semua pihak bahwa hadirnya instalasi biogas yang ada di pasar cukup bermanfaat. Selain menjadi pengganti sumber energi listrik ketika aliran listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) padam, limbah pasar pun tertangani. Akan tetapi dalam pengelolaan instalasi biogas sendiri memiliki beberapa kendala, salah satunya adalah regulasi Pemerintah terkait kelistrikan dan penerapannya yang sesungguhnya menghambat perkembangan upaya warganya untuk berinisiatif mengembangkan instalasi biogas yang sudah diadakan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sedangkan, dalam kehidupan saat ini kita masih membutuhkan listrik meskipun mulai sadar bahwa listrik yang disediakan Pemerintah Negara masih berasal dari fosil berupa batu bara dimana proses pengerukannya terpaksa merusak tempat lainnya seperti area Hutan Kalimantan dan Sumatera yang kian menipis luasnya.

Regulasi Kelistrikkan Negara yang Kurang Berpihak Pada Kebutuhan Warga

Penelitian saya terkait pengelolaan instalasi pembangkit listrik dari biogas memacu untuk mencari literatur perihal regulasi kelistrikan di negara ini. Dalam pencarian literatur regulasi kelistrikkan, benar adanya bahwa PLN adalah perusahaan tunggal yang menyuplai kebutuhan listrik dalam negara ini. Namun, pada tahun 2016 ada sajian berita tentang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang listrik tidak boleh dikelola swasta2 ketika menguji Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikkan (UU Ketenagalistrikan). Putusan itu sebagai persetujuan atas Judicial Review yang diajukan oleh Ketua Serikat Pekerja PLN pada 26 Agustus 2015. Melalui temuan berita seperti inilah saya coba konfirmasi kembali ke tempat penelitian skripsi saya di pasar buah. Apakah ada pengaruh antara putusan MK mengenai kelistrikkan dengan perkembangan instalasi biogas yang dimiliki pasar buah tersebut. Namun pihak pengelola pasar pun menjawab dengan sangat diplomatis yakni:

“Semua kita kembalikan ke Kebijakan Pemerintah dan Kementrian ESDM, kami hanya ingin mematuhi peraturan saja. Di sini meskipun ada Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) sejak 2011 dan diizinkan Pemda setempat karena hasil daya listrik yang berasal dari biogas masih terbilang kecil”.

Meskipun terbilang kecil hasil daya listriknya, bukankah ini tanda upaya dari warga dengan kesadaran yang baik tentang pentingnya mandiri energi sehingga mulai mengadakan instalasi energi terbarukan berbahan baku biogas? Sedangkan kehidupan manusia modern semakin bergantung pada listrik. Inilah mengapa kita harus mencari akar permasalahan bahkan sampai di titik regulasi di dalam negara ini. Mungkin, pemerintah terlihat memiliki itikad baik bahwa hanya PLN yang boleh menyuplai listrik untuk kepentingan umum. Akan tetapi, dalam film dokumenter dengan judul Kesetrum Listrik Negara3 yang dirilis dalam platform digital Youtube oleh Watchdoc menyadarkan kita bahwa PLN sungguh terjebak dalam skema proses produksi listrik dan distribusinya. Dimana dalam memperoleh bahan baku listrik yang disediakan negara masih menggunakan batu bara yang dibeli dari perusahaan swasta.

Seandainya perusahaan penyedia bahan baku untuk listrik milik negara sekalipun, namun masih menggunakan bahan baku yang tidak dapat diperbaharui seperti batu bara. Negara dan warganya akan terjebak dalam bayang-bayang ancaman krisis iklim dan terkabulnya kepunahan massal. Akan tetapi itu semua tidak terjadi seandainya sejak disusunnya regulasi negara lebih berpihak pada kebutuhan warganya. Membayangkan seandainya pemerintah mendukung penuh inisiatif warga yang mengadakan pembangkit listrik mandiri seperti contoh tempat penelitian saya di pasar buah pada uraian awal tulisan ini, maka perkembangan pembangkit listrik yang menggunakan bahan baku lebih ramah lingkungan dapat berkembang sesuai kebutuhan warganya.

Pengadaan Aliran Listrik yang Masih Timpang di Indonesia

Dalam salah satu akun youtube dengan nama The Story of Stuff Project4, akan membuat kita sebagai penyimak konten di akun ini mulai sadar, bahwa setiap barang pabrikan yang kita gunakan sebagian besar masih berasal dari hasil eksploitasi suatu lingkungan hingga pekerja di dalam area produksi barang. Barang jadi yang kita pakai hari ini melalui proses produksi industri yang sedemikian panjang. Mungkin setelahnya kita bertanya, apakah listrik sebagai energi sekunder yang kita gunakan saat ini adalah hasil merusak suatu hutan bahkan pedesaan yang ada di tempat lain? Jawabannya bisa jadi iya, ketika Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau Diesel (PLTU/PLTD) masih beroperasi bahkan bertambah dan mengaliri listrik sampai ke tempat anda sekalian. Atau bisa jadi tidak, ketika suatu tempat tanpa PLTU dan tidak teralirkan listrik dari negara namun tersedia solar panel misalnya.

Adapun yang paling ironis, di tempat saya berasal di Kalimantan Timur sebagai lokasi penghasil batu bara yang masih digunakan untuk bahan baku listrik sebagaian besar hari ini, justru tidak semua desa mendapat akses aliran listrik. Jangankan desa, di kota saja listrik bisa padam. Berbeda dengan Yogyakarta sebagai tempat saya studi selama satu dekade belakangan ini. Selama di Yogyakarta, tempat ini begitu jarang mengalami listrik padam. Tidak sedikit perdebatan warga antar daerah yang menganggap warga yang tinggal di Pulau Jawa begitu berlebihan ketika listrik padam. Misal mereka mengekspresikannya di sosial media seperti Instagram dan Twitter, seolah esok sudah hari kiamat jika listrik padam meskipun hanya beberapa menit. Dari realitas inilah bisa kita simpulkan timpangnya akses aliran listrik yang begitu signifikan. Ketimpangan akses aliran listrik inilah disadari oleh salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Yogyakarta yang bergerak di lingkungan hidup pun merilis film Jogja Rakus Energi5 sebagai bentuk kesadaran akan realitas timpangnya akses aliran listrik hari ini.

Kesadaran akan timpangnya akses aliran listrik di negara ini tidak hanya dipaparkan warga yang terlibat aktif di LSM melainkan para musisi yang ada di Indonesia. Salah satu lagu yang menggambarkan upaya mendukung ide-ide alternatif akan kebutuhan listrik warga pun dinyanyikan oleh Sisir Tanah dalam lagunya yang berjudul Lagu Alternatif6. Adapun penggalan lirik lagu yang terlihat sederhana namun berhasil menggambarkan pertanyaan hingga keresahan akan realitas sosial dan isu energi, yakni:

Mengapa nyala lampu kita, meninggalkan lubang-lubang tambang?

Mengapa terang rumah kita, mendatangkan duka dan derita?

Nyalakan lampu dari putaran angin

Terangi rumah dari aliran air

Sinari kota dengan panas matahari

Pemerintah Harus Berhenti Membuat Kita Gagal Paham Atas Komitmen Transisi Energi

Dari paparan kisah tentang regulasi kelistrikan yang belum berpihak pada kebutuhan warga, timpangnya akses aliran listrik, beragam upaya pengadaan pembangkit listrik yang bahan bakunya dapat diperbaharui hingga upaya kampanye yang lebih berpihak pada kebutuhan warga maka bisa disimpulkan bahwa warga gagal paham atas komitmen pemerintah tentang transisi energi. Apakah transisi yang dimaksud berupaya untuk mentransformasi sumber bahan baku listrik yang disediakan selama ini berasal dari energi fosil menjadi energi lebih terbarukan? Atau hanya memindahkan lokasi pengerukan proses produksi energi fosil ke tempat lainnya? Pemerintah di Negara ini perlu menjawab dengan rencana penerapannya. Jangan sampai hanya berpindah lokasi eksploitasi saja hingga terlanjur hadirnya tambang batu bara ilegal yang ada di belakang rumah warga di Kalimantan Timur. Sebab jika begitu, warga semakin gagal paham dan patah semangat dalam berinisiatif mendukung komitmen Pemerintah atas kebijakan dan penerapannya yang tidak sejalan.

Sesungguhnya di Indonesia ini tidak krisis warganya yang cerdas dan mampu mengelola kemandirian energi. Termasuk para peneliti yang fokus pada isu energi terbarukan yang jauh lebih bersih dari jejak kotor ekspolitasi. Selain itu, beberapa lembaga riset yang mengkaji kebijakan dan penerapan energi listrik telah tersedia. Mereka terus berjuang menagih komitmen pemerintah dengan data yang ditemukan. Kebijakan Pemerintah sangat mempengaruhi langkah para peneliti, ahli dan teknisi yang telah bereksperimen menemukan cara menangani krisis energi akibat eksploitasi alam. Seperti tempat penelitian skripsi saya, instalasi biogas yang hadir di pasar adalah inisiatif seorang perempuan paruh baya yang berprofesi sebagai pedagang dan resah akan limbah pasar. Dengan bekal pengetahuan kuliah di jurusan perkebunan dan jejaring silahturahmi selama kuliah, hal ini memacu beliau untuk menginisiasi instalasi biogas hingga telah diadakan di pasar yang jelas bahan bakunya tidak perlu membeli lagi seperti yang dilakukan PLN.

Peran perempuan dalam penggalian ide tentang energi listrik alternatif dan dapat diperbaharui selain yang berasal dari batu bara menjadi penting untuk diperhatikan. Ide yang ada jika memungkinkan untuk diterapkan, akan menjadi landasan bagi warga untuk tidak mengabaikan perempuan dalam memaparkan gagasannya. Hal yang tidak boleh diabaikan adalah ide yang sesuai dengan konteks persoalan sebab warga negara ini sesungguhnya punya inisiatif ketika material yang dibutuhkan ada di sekitar mereka. Dalam konteks pasar buah di urban misalnya, tentu sulit menggunakan bahan baku tenaga angin dalam menerapkan ide untuk pengadaan pembangkit listrik mandiri. Oleh karenanya, dari sini kita bisa belajar bahwa kedaulatan energi di setiap daerah di Indonesia bahkan di dunia ini adalah jawaban dari persoalan transisi energi dan kebutuhan kita sebagai warga yang menggunakan energi listrik dalam kehidupannya sehari-hari.

Beberapa kajian dan eksperimen pembangkit listrik yang memungkinkan di negara tropis ini, misalnya solar panel karena setiap atap rumah kita masing-masing pasti disinari oleh panas matahari pada siang hari. Namun, mari kita kembalikan ke pemerintah di negara ini, apakah bersedia mendukung penuh ekskalasi transisi energi yang tidak lagi membuat kita gagal paham? Sebab jangan sampai inisiatif warga negara yang berupaya menghadirkan pembangkit listrik mandiri terjebak dikriminalisasi karena regulasi yang kurang berpihak pada kebutuhan warganya. Jika pemerintah mengedepankan itikad baik, hasil eksperimen warga yang membuat pembangkit listrik energi alternatif dan dapat diperbaharui tidak berhenti pada tahap pemberian penghargaan (Awards) saja, melainkan difasilitasi perkembangannya sebagai tanda keberpihakan akan kebutuhan warga. Jika Pemerintah masih memfasilitasi elit politikus yang merangkap pemilik saham perusahaan batu bara seperti yang telah terjadi, dan sesungguhnya fenomena itu perlu dihentikan itu sesegera mungkin.

 

Refrensi artikel

1https://indonesia.go.id/kategori/editorial/4092/peluncuran-transisi-energi-g20-presiden-aksi-transisi-energi-harus-berkeadilan

2 https://finance.detik.com/energi/d-3371891/putusan-mk-listrik-untuk-kepentingan-umum-tak-boleh-digarap-swasta

3https://www.youtube.com/watch?v=oVXw-ycJvAA

4 https://www.youtube.com/@StoryofStuff/featured  

5https://www.youtube.com/watch?v=oUfCu8_55es

6https://www.youtube.com/watch?v=jt6ok7dMSAA&list=PL2QloUinBEBJB0VzuTHghIgGXIq36y_4A&index=12

Ikuti tulisan menarik Adjie Valeria lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

6 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB