Kalanaya; Monolog Cinta (1)

Minggu, 11 Juni 2023 14:27 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kalanaya; Monolog Cinta, sebuah kumpulan puisi tentang petunjuk jalan pulang menuju Allah, dari lisan perempuan yang meratapi cintanya.

Jalan Zikir

1/

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kalanaya,

begitulah namaku

anugerah dari kakekku

bapak enggak bisa membaca, tidak bisa menulis

sekolah saja tak

mana tahu dia soal memberi nama yang baik

 

Saya lahir bersamaan dengan gerhana matahari

tingkat kepanasan tidak kurang dari 5,700 derajat celsius

bergelembung tak henti-henti

umpama didihan air dalam panci di atas tungku

saya melihat videonya di YouTube

bola api itu ditelan buta kala

tak berdaya

pudar

dan sirna cahayanya

 

Seperti dalam dadaku

segumpal daging pipih berwarna kecoklatan

namanya hati

hati itu pernah bercahaya

menyinari langkahku

kini membisu

tiba-tiba begitu gelap

seakan tak bisa menerima petunjuk

menjadi sangat kerasnya

tak mau lagi mendengar nasihat

tak mau menerima kata-kata baik

 

Usiaku 21 tahun

dibesarkan dalam ayunan tautan teknologi informasi

perempuan yang merasa sepi

dalam keramaian duniawi

terus melangkah

mengikuti tapak berkelok di sudut cakrawala

mencari jalan terang untuk hati bimbangku

 

"Ya Allah, ya, Rabb, taklukkan hati untukku

saya bisa berpaling dari-Mu

ketika hati meronta tiada henti

binal tak terperi

tanganku pucat berhias getar

keringat membasahi dahi

mengalir

melewati belahan dadaku

menghangatkan di sisi kanan dan kiri

 

Melintas wajah guruku

Ustaz Syaichu

senyumnya masih tetap manis seperti dulu

ia pernah mengatakan perasaannya

tentang cinta yang bergolak

saya tak bisa menerima

dalam hatiku sudah terhuni laki-laki lain

pejantan yang tak pernah bisa kugenggam

meski telapak tangan mengembang

 

Ustaz Syaichu melangkah mendekatiku

tubuhnya memecah

menjadi butir pasir bercahaya

dari pusaran pasir itu

saya mendengar suara baritonnya:

Berzikirlah, berzikirlah

zikir bisa menerangi hati yang kelam

melembutkan hati yang membatu

 

Saya bersimpuh

di atas tanah gembur

sisa hujan semalaman

kuletakkan dahi dalam basah

ada rasa hina membelit tubuh

ketakutan menggelombang

tak berani memandang ke atas

saya tahu, Allah sedang menatapku dengan kasih-Nya.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Mukhotib MD

Pekerja sosial, jurnalis, fasilitator pendidikan kritis

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

img-content
img-content
img-content
Lihat semua