Dalam senjakala yang menggila,
Terjerat oleh sang kungkungan waktu,
Kumandang suara melolong, membelah lara,
Menyeruak dari pusar kehidupan yang pilu.
Nafasku berhenti sejenak,
Terhempas terhimpit duka dan beban,
Namun api semangat tak kunjung redup,
Menggelegar, berdentang di tengah sunyi malam.
Seribu sinar menyinari jalan gelap,
Harapan tersembunyi dalam gerimis malam,
Aku membangkitkan langkah, tiada peduli lelah,
Memburu kebebasan di alam yang abadi.
Jerit tangis tergugah, menyala di mataku,
Menguak dinding-dinding kezaliman,
Luka-luka waktu mengguratkan harap,
Menjadi penegas perjalanan yang terbentang.
Aku tumbuh menjadi api yang berkobar,
Dalam setiap tangis dan derap langkah,
Merobek tirani yang membelenggu,
Membawa pembebasan pada nafas terakhir.
Darah mengalir, memenuhi tangis ini,
Menjadi darah pembebas, berirama dalam puisi,
Di setiap bait, merajut keberanian dan harapan,
Menggelora dalam perjuangan tak kenal lelah.
Kulayangkan pena dengan semangat terbakar,
Mengguratkan puisi tentang pembebasan yang hakiki,
Menjadi suara bagi jiwa-jiwa yang teraniaya,
Menggugah hati nurani, menolak kegelapan.
Biarlah puisi ini menjadi tombak perlawanan,
Menyulut bara semangat dalam dada yang lemah,
Kita bersama, melangkah membebaskan diri,
Menyongsong kehidupan baru yang penuh keadilan.
O, pembebasan! Kau terkandung dalam kata-kata,
Tersebarkan dalam getaran penyesalan dan harapan,
Aku berdiri di barikade perjuangan ini,
Mengikatkan diri pada hasrat untuk bebas.
2023
Ikuti tulisan menarik Alfin Robeth lainnya di sini.