Kaisar Jepang Naruhito berkunjung ke Bekasi hari Selasa, 20 Juni 2023. Agendanya, akan ke universitas di Jakarta Timur dan SMK di kawasan industri Bekasi, setelah dari Taman Makam Pahlawan di Kalibata, Jakarta Selatan.
Menurut saya, idealnya Kaisar Naruhito juga perlu melakukan tabur bunga di Monumen Kali Bekasi alias Monumen Perdamaian Jepang-Indoesia di tepi Kali Bekasi. Mengapa? Karena pada 19 Oktober 1945 terjadi peristiwa pembunuhan 90 tentara Jepang oleh pejuang Bekasi antara Stasiun Bekasi sampai Kali Bekasi.
Atas tragedi kemanusiaan akibat perang dan penjajahan, itu anak-cucu para korban melakukan tabur bunga setiap tahun pada awal 2000-an. Kedutaan Besar Jepang bersama Pemerintah Kota Bekasi dan PT Kereta Api membangun monumen di sana.
***
Ahli sejarah hubungan Indonesia-Jepang Waseda University Dr. Ken'ichi Goto sedang berada di Indonesia pada September 1991.
Sekretaris saya di Yayasan Historia Vitae Magistra (Yavitra) Dwi Mulyatari berinisiatif agar majalah yang kami kelola, Histori, mewawancarai Goto.
Saya tertarik, maka berlangsunglah wawancara di Jurusan Sejarah FSUI. Wawancara mengenai sejarah hubungan Jepang-Indonesia era 1942 dan kontemporer. Goto menawarkan kami makan siang di restoran Jepang Wisma Nusantara Jakarta keesokan harinya.
***
Saat pertemuan kedua, saya berinisiatif berbicara tentang amat banyaknya goa pertahanan Jepang (jinchi) di Indonesia. Semoga saja penelitiannya bisa dikerjasamakan.
Saat saya menyinggung kasus pembunuhan 90 tentara Jepang di Bekasi, Goto yang sudah tahu insiden itu kontan memfokuskan pembicaraan soal ini.
"Mengapa 90 tentara kami (Jepang) dibunuh rakyat Bekasi dengan kejam? Bukankah sudah menyerah dan menjadi interniran Sekutu?," kata Goto dengan nada kecewa.
Sebagai sejarawan Bekasi saya mencoba menjelaskan. Berdasarkan hasil wawancara saya dengan beberapa pejuang Bekasi, terutama pelaku pembunuhan, Wakil Komandan BKR Bekasi Letnan II Zakaria Burhabudin, peristiwa terjadi sebagai dampak beberapa persoalan yang terakumulasi.
Pertama, rakyat Bekasi menderita sejak masa Hindia Belanda oleh bangsa Belanda, pejabat pribumi, dan tuan tanah.
Kedua, pemerintah pendudukan Jepang yang memerdekakan bangsa Indonesia dari Belanda, malah membikin tambah menderita rakyat Bekasi. Kelaparan merajel, ibaratnya kepala ikan peda lebih bernilai ketimbang kepala manusia.
Ketiga, tokoh dan rakyat Bekasi tidak percaya Jepang sudah menyerah kepada tentara Sekutu, karena rakyat masih melihat tentara Jepang masih berkeliaran di mana-mana.
Keempat, bangsa Indonesia sudah merdeka pada 17 Agustus 1945, sehingga mereka tidak mau dijajah lagi oleh bangsa mana pun. Di mana-mana rakyat meneriakkan pekik "merdeka, bersiap, Allahu akbar."
Profesor Goto mengangguk-angguk, paham. "Saya baru mendapat jawaban yang rinci dan rasional."
***
Saat tulisan saya ini tayang di medsos, sepertinya Kaisar Naruhito masih di Bekasi. Nyok tabur bunga di Kali Bekasi, mengheningkan cipta. Namun, nyatanya tak ada agenda tabur bunga di Kali Bekasi.
Ikuti tulisan menarik Ali Anwar lainnya di sini.