Pergeseran Makna Kepahlawanan dan Steroid bagi Aktor Politik Menjelang Pemilu

Kamis, 22 Juni 2023 12:28 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pepatah mengatakan bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal pahlawannya, Namun apakah benar kita sebagai bangsa besar mengenal pahlawan kita, mereka yang mempertaruhkan jiwa dan raga dalam, merintis, mendobrak, menegak dan meneruskan perjuangan atas nama kemerdekaan?

Para generasi muda mungkin lebih hafal tokoh Marvel ketimbang para pahlawannya. Namun kita-kita generasi tua; kurikulum pendidikan kita penuh dengan mengenal dan menghafal nama-nama pahlawan. Bahkan di waktu senjang, di masa kanak-kanak kita sering bermain tebak-tebakan nama kota, nama negara, nama mata-uang dan nama-nama pahlawan.

Dengan bermodalkan satu buku andalan  RPUL (Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap) sebagai panduan, guru-guru tamatan SPG (sekolah Pendidikan Guru/setaraf SMA) saat itu berharap kita semua dapat menggantungkan cita-cita setinggi langit.

Apa sebenarnya makna pahlawan dan mengapa mengenalnya menjadi suatu syarat untuk menjadi bangsa yang besar? Secara etimologi, kata pahlawan berasal dari bahasa Jawa kuno, yaitu "pah" yang berarti "berani" dan "lawan" yang berarti "melawan". Dalam konteks ini, pahlawan dapat diartikan sebagai seseorang yang berani melawan atau menghadapi tantangan, bahaya, atau kesulitan dengan keberanian dan tekad yang kuat.

Dengan akar bahasa Jawa, kita memaknai pahlawan adalah kelompok orang-orang yang berani melawan. Dan pondasi berdirinya negara kesatuan Indonesia adalah rentetan perlawanan terhadap bangsa penjajah sejak Diponogoro, Imam Bonjol, Tjut Nyak Dien, Antasari, Pattimura, Hasanudin dan seterusnya. Mereka tidak membela Indonesia, tapi mereka membela daerahnya dengan satu pesan terhadap penjajah: Bahwa mereka menolak penjajahan, penindasan dan ketidak-adilan. Inilah cikal-bakal persatuan dan kemerdekaan Indonesia, kesamaan cita-cita dan nasib. Jika kita tidak memahami sejarah dan pahlawan kita keindonesian kita hanyalah sebuah ke-semu-an tentang posisi geografis, geologis, dan garis-garis batas Negara.

Bangsa-bangsa tanah air yang kini menjadi Indonesia adalah jelmaan dari wilayah Nusantara yang sejak berkumandangnya Sumpah Palapa, telah melahirkan banyak kepahlawanan, dari masa colonial, kebangkitan nasional, perjuangan bersenjata tentara PETA, perjuangan diplomasi dan perjuangan revolusi dan perjuangan mahasiswa reformasi. Sebagian nama-nama pejuang kita kenal Di berbagai nama jalan, sebagian tidak pernah tertulis, terekam ataupun muncul di buku sejarah, arsip Negara, artikel Koran, maupun secarik kertas.

Kebebasan media dalam mem-bablasi distorsi (memutar-balikkan) kepahlawanan, membuat narasi kepahlawanan memiliki versi nya masing-masing, dan jasa kepahlawanan bisa di upgrade dan downgrade sesuai kebutuhan artikel maupun kepentingan kelompok.

Di jaman kebebasan media ini, setiap berita adalah kisah kepahlawanan, narasi tentang kehebatan fungsionaris partai, kehebatan mentri pilihan, kehebatan ketua umum, atau kehebatan ketua fraksi, mendadak seisi negri kita ini penuh dengan ksatria yang sakti mandra guna, siap diangkat dan di-pentaskan di-layar kaca. Lalu di balik upaya-upaya menemukan jiwa kepahlawanan diantara kita, apa sesungguh nya kepahlawanan bagi Indonesia, bagaimanakah kita mengukur kadar kepahlawanan seseorang, sumbangsih apa yg seseorang musti lakukan untuk kita akui kepahlawanan nya secara universal, lintas daerah, lintas partai, lintas bidang ilmu.

Kembali pada diskusi etimologi pahlawan tidak hanya seorang yang memiliki keberanian lebih, atau tidak takut tampil, namun juga di jadikan panutan bagi kaumnya. setelah bertubi-tubi tulisan berita surat kabar pagi hari, tentang kepahlawanan para jago partai, di malam hari media mencekoki kita dengan acara debat terbuka tentang pendapat partai, klarifikasi partai, ataupun ajang sailing mencemo’oh. Di acara debat terbuka biasanya dimainkan berbagai lakon-lakon partai yang memiliki keahlian bersilat lidah dangan ribuan jurus retorika picisan. Hingga para kuping pemirsa tersihir, terhipnotis dan menjadikan hasil debat mereka menjadi pundi-pundi rampasan perang, dan pemenang debat harus di jadikan panutan agenda-agenda partai di masa yang akan datang.

Distorsi-distorsi kisah kepahlawanan kebangsaan, kisah kepahlawanan partai, dan kisah-kisah berbagai kepahlawanan para fungsionaris organisasi, menjadi potret politik kebangsaan hari ini, terutama menjelang pemilu. Para fans politik, di paksa memilih ksatria nya masing-masing dan media di paksa mengukir kisah-kisah kepahlawanan sesuai pesanan. Jika kita sebagai bangsa membiarkan hal ini terus terjadi kita akan menjadi bangsa yg tersesat dalam pengertian soal kepahlawanan.

Mungkin sudah saatnya bagi lembaga-lembaga yang focus dalam penelitian ikut menjadi penengah dalam distorsi ini, dan memberikan barometer kepahlawanan juga memonitor perkembangan media yang rajin memberi distorsi.


Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagikan Artikel Ini
img-content
Bacho 98'Net

ex-student movement activist 98'

0 Pengikut

img-content

Generasi Muda, Mencari Kembali Makna Pancasila

Sabtu, 30 September 2023 06:41 WIB
img-content

Mencari The Next Habibie di Festival Indonesia USA

Senin, 11 September 2023 19:35 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler