x

Iklan

Bambang Udoyono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Maret 2022

Sabtu, 24 Juni 2023 06:36 WIB

Ngono ya Ngono, ning Aja Ngono

Dalam pergaulan boleh saja anda mengharapkan manfaat dari teman, tapi jangan terlalu bernafsu mengejar keuntungan. Jangan sampai memakai prinsip memanfaatkan pertemanan. Ngono ya ngono ning ojo ngono. Apa maksudnya, sih?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kali ini mari kita bahas kearifan lokal dari Jawa.  Saya menemukan kesulitan menerjemahkan kalimat di atas dengan pas dan efektif ke dalam bahasa Indonesia.  Jadi saya memilih menafsirkannya saja meskipun kalau dipaksakan ada juga terjemahannya. Dalam tafsiran saya kalau dialih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia dengan kalimat singkat menjadi ‘Jangan berlebihan’.

Ngono  dalam bahasa Jawa artinya begitu.  Jadi kira kira maksudnya boleh saja melakukan sesuatu asal jangan berlebihan, asal jangan sampai melewati batas.   Batasnya tentu saja moralitas agama, hukum dan norma sosial.  Proverb  Jawa ini memang hanya satu kalimat saja.  Tidak ada kalimat lanjutan yang menjelaskan konteksnya.  Karena itu saya tafsirkan ia berlaku umum, dalam arti untuk semua bidang kehidupan.

Saya kira nenek moyang kita merancang proverb  ini berlaku universal, tidak terikat ruang dan waktu.  Jadi bisa diterapkan di mana saja, kapan saja oleh siapa saja.  Misalnya di jaman kekinian di dalam berbagai profesi masih bisa diterapkan. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sudah mejadi kewajiban semua orang untuk mencari nafkah.  Sekarang banyak sekali bidang pekerjaan. Orang bisa menempuh jalur bisnis, membuka usaha bisnis yang bidangnya banyak sekali. Peluang dan tantangannya juga banyak sekali.  Bisa juga di bidang politik, menjadi pejabat politik di eksekutif atau legislatif.  Semua itu menawarkan peluang yang sama sama bagus.  Semua itu profesi yang sah dan tidak melanggar agama.  Meskipun demikian nenek moyang mengingatkan agar kita jangan sampai melakukan pelanggaran pada aturan Allah swt dan aturan hukum yang berlaku.  Jangan sampai berprinsip tujuan menghalalkan cara.  Artinya jangan sampai demi mencapai tujuan lalu semua cara dianggap benar asal bisa mendapatkan hasil bagus.

Dalam pergaulan pribadi sesama manusia prinsip ini juga berlaku. Boleh saja anda mengharapkan manfaat dari teman, tapi jangan terlalu bernafsu mengejar keuntungan. Jangan sampai memakai prinsip memanfaatkan pertemanan.  Beberapa kali saya melihat orang yang melakukan pendekatan hanya untuk mencari keuntungan.  Ketika keuntungan tidak didapat lantas menjauh.  Di kasus lain, boleh saja menjaga jarak kalau Anda tidak suka dengan omongan atau tindakan seseorang yang menyebalkan atau menyakiti, misalnya.  Tapi jangan sampai memutuskan hubungan sama sekali.  Itu kurang baik.

Berbeda pendapat dalam banyak hal itu boleh.  Itu tidak menyalahi apapun.  Meskipun demikian jangan sampai kebablasan menjadi permusuhan.  Ini perlu diingatkan kembali karena masih saja terus terjadi perpecahan gara gara beda pendapat dalam politik dan banyak hal lain.  Memang beda pendapat itu tidak mudah.  Orang yang berada di sebuah kubu selalu memandang orang yang ada di kubu lain sebagai salah.  Jangan lupa Anda juga hanya manusia yang tidak bisa seratus persen benar.  Jadi harus toleransilah.  Anda juga bisa salah.  Orang lain juga bisa salah.  Kita bangsa yang beradab jadi tetaplah memakai kata kata yang sopan, tetaplah memakai tata krama pergaulan. Jangan berlebihan. Jangan memaki.  

Saya ingat di dalam budaya Jawa Mataraman ada dua gaya tari.  Pertama tari klasik.  Aliran ini mempertahankan pakem atau aturan baku. Tidak boleh ada penyimpangan sama sekali.  Ini mirip puisi kuno yang penuh aturan.  Sejak tahun 1950’an atau 1960’ an di Yogya berkembang tari kreasi baru dengan tokohnya Bagong Kussudiardjo.  Terjadilah perpecahan di kalangan seniman tari.  Aliran baru ini dimusuhi oleh penganut aliran klasik.  Bahkan sampai menjadikan hubungan pribadi memburuk.  Dibutuhkan puluhan tahun untuk memulihkan hubungan baik antar penganut kedua aliran ini. 

Demikian juga di bidang lain.  Hubungan pribadi jadi memburuk gara gara perbedaan pendapat yang menjadi panas.  Mungkin nenek moyang kita sudah mewaspadai gejala ini sehingga mereka mampu melahirkan kalimat bijaksana ini. 

Ngono ya ngono ning ojo ngono.  Boleh saja melakukan itu tapi jangan berlebihan.  Monggo kita renungkan dan kita terapkan dalam pergaulan.

Ikuti tulisan menarik Bambang Udoyono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB