x

Kaisar Naruhito

Iklan

Bryan Jati Pratama

Penulis Indonesiana | Author of Rakunulis.com
Bergabung Sejak: 19 Desember 2022

Rabu, 19 Juli 2023 14:37 WIB

Mitos-mitos dalam Kekuasaan

Dengan menjadikan dirinya keturunan dewa-dewa, raja ambil bagian di dalam agama, jadi sesembahan. Dan dengan mitos itu pula, melalui agama yang semula mempertanyakan, kekuasaannya kembali dia teguhkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kekuasaan disahkan oleh stempel dengan tinta yang beraneka ragam. Tinta itu bernama penaklukan, kesepakatan, hasil musyawarah dan undang-undang. Juga mitos. Khususnya mitos bahwa raja adalah keturunan dewa-dewa. Atau wakil tuhan (dengan 't' kecil). Sehingga sah-sah saja kalau raja mengatur hidup-mati rakyatnya. Karena itulah yang dewa-dewa—atau tuhan—lakukan.
 
Namun sebenarnya raja adalah manusia biasa yang memiliki lebih banyak rasa cemas. Ketika agama mulai mendapatkan ruang di hati rakyatnya, ia gelisah kalau sewaktu-waktu kekuasaannya dipertanyakan. Oleh siapa? Tentu oleh agama yang mengajarkan keadilan, kesetaraan, menolak penaklukan. Sebab itu harus ada mitos. Dengan menjadikan dirinya keturunan dewa-dewa, raja ambil bagian di dalam agama, jadi sesembahan. Dan dengan mitos itu pula, melalui agama yang semula mempertanyakan, kekuasaannya kembali dia teguhkan.
 
Kekrops I adalah manusia keturunan dewa dalam sejarah Yunani. Dia adalah raja pertama Athena yang berwujud setengah manusia dan setengah ular yang dilahirkan langsung dari perut bumi. Fisiknya yang terdiri dari dua jenis makhluk berbeda mencerminkan kalau dia dapat menguasai dua dunia sekaligus, Yunani dan Barbar. Saat itu orang Yunani membagi dunia hanya menjadi dua, Yunani dan selain Yunani. Jika Yunani adalah simbol kemajuan, peradaban, seni, dan filsafat maka selain Yunani adalah simbol "barbar" yang berarti tempat segala kebiadaban. Setelah masa kepemimpinan raja Kekrops I, secara berangsur-angsur muncul istilah vox rei vox dei, suara raja adalah suara dewa—atau tuhan.
 
Di Jawa, konon silsilah raja-raja Mataram bersambung sampai ke Bathara Guru, dewa tiga dunia yang bertahta di Jonggringsaloka. Dikisahkan dewa itu datang ke Pulau Jawa pada tahun 104 Saka atau 182 Masehi untuk mengajarkan dharma. Begitulah yang tertulis dalam Babad Tanah Jawi, karya peninggalan Carik Adilangu II yang hidup di masa Pakubuwana I dan Pakubuwana II. Naskah tertuanya bertanggal tahun 1722 dan digubah ulang oleh Ranggawarsita dalam Pustaka Raja Purwa. Hal-hal seperti ini tidak hanya ditemukan di Indonesia. Negara yang paling maju di bidang sains dan teknologi seperti Jepang juga memiliki mitos yang kurang lebih sama. Mitos ini termuat dalam Kojiki dan Nihon Shoki, dua buku tertua tentang sejarah Jepang.
 
Alkisah, Izanagi dan Izanami adalah sepasang dewa-dewi sekaligus kakak beradik. Mereka menciptakan dunia dengan mengaduk-aduk lautan dengan tombak permata. Setelah tombak itu diangkat, tetesan airnya mengkristal dan terbentuklah berbagai benua dan pulau-pulau. Di antaranya kepulauan Jepang. Kisah ini mirip dengan kisah pencipataan daratan dalam kitab Samudramantana, salah satu bab dalam adiparwa kisah Mahabharata.
 
Setelah daratan baru itu terbentuk, Izanagi dan Izanami berniat untuk tinggal di salah satu pulau utama dan memiliki anak. Para dewa yang lebih tinggi pun mengabulkan. Izanami melahirkan beberapa dewa-dewi yang menjelma menjadi pulau-pulau kecil di sekitar pulau utama Jepang. Namun, Izanami mati karena terbakar setelah melahirkan dewa api, Kagutsuchi. Dirundung kesedihan yang mendalam, Izanagi menebas anaknya sendiri menjadi delapan bagian. Delapan bagian tubuh Kagutsuchi berubah menjadi delapan gunung berapi yang menyebabkan Jepang sering diguncang gempa vulkanik sampai sekarang.
 
Tidak terima dengan kematian Izanami, Izanagi nekat memasuki Yomi no Kuni (Tanah Orang Mati) untuk menjemput istrinya. Hingga ada suatu adegan dimana Izanagi, karena tidak sabar menunggu Izanami, menerobos masuk pintu gua terlarang. Alangkah terkejutnya dia ketika melihat kondisi istrinya yang sudah membusuk dan dipenuhi belatung. Tidak kuat dengan pemandangan menjijikkan itu, Izanagi melarikan diri. Dia keluar dari Yomi no Kuni sendirian, meninggalkan Izanami untuk selama-lamanya.
 
Untuk menyucikan diri, Izanagi melakukan ritual mandi di sungai Woto. Saat dia membasuh mata kanannya, lahirlah Tsukiyomi, dewi bulan. Ketika membasuh mata kirinya, lahirlah dewi matahari, Amaterasu. Dan Susanoo, dewa petir itu, lahir ketika Izanagi membasuh hidungnya. Ritual membasuh anggota tubuh ini masih dilakukan jika ingin memasuki kuil-kuil agama Shinto di Jepang.
 
Singkat cerita, Amaterasu memiliki seorang putra bernama Oshihomimi. Dan melaluinya, lahir seorang cucu bernama Ninigi. Dari Ninigi inilah lahir kaisar Jimmu, kaisar pertama Jepang. Sejak itu posisi kaisar diwariskan secara turun-temurun sampai dengan Naruhito, kaisar Jepang saat ini. Dan seperti mitos sesembahan dalam kekuasaan, kekuasaan Naruhito mencakup negara dan agama. Karena selain menjabat sebagai kepala negara, dia juga memegang otoritas tertinggi agama Shinto yang mengatur urusan keagamaan beserta ritualnya.
 

Ikuti tulisan menarik Bryan Jati Pratama lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB