x

Iklan

Almanico Islamy Hasibuan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 November 2021

Selasa, 8 Agustus 2023 10:42 WIB

Hafal Atau Tidak

Kami akhirnya digiring ke podium yang diikuti oleh tatapan seluruh murid. Hari itu akan selalu kuingat di mana aku membersihkan satu lapangan di siang hari yang terik sendirian, dikurung di kamar seharian, dan untuk selalu mengingat ketiga ikrar Sumpah Pemuda.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hari Minggu ini kami akan datang ke sekolah untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda. Kami akan melaksanakan upacara. Aku bahkan sudah menyiapkan alat pancingku untuk pergi ke sungai bersama Roni dan Syarif. Jika aku tidak datang, bapak itu akan mengatakannya kepada ibuku. Kerugian jika rumah bersebelahan dengan guru kita.

“Bangun Niko! Kau nanti terlambat!”, teriak ibuku dari dapur. Aku terbangun dan langsung melihat ke luar jendela. Hari sangat cerah. Apakah aku harus berharap agar komet menabrak sekitar sekolah kami? Tidak, itu sangat tidak masuk akal. Jika terjadi pun, ibu tidak akan mengizinkanku untuk pergi keluar rumah. Apakah aku harus menerima kekalahan? “Cepat mandi!”, ujar ibuku sambil membawa spatulanya. Aku mengaku kalah.

“Apa yang kau harapkan waktu kau bangun?”, tanya Syarif saat kami pergi sekolah bersama. “Aku berharap komet akan datang. Bagaimana denganmu?”, tanyaku sambil melihat Roni yang menyalam ibunya. “Aku berharap aku sakit dan sembuh setelah siang nanti.”, ujarnya. Kami berdua memang gila, mengharapkan semua itu. “Hei teman-teman. Kita sial tidak kedatangan alien hari ini agar upacara dibatalkan.”, ujarnya sambil berlari ke arah kami. Biar aku tarik perkataanku tadi, kami bertiga sama-sama gila.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Bagaimana kalau kita tetap tinggal di kelas?” Sudah aku tunggu usulan ini. Kami bertiga akhirnya tetap tinggal di kelas. Kami bertiga bercerita tentang ikan mas raksasa yang didapatkan bang Mur saat dia memancing di sungai tepat di belakang rumah Syarif. Kami tiba-tiba melihat pintu yang terbuka. Orang yang membuka pintu itu adalah pak Somad. Dia mendatangi kami dan memojokkan kami. “Siapa yang menyangka kalau bapak akan menemukan tambahan tenaga kerja untuk membersihkan halaman sekolah siang ini.”, ujar bapak sambil mengajak kami ke ruang guru. Gawat. Pak Somad akan mengatakan ini kepada ibuku. “Bagaimana ini? Ini semua idemu Roni.”, ujar Syarif sambil memukul lengannya Roni. Pak Somad menunjuk ke arah murid-murid yang sedang upacara. “Lihatlah mereka. Mereka menghayati upacara ini. Kita melakukan ini untuk menghormati pemuda-pemuda yang berjasa pada waktu itu. Mereka yang mengikrarkan sumpah pemuda sebagai cita-cita untuk Indonesia merdeka.”, ujar pak Somad. Aku memang melihat mereka yang khidmat.

Kami sampai di ruang guru. “Jika kalian ingin bebas tugas membersihkan lapangan di siang hari nanti, kalian harus mengikrarkan sumpah pemuda di podium sana.”, ujar pak Somad. Apakah bapak serius? Aku harus mengingatnya. Bahasa yang satu, bangsa yang satu, dan satu lagi. Bahasa dang bangsa itu bukan ikrar yang pertama. Aku lupa ikrar yang pertama. “Kalian ada tiga orang. Niko untuk ikrar pertama, diikuti oleh Syarif untuk ikrar kedua, dan Roni untuk ikrar ketiga.”, ujar pak Somad.

Kami akhirnya digiring ke podium yang diikuti oleh tatapan seluruh murid. Hari itu akan selalu kuingat di mana aku membersihkan satu lapangan di siang hari yang terik sendirian, dikurung di kamar seharian, dan untuk selalu mengingat ketiga ikrar Sumpah Pemuda.

Ikuti tulisan menarik Almanico Islamy Hasibuan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

11 jam lalu

Terpopuler