Belajar dari Penanganan Polusi di Beijing

Selasa, 15 Agustus 2023 18:55 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Penurunan tingkat polusi di Beijing dihasilkan dari investasi besar-besaran dari sisi waktu. Selian itu juga ada sumber daya serta kemauan politik yang kuat ditunjukkan dengan revisi Undang-Undang Kualitas Udara dan pemberian sanksi atau penegakan hukum yang tegas. Keterlibatan masyarakat dan kolaborasi antar daerah juga menjadi kunci penting tercapainya tujuan penurunan tingkat polusi di Beijing.

Filosofis tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina nampaknya relevan untuk mengatasi masalah polusi di Ibukota Jakarta yang tengah viral belakangan ini. Halaman media sosial dalam satu minggu terakhir dihiasi oleh sejumlah konten video yang menunjukkan betapa tingginya tingkat polusi di Jakarta dan daerah sekitarnya.

Di kutip dari laporan PBB (United Nations Environment Programme, 2019), Beijing berhasil menurunkan tingkat partikel halus di udara hingga 35% dalam waktu lima tahun. Belum ada kota atau wilayah lain di dunia yang telah mencapai prestasi sejauh itu. Padahal, selama 20 tahun terakhir Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Beijing terus bertumbuh di atas 6,5% setiap tahun atau meningkat 10,8 kali lipat secara.

Namun, intensitas energi dan emisi karbon mengalami penurunan. Beijing berhasil menunjukkan kepada kita bahwa aktivitas ekonomi tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan polusi dan pencemaran lingkungan apabila disertai dengan komitmen yang kuat untuk tetap memperhatikan kondisi lingkungan.

Upaya Penanganan Polusi di Beijing

Penurunan tingkat polusi di Beijing dihasilkan dari investasi besar-besaran dari sisi waktu dan sumber daya serta adanya kemauan politik yang kuat ditunjukkan dengan revisi Undang-Undang Kualitas Udara dan pemberian sanksi atau penegakan hukum yang tegas. Keterlibatan masyarakat dan kolaborasi antar daerah juga menjadi kunci penting tercapainya tujuan penurunan tingkat polusi di Beijing.

Beijing 2013-2017 Clean Air Action Plan (Rencana Aksi Udara Bersih Beijing Periode 2013-2017) menjadi program pengendalian polusi paling komprehensif dan sistematis di Beijing. Pengurangan emisi dilakukan melalui langkah-langkah pengendalian berupa pembatasan penggunaan batu bara, pemanfaatan bahan bakar bersih di sektor perumahan, dan optimisasi struktur industri.

Untuk mengatasi polusi udara yang parah di Beijing, pemerintah setempat meluncurkan program-program pengendalian polusi udara yang komprehensif sejak tahun 1998. Dengan upaya yang berkelanjutan, intensitas emisi terus berkurang dan kualitas udara telah meningkat secara signifikan. Program ini dilengkapi dengan legislasi dan mekanisme penegakan hukum yang lengkap, perencanaan yang sistematis, standar lokal yang kuat, kapasitas pemantauan yang tangguh, serta kesadaran lingkungan publik yang tinggi.

Secara bertahap, sejumlah kebijakan terus dikembangkan, termasuk penetapan subsidi, biaya, harga, dan praktik keuangan lainnya untuk memberikan insentif ekonomi. Sementara itu, pengeluaran pemerintah untuk pengendalian polusi udara juga meningkat sebagai bentuk komitmen besar dari pemerintah untuk mengendalikan polusi udara.

Selain meningkatkan pengendalian polusi udara di area Beijing, secara aktif dilakukan pula koordinasi langkah-langkah pengendalian polusi udara dengan wilayah sekitarnya. Melalui perencanaan kolaboratif, standar yang terpadu, tanggapan darurat bersama, dan berbagi informasi, kualitas udara di seluruh wilayah secara signifikan telah membaik.

Penggunaan batu bara sebagai sumber daya energi dan jumlah kendaraan bermotor menjadi faktor yang sangat diperhatikan dalam mengurangi polusi di Beijing. Pembakaran batu bara menjadi sumber polusi udara utama di Beijing. Oleh karena itu, pemerintah setempat menerapkan kebijakan coal to gas (konversi batu bara ke gas) sejak tahun 2005. Kebijakan ini berhasil mengurangi penggunaan batu bara hingga hampir 11 juta ton selama kurun waktu 2005 s.d. 2017.

Meskipun jumlah kendaraan meningkat tiga kali lipat di Beijing selama dua dekade terakhir, emisi total polutan justru berkurang secara signifikan. Beijing telah menerapkan standar emisi, pemberian insentif, serta terus memperkuat manajemen lalu lintas. Sistem transportasi umum berskala besar dibangun untuk mendorong kebiasaan masyarakat dalam menggunakan transportasi umum yang lebih ramah lingkungan dan rendah emisi. Penghapusan bertahap kendaraan yang lebih tua juga dilakukan dan memberikan kontribusi yang signifikan.

Pemanfaatan teknologi untuk memantau polusi udara juga sudah dimulai sejak tahun 1980an. Di tahun 2013, upaya Beijing semakin gencar dengan mengoperasikan 35 stasiun Pemantau Kualitas Udara (PKU) yang dapat memantau 6 polutan utama seperti PM2,5 dan O3. Di tahun 2016, pemantauan polusi udara telah memanfaatkan teknologi canggih seperti pencitraan jarak jauh satelit beresolusi tinggi dan radar laser. Hasilnya, ada lebih dari 1000 sensor PM2,5 di seluruh kota yang membantu mengidentifikasi dengan akurat lokasi dan periode emisi tinggi.

Meskipun Air Quality Index (Indeks Kualitas Udara) di Beijing saat ini masih berada pada level Moderat (belum mencapai level Baik), namun upaya Beijing dalam meningkatkan kualitas udara patut dijadikan contoh. Dikutip dari pernyataan Joyce Msuya, Pelaksana Harian Direktur Eksekutif UN Environment Programme, terdapat sejumlah poin pembelajaran yang bisa diambil dari Beijing.

Pertama, industrialisasi skala besar menghasilkan air, tanah, dan udara yang tercemar. Diversifikasi satu ekonomi domestik merupakan langkah bijak. Kedua, emisi kendaraan penting untuk diperhatikan, terutama kendaraan tua. Ketiga, perusahaan swasta perlu diwajibkan untuk menyediakan kontrol emisi yang sesuai standar dan pemerintah dapat memberikan insentif. Keempat, perlu adanya transparansi data yang memungkinkan seluruh elemen masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam mengatasi polusi. Kelima, kerjasama antar daerah perlu dibangun untuk menciptakan solusi yang efektif dan jangka panjang. Keenam, pengetahuan ilmiah dan pengalaman dalam mengelola kualitas udara dari seluruh dunia tersedia untuk dapat dipelajari dan diterapkan.

Mengatasi Polusi di Jakarta dan Sekitarnya

Rencana pemerintah untuk memberlakukan sistem kerja Hybrid atau Work from Home (WFH) dapat menjadi solusi jangka pendek yang efektif menurunkan tingkat polusi udara di Jakarta, tetapi tidak untuk jangka panjang.

Seperti kita ketahui, dampak pandemi yang memaksa diberlakukannya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSSB) dan penerapan sistem kerja WFH berakibat pada penurunan penggunaan kendaraan yang sangat signifikan dan mempengaruhi kualitas udara yang lebih baik. Selama masa pandemi, langit di Jakarta menjadi tampak lebih biru. Bahkan, sejumlah masyarakat mengunggah gambar yang memperlihatkan pemandangan Gunung Gede dari Jakarta.

Tidak hanya masalah polusi yang teratasi, kualitas hidup dan produktivitas pekerja pun dapat meningkat. Tidak sedikit pekerja Jakarta yang tinggal di daerah penyangga harus menempuh waktu perjalanan menuju lokasi bekerja lebih dari dua jam perjalanan atau empat jam perjalanan PP. Sehingga, waktu yang digunakan untuk menuju lokasi bekerja selama dua hari bekerja hampir sama dengan waktu bekerja selama satu hari. Hal ini tentu menjadi sangat tidak efisien.

Namun demikian, pemerintah tetap perlu merancang masterplan penanganan polusi agar dapat dilaksanakan secara berkesinambungan dalam jangka panjang. Belajar dari Beijing, sejumlah kebijakan dapat diadopsi untuk menjadi bagian dari masterplan penanganan polusi, seperti:

  1. Pemanfaatan teknologi untuk memonitor kualitas udara, kebijakan atau langkah penanganan yang harus dilakukan pada setiap level kualitas udara, serta penyediaan saluran publikasi yang mudah diakses oleh seluruh masyarakat;
  2. Menetapkan standar emisi dan milestone untuk mencapai standar emisi tersebut;
  3. Strategi membangun dan mengintegrasikan transportasi umum skala besar yang dapat menjangkau berbagai titik lokasi dengan waktu tempuh yang minim; dan
  4. Skema insentif dan kemudahan perijinan bagi industri yang melakukan konversi energi menggunakan energi yang lebih ramah lingkungan dan rendah emisi.

 

Ditulis oleh: Febrianto Dias Chandra, ASN Kementerian Keuangan. Opini penulis tidak mewakili kebijakan institusi Kementerian Keuangan.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Febrianto Dias Chandra

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler