x

Iklan

Irfansyah Masrin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 10 Januari 2020

Kamis, 17 Agustus 2023 19:36 WIB

Sampahmu adalah Simbol Karakter Dirimu.

Jika kita sering membuang sampah sembarangan, bisa jadi pikiran dan hati kita telah dipenuhi sampah. Jangan sampai sampah hati dan pikiran kita jauh lebih kotor daripada sampah yang kita buang sembarangan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Salah satu masalah terbesar bangsa ini adalah penumpukan sampah yang begitu besar. Mulai dari sampah plastik, aluminium, hingga sampah biotik. Penumpukan sampah dalam jumlah besar dapat menjadi limbah berbahaya, aroma tidak sedap, bau tercemar hingga dapat menjadi sumber timbulnya penyakit. Itu baru sampah rumahan, belum lagi sampah pabrik dan sampah yang dihasilkan oleh instansi dan lembaga yang menampung banyak massa, tentu semakin menambah tumpukan sampah. 

 

Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), total timbulan sampah di Indonesia mencapai 19,14 juta ton per tahun pada 2022. Dari jumlah tersebut, mayoritas atau 41,69% sampah di dalam negeri berasal dari sisa makanan, 18,22% berasal dari sampah plastik. Selebihnya sampah-sampah tersebut berasal dari sampah kayu/ranting, kertas/karton, logam, kain, kaca, karet, kulit dan lainnya. (Data Indonesia.id : Febriana Sulistya Pratiwi)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Adapun rumah tangga menyumbang sampah paling banyak dengan andil sebesar 39,75%. Sebanyak 20,92% sampah di dalam negeri berasal dari aktivitas perniagaan. Proporsi sampah yang berasal dari pasar tercatat sebesar 16,13%. Sebanyak 7,09% sampah juga bersumber dari kawasan. Fasilitas publik dan perkantoran masing-masing berkontribusi terhadap total sampah sebesar 6,85% dan 5,98%. Sementara, 3,28% sampah berasal dari sumber lainnya. (Data Indonesia.id : Febriana Sulistya Pratiwi)

 

Maka penumpukan sampah yang berlebihan ini dapat menyebabkan banjir terjadi di mana-mana karena saluran pembuangan air tertutupi oleh sampah-sampah terutama sampah plastik. Terlebih sampah plastik ini sulit mengurai dalam waktu puluhan tahun hingga ratusan tahun.

 

Apa sebenarnya sebab mendasar persoalan sampah ini tidak pernah selesai bahkan menjadi topik yang terus dibahas di berbagai stakeholder? Baik di instansi pemerintahan, di lingkungan sosial, lingkungan pendidikan dan sebagainya? Tentu pertanyaan ini tidak hanya sekali dua kali dipertanyakan, bahkan beribu-ribu kali dan terus berulang dipertanyakan, Tapi jawaban itu tetap sama saja, dan persoalannya masih saja terjadi.

 

Menurut buku pedoman bidang studi “Pembuangan Sampah” (Depkes: 1987), menyebutkan ada tujuh faktor yang mempengaruhi produksi sampah:

1. Jumlah penduduk dan kepadatannya. Setiap pertambahan penduduk akan diikuti oleh kenaikan jumlah sampah, demikian juga daerah perkotaan yang padat penduduknya memerlukan pengelolaan sampah yang baik.

2. Tingkat aktivitas. Dengan makin banyaknya kegiatan/ aktivitas, maka akan berpengaruh pada jumlah sampah.

3. Pola kehidupan/ tingkat sosial ekonomi. Banyak sedikitnya barang yang dikonsumsi oleh manusia, juga berpengaruh pada jumlah sampah.

4. Letak geografi. Daerah pegunungan, daerah pertanian, akan menentukan jumlah sampah yang dihasilkan.

5. Iklim. Iklim tropis, sub tropis juga berperan ikut mempengaruhi jumlah sampah.

6. Musim. Musim gugur, musim semi, musim buah-buahan akan mempengaruhi jumlah sampah yang dihasilkan.

7. Kemajuan teknologi. Pembungkus plastik, daun, perkembangan kemesan makanan dan obat, akan mempengaruhi jumlah sampah yang dihasilkan.

 

Terlepas dari berbagai sebab utama penumpukan sampah berdasarkan penelitian tersebut. Namun ada satu hal yang paling mendasar menurut penulis menjadi sumber utama penumpukan sampah yakni kesadaran kita yang sangat kurang akan pentingnya membuang sampah di tempat sampah atau menjaga kebersihan diri dan lingkungan dari sampah. Rasa malas yang terus dipelihara dan ketidakpedulian akan pentingnya kebersihan yang harusnya dijaga menjadi sebab utama produksi sampah kian tak terbendung.

 

Hal ini semakin meyakinkan kita bahwa benar ungkapan "sampahmu adalah simbol karakter dirimu". Yang dimaknai bahwa orang yang terbiasa membuang sampah sembarangan menunjukkan bahwa itu sudah menjadi karakternya, karakter buruk yang seperti itu tentu lahir dari kebiasaan buruk yang terus dipelihara, kebiasaan buruk tersebut didasarkan pada kesadaran yang kurang akan pentingnya membuang sampah dan menjaga kebersihan dan itu dipastikan lahir dari pola pikir yang salah sedari awal, ia tidak menjadikan pola pikir bahwa membuang sampah dan menjaga kebersihan sebagai satu kebiasaan baik, dan akan terus berpengaruh pada kebiasaan yang membentuk karakternya.

 

Sederhananya bahwa pola pikir seseorang akan menentukan karakteristik seseorang dan karakteristik seseorang menjadi penentu kualitas diri seseorang yang nampak dalam ucapan dan tindakannya. Mirisnya lagi sebagai muslim, banyak dari kita yang justru tidak menghiraukan makna "Kebersihan sebagian dari iman". Bahwa jika berbicara iman itu berbicara akidah, sesuatu yang sangat prinsipil dalam kehidupan seorang muslim. Seseorang yang keimanannya lurus akan berbanding lurus dengan kualitas ketaqwaannya kepada Allah dan kualitas taqwa itu akan nampak pada apa yang dilakukannya dalam kehidupannya. Bukan hanya pada persoalan ibadah ritual tapi juga ibadah umum. 

 

Menjaga kebersihan dan membuang sampah pada tempatnya adalah implementasi dari nilai-nilai ketaqwaan kepada Allah dan semua itu akan bernilai ibadah jika dilakukan karena senantiasa niat lurus karena Allah, bukan karena takut dimarahi orang lain, bukan karena aturan lembaga, bukan karena takut ditegur guru, takut di sanksi atasan dan sebagainya. Tapi murni semuanya harus didasarkan pada nilai-nilai taat kepada Allah yang bersumber pada keimanan. Jika berbuat kebaikan pertimbangannya karena takut pada aturan lembaga ataupun tekanan manusia, maka perlu di cek kembali akidah kita. Demikianlah pemaknaan kebersihan sebagian dari iman menjadi tolak ukur kita dalam upaya menjaga kebersihan dan membuang sampah pada tempatnya.

 

Lalu apa solusinya?

Sebagaimana tesis dan antitesis tersebut di atas, tentu solusinya adalah dimulai dari kita tanamkan keyakinan yang kuat bahwa segala perbuatan baik akan memberikan dampak yang baik bagi diri kita, orang lain maupun lingkungan. Baik dampak itu langsung maupun tidak langsung. Selanjutnya keyakinan yang kuat ini harus mendorong kesadaran kita bahwa menjaga kebersihan dan membuang sampah pada tempatnya adalah sebuah kebaikan yang akan berdampak baik pada kehidupan kita. Kesadaran yang penuh akan pentingnya menjaga kebersihan dan membuang sampah pada tempatnya ini akan meluruskan pola pikir kita, dan pola pikir yang benar akan menggerakkan diri kita untuk senantiasa bertindak yang baik dan melakukan kebaikan yang lebih besar secara terus menerus. Tentu kebaikan itu harus dimulai dari diri sendiri, dari hal terkecil dan dari sekarang.

 

Penulis membahas tentang ini bukan berarti sudah sangat baik dan sempurna dalam menjalankan kebaikan. Tulisan ini hanya sebagai wadah untuk saling mengingatkan dalam kebaikan dan berupaya untuk terus menyebarkan kebaikan yang lebih banyak kepada orang lain, agar kebaikan itu berdampak lebih besar. Sehingga setiap kebaikan yang kita sebar tidak hanya berdampak secara sosial atau berharap pahala sosial, tapi juga menjadi pahala jariyah yang akan terus mengalir pahala dan kebaikan kita meskipun kita telah meninggal. Tentunya menjadi penyelamat buat kita di akhirat. 

 

Di satu sisi, penulis juga sebagai seorang guru di SMP Al Fityan School Tangerang tentu harus memberi contoh yang baik dimulai dari diri penulis sendiri. Karena akan menjadi beban moral tersendiri bagi kita, jika kita mendidik orang lain sedangkan kita belum mampu mendidik diri kita sendiri, atau mulut kita berbusa-busa menyampaikan kebaikan, tapi kebaikan itu tidak kita lakukan sendiri. Di sisi lain, penulis sering memberikan arahan dan nasehat kepada siswa bahwa dalam memulai melakukan kebaikan mungkin tidaklah mudah, namun untuk membentuk karakter baik pada diri seseorang, tentu kebaikan itu bermula harus sedikit dipaksakan, lalu menjadi bisa, menjadi terbiasa, dan terbentuk menjadi pribadi yang luar biasa. Hal ini menjadi slogan tersendiri bagi penulis dan meyakini bahwa kebaikan-kebaikan itu harus "dipaksa, terpaksa, bisa, terbiasa, luar biasa". 

 

Selanjutnya, setelah semua hal-hal mendasar tersebut sudah menjadi karakter baik bagi diri kita, tentunya sambil berjalan dengan melakukan berbagai upaya dalam menjaga kebersihan dan mengatasi persoalan sampah dengan membuat program-program kebaikan apapun sebagai sebuah solusi tuntas dari permasalahan sampah. Sehingga akan dapat kita wujudkan bersama slogan dari "BERANTAS" bersih, rapi dan tuntas. Semua akan tuntas dimulai dari kita menuntaskan sesuatu yang buruk dalam diri kita. Jika kita sering membuang sampah sembarangan, bisa jadi pikiran dan hati kita telah dipenuhi sampah. Jangan sampai sampah hati dan pikiran kita jauh lebih kotor daripada sampah yang kita buang sembarangan. 

 

Bagaimana mungkin kita dapat merdeka seutuhnya, sedangkan kita belum merdeka dari kebiasaan membuang sampah sembarangan? Oleh karena itu, mari sama-sama menjaga kebersihan dan saling mengingatkan dalam kebaikan. Terimakasih

 

Irfansyah Masrin 

Ikuti tulisan menarik Irfansyah Masrin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB