x

Iklan

G. Yadi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 5 Desember 2022

Jumat, 8 September 2023 14:40 WIB

Pameran Mahakarya Indonesia di De Nieuwe Kerk Amsterdam

Tulisan ini bagian dari proyek menulis Membaca Indonesia dalam Narasi De Telegraaf.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Den Haag, 8 September 2023

Artikel yang ditulis Paola van de Velde, wartawati De Telegraaf yang dirilis secara online tanggal 6 September 2023, dengan judul De Nieuwe Kerk vraagt koloniale bril af te zetten bij Grote Indonesië-tentoonstelling ini ditempatkan pada rubrik CULTUUR. Berlatar belakang sejarah seni, Paola memiliki spesialisasi dalam bidang seni modern, museum dan perbukuan. Berita yang kami resonansi ini terkait dengan rencana perhelatan pameran karya-karya seni dan bersejarah dari Indonesia yang bertempat di sebuah gereja besar di Amsterdam, De Nieuwe Kerk.

***

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ambisi De Nieuwe Kerk menjadi tuan rumah dari Grote Indonesië-tentoonstelling sudah mantap. Penanggung jawab kegiatan, Pieter Eckhardt menegaskan bahwa pameran yang akan dibuka tanggal 21 Oktober 2023 itu diharapkan menjadi pelajaran sejarah bagi Belanda yang selama ini dirindukan. Pameran dirancang sedemikian rupa untuk memberikan kesempatan seluas mungkin bagi para seniman, seniwati dan pegiat seni untuk berkarya, serta tanggapan dan apresiasi dari khalayak dengan sudut pandang zaman sekarang.

Direktris De Nieuwe Kerk, Annabelle Birnie, berhasrat kiranya pameran berskala besar ini bisa menarik minat besar warga Belanda. Menurut Annabelle, meskipun sekitar dua juta orang Belanda memiliki ikatan dan hubungan dengan Hindia Belanda serta Indonesia  tetapi masih banyak yang belum tahu tentang negara kepulauan terbesar di dunia tersebut. Setelah sukses dengan Grote Suriname-tentoonstelling, De Nieuwe Kerk ingin menampilkan Indonesia dari masa ke masa. Suasana eksibisi didesain lebih dari sekedar nostalgia tempo doeloe.

Panitia ingin sejarah dikemukakan dalam makna luas dengan melepas kacamata kolonial. Hanya dengan itulah orang dapat mengenal Indonesia lebih komprehensif. Selanjutnya, melalui pameran tersebut panitia ingin publik mengetahui bahwa sebelum kedatangan VOC ke Insulinde, kepulauan Nusantara telah memiliki budaya yang tinggi dan beragam: bayangkan kerajaan Majapahit yang legendaris dengan budaya Hindu-Buddha dari tahun 1293 hingga 1500-an, tentu masih menggoda imajinasi. Keindahan alam, pengagungan nenek moyang, agama serta Candi Borobudur yang terkenal, dan semuanya ditampilkan.

Kepala Bidang Pameran De Nieuwe Kerk, Marlies Kleiterp, menyebutkan bahwa eksibisi akan diawali dengan kuliah singkat tentang Indonesia. Selain itu, juga diangkat topik-topik sensitif seperti masa penjajahan, perbudakan di Hindia, Perang Dunia Kedua dan pendudukan Jepang, periode Revolusi dan Bersiap. Tema-tema tadi disajikan dengan pandangan terbuka dan netral. Bahkan tour audionya diperdengarkan secara harfiah untuk menghadirkan keragaman pendapat dan pandangan.

Marlies dan timnya telah menyiapkan pameran ini bersungguh-sungguh dan cukup lama. Lebih dari 100 orang yang memberikan kontribusinya dalam rencana eksibisi tersebut. Mereka juga telah meminta saran dan masukan dari para pakar baik yang di Belanda maupun di Indonesia. Panitia juga bertanya kepada audiens tentang apa yang ingin mereka lihat dan pelajari tentang topik tertentu. Banyak dari mereka langsung teringat makanan khas Indonesia dengan cita rasa serta aromanya yang lezat. Tetapi ada juga yang ingin memahami bagaimana sebuah negara kecil seperti Belanda mampu menguasai jutaan penduduk Hindia dalam abad ke-19. Oleh karena itu, panitia juga menjelaskan bagaimana penataan kewenangan di daerah jajahan serta implementasi tanam paksa di daerah-daerah yang menguntungkan.

Pameran di Nieuwe Kerk ini akan memperlihatkan karya-karya yang unik. Juga benda-benda yang bernilai mahal seperti mangkok Ramayana yang terbuat dari emas yang khusus dipinjam dari Museum Nasional di Jakarta. Begitu pula para seniman dan seniwati kontemporer dari Indonesia diminta mengkreasi karya baru yang spesial untuk diperagakan dalam pameran di Amsterdam tersebut. Bagian akhir dari eksibisi akan difokuskan pada Indonesia kontemporer serta generasi muda.

Bulan Februari 2023, Komisi Bussemaker memaparkan hasil riset mereka bahwa perhatian terhadap hubungan sejarah Belanda dan Indonesia masih sangat minim dalam buku-buku pelajaran sekolah di Belanda. Terhadap poin terakhir tadi, panitia ingin mengambil peran menambah pengetahuan publik terkait sejarah yang tidak terpisahkan dari kedua bangsa.

***

Artikel pada versi online De Telegraaf ini dilengkapi tiga foto. Foto pertama yang bersumber dari De Nieuwe Kerk menampilkan patung seorang wanita berkaca mata yang sedang bersemedi dan mengenakan selendang yang dapat dimaknai sebagai kerudung. Foto itu diberikan narasi Dat Indonesië ook een smeltkroes van religies is, toont dit beeld van de hedendaagse kunstenaar Alfiah Rahdini. Dari sumber lain diketahui bahwa karya Alfiah ini pernah ditampilkan dalam Jakarta Biennale 2021. Perupawati asal Bandung itu mengkreasi patung tersebut tahun 2011, terbuat dari fiberglass dan sosoknya diberi nama Sri Naura Paramita.

Foto kedua yang berasal dari Getty Images dengan fokus sosok patung seorang biksu yang sedang bersemedi di Candi Borobudur dengan latar belakang beberapa stupa yang dilengkapi narasi Aandacht voor de Borobudur ontbreekt evenmin. Sedangkan foto ketiga memperagakan mangkok terbuat dari emas yang melukiskan kisah Ramayana. Gambar yang berasal dari De Nieuwe Kerk tersebut diberikan narasi Een spectaculaire bruikleen uit het Museum Nasional in Jakarta is deze gouden Ramayana-kom.

Berbeda dari artikel tentang nominasi film Belanda ke Oscars yang juga dirilis De Telegraaf pada versi online pada tanggal yang sama, berita tentang pameran Indonesia di De Nieuwe Kerk ini tidak diturunkan dalam edisi DigiKrant. Dua hari setelah itu pun tidak ditemukan dalam versi digital tadi.

Terkait lokasi pameran, perlu juga dicatat bahwa meskipun De Nieuwe Kerk nama sebuah gereja tetapi karena fenomena ontkerkelijking – sirnanya pengaruh Gereja dalam kehidupan masyarakat di Belanda – membuat rumah ibadah ini sejak 1980 tidak lagi berperan sebagai tempat peribadatan tetapi difungsikan sebagai pusat budaya yang antara lain tempat pertemuan publik, pameran serta acara-acara besar dan penting lainnya. Namanya tetap dipertahankan. Bahkan setiap tahun dalam rangka memperingati korban yang terbunuh dalam perang maka tanggal 4 Mei acara Nationale Dodenherdenking diselenggarakan di gereja yang dibangun akhir abad ke-14 ini.

Membaca artikel yang diangkat oleh Paola van de Velde ini diperkirakan Grote Indonesië-tentoonstelling akan menjadi momen yang luar biasa memperkenalkan Indonesia kepada publik di Belanda. Sebuah kesempatan langka mengamati dan memahami Nusantara dalam lintasan zaman dengan kacamata kekinian dan koloniale bril af te zetten.

Foto dari Pexels, karya Destiawan Nur Agustra

Ikuti tulisan menarik G. Yadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu