Pemilu 2024 tinggal menghitung bulan saja. Sosial media mulai riuh membicarakan soal pemilu. Dari bali-baliho besar para politisi, janji-janji capres,hingga drama koalisi partai. Nampak kita lihat bahwa produk politik yang dihasilkan para politisi semakin tidak bermutu. Beradu pencitraan dan janji-janji kosong menjadi kegiatan yang aktif mereka lalukan. Serta pertunjukan dramatis koalisi partai yang sarat dengan transaksi kepentingan individual. Hal ini membuat rakyat muak dan semakin apatis terhadapkegiatan politik kita hari ini. sehingga satu hal yang bisa menarik rakyat untuk datang ke TPS adalah amplop. Yang hanya melanggengkan korupsi da kekeuasaan para pemilik modal. Belum lagi pertarungan politik yang hilang batasa etisnya. Para politisi seolaj-olah membirakan para pendukungnya memenuhi ruang sosial media dengan konten-konten bermuatan kebencian terhadap lawan politikanya. Pihak yang kritis bahkan, malah menerima serangan balik yang menyasar wilayah privatnya. Semua hal memancing amarah sebagian masyarakat dan menanam permusuhan di antara warga negara. Seperti yang telah terjadi pada dua pilpres sebelumnya. Serta pilkada diantara kedua momen itu. Dan akumulasi dari semua fenomena tersebut adalah polarisasi atau keterbelahan bangsa yang begitu tajam kita rasakan sekarang. Koreksi terhadap republik ini perlu kita lakukan saat ini. Reformasi yang dilakukan dahuku nampaknya perlu diatur ulang. Tuntutan yang dahulu disuarakan mahasiswa, seperti penegakan supremasi hukum, demokratisasi, pemberantasan KKN, dan pemberian otonomi daerah. Berlangsung jauh dari harapan. Demokrasi yang kita harapkan malah menyimpang menjadi duitokrasi yang memperparah korupsi di republik ini. Otonomi daerah yang kita harapkan dapat memeratakan ekonomi rakyat. Bila kita lihat sekarang kesenjangan justru semakin lebar. Pemilu yang kita selenggarakan dengan dana yang besar malah menghasilkan polarisasi seperti yang telah diuraikan di atas. Perubahan dan perbaikan atas sistem di pada harus dilakukan. Langkah rekonsiliasi juga harus ditempuh untuk merekatkan kembali persatuan di negeri ini.Bergabungnya Prabowo dalam kabinet Jokowi yang diharapkan mampu merekatkan kembali persatuan. Realitanya belum mampu untuk mengobati luka politik pada rakyat yang terlanjur dalam. Sehingga polarisasi msih berlangsung hingga sekarang. Bahkan, langkah Prabowo tersebut malah menimbulkan kecurigaan bahwa langkah itu diambil hanya untuk memperoleh kekuasaan. Nmaun, inisiatif untuk bersatu, perlu diikuti seluruh rakyat Indonesia. Rekonsiliasi tidak dapat terjadi hanya dengan bergabungnya elit politik kedalam satu wadah politik yang sama. Rekonsiliasi memerlukan komitmen seluruh anak bangsa. Begitu pula dengan perubahandi republik ini memerlukan komitmen seluruh pihak yang terlibat dalam politik. Mimpi Indonesia emas di tahun 2045 yang mulai melayang-layang. Jangan samapai tertiup angin lepas dari jangkauan tangan kita. Ruang kita berdemokrasi kedepan. TIdak boleh diisi oleh orang-orang yang hanya bisa mengucapkan frasa-frasa berisi fitnah dan hujatan. Demokrasi harus dikelola dengan retorika yang positif. Retorika yang menggairahkan harapan rakyat akan masa depan negerinya. Gagasan harus menjadi yang pertam disodorkan para calon pemimpin bangsa. Biarkan para calon pemimpin di negeri ini terlibat dalam pergulatan pemikiran yang logis mengenai rakyatnya. Dan rakyat memandang pergulatan mereka dengan objektif tanpa melibatkan perasaan yang subjektif. Sehingga kemudian rakyat juga bisa berperilaku kritis kepada pemimpin yang ia pilih sendiri. Dan tak mudah terjebak dalam polarisasi. Kekuasaan yang demokratis dikelola dengan pemikiran dan berpegang pada kepercayaan rakyat. Pemilu 2024 harus menjadi momentum persatuan bangsa menyongsong masa depan kita INDONESIA EMAS 2045
Ikuti tulisan menarik Ahmad Sekar Assalam lainnya di sini.