x

Ign\xe1c Goldziher. Wikipedia

Iklan

The Moon

Penulis
Bergabung Sejak: 21 September 2023

Jumat, 22 September 2023 18:01 WIB

Pandangan Ignaz Goldziher terhadap Hadis dan Sunnah

Pemikiran Ignaz Goldziher menuai berbagai kritik dari para pengkaji ilmu hadis, salah satunya Mustafa Azami, salah seorang pakar hadis di era modern. Azami menunjukkan beberapa kesalahan pemikiran Goldzigher . Ia berpendapat dalam menilai keshahihan hadis tidak hanya dari perspektif historis, namun juga dengan perspektif hukum dan keyakinan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pemikiran-pemikiran Ignaz Goldziher dalam perspektif hadis dan sunnah, serta implikasi pemikirannya dalam dunia studi hadis. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode Library research terkait artikel-artikel intelektual dalam kritiknya terhadap pemikiran-pemikiran orientalis Ignaz Goldziher dalam dunia studi hadis.

Hasil dan pembahasan ini meliputi biografi Ignaz Goldziher; pemikiran Ignaz Goldziher tentang hadis dan sunnah; pengaruh pemikiran Ignaz Goldziher dalam studi hadis era modern; dan leason learn pemikiran Ignaz Goldziher.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kesimpulan penelitian ini adalah Ignaz Goldziher adalah seorang orientalis berlatar belakang yahudi yang menempuh pendidikan di al-Azhar Kairo dan melakukan penelitian atas hadis nabi SAW dengan menggunakan literatur kitab-kitab hadis dan manuskrip-manuskrip Arab, serta mengklaim bahwa sebagian besar adalah palsu dan merupakan dokumen hasil sejarah dan perpecahan politik yang terjadi pada abad kedua pertama.

Kata Kunci: Ignaz Goldziher; Hadis; Sunnah;

Metode Penelitian

     Metode penelitian yang digunakan dalam artikel studi hadis ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode library research terkait artikel-artikel intelektual dalam kritiknya terhadap pemikiran-pemikiran orientalis Ignaz Goldziher dalam dunia studi hadis. 

Pendahuluan

     Sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an adalah hadis nabi SAW, yang juga berfungsi sebagai penjelas bagi makna hukum yang bersifat glogal, dan pembentuk syari’at yang tidak dijelaskan didalam al-Qur’an (Saehudin, 2015). Hadis adalah segala ucapan, perbuatan, dan ketetapan yang bersandarkan kepada nabi SAW, maka perhatian umat islam tentu sama besarnya perhatiannya kepada al-Qur’an. Upaya dalam mengumpulkannya telah ada sejak masa sahabat, dan terus mengalami kemajuan serta perkembangan dalam ranah ilmu pengetahuan yang mampu membantu mempertahankan keotentikan hadis nabi SAW (Karim, 2018).

     Orientalis merupakan para intelektual barat yang melakukan penelitian atas dunia ketimuran dalam hal ini adalah tentang Islam, penelitiannya berdasarpada logika ontologis dan epistiemologis Barat. Para orientalis yang memulai kajiannya pada abad ke-19 dengan membawa manuskri-manuskrip Arab sebagai metode dalam penelitiannya (Syarifuddin, Moh. Zaiful Rosyid, 2019). Para orientalis tidak hanya mengkaji satu bidang keislaman, namun hamper seluruh aspek telah dikaji olehnya. Bahkan al-Qur’an telah dikaji oleh salah seorang orientalis George Sale, salah seorang yang telah menerjemahkan al-Qur’an ke dalam bahasa Inggris, ia menambahkan sejumlah muqaddimah yang pada akhirnya menuai respon dari berbagai orientalis lainnya dan menjadi dasar pemikiran mereka akan al-Qur’an (Iffah, 2016).

     Sama halnya dengan al-Qur’an, para orientalis juga melakukan penelitian tentang hadis nabi SAW. Bila intelektual muslim melakukan penelitian hadis dari segi shahih atau dhaif-nya suatu hadis dan kandungan makna didalamnya, berbeda dengan para orientalis yang memfokuskan penelitiannya pada keabsahan hadis tersebut, yang pada akhirnya menuai berbagai sikap skeptis atau penolakan terhadap hadis nabi SAW (Wahid, 2019).

     Perkembangan ilmu pengetahuan dalam ranah hadis tidak hanya menjadi ketertarikan para intelektual muslim tetapi juga para intelektual barat dalam hal ini adalah para orientalis. Menurut Amin Rais dalam bukunya Cakrawala Islam mengatakan bahwa, orientalis adalah sarjana yang menguasai masalah-masalah ketimuran, bahasa-bahasanya, kesusastraannya, dan sebagainya. Salah satunya adalah Ignaz Goldziher, diperkirakan ia adalah sarjana barat pertama dengan latar belakang pendidikan al-Azhar di Kairo yang melakukan penilitian tentang hadis nabi SAW, serta membedakan antara pengertian hadis dan sunah. Ia menerbitkan hasil penelitiannya dalam buku Muhammadanische Studies pada tahun 1890 dan menjadi rujukan utama para orientalis lain dalam mengkaji studi dalam bidang hadis (Hasan, 2022).

     Tulisan ini mencoba untuk menganalisis latar belakang pemikiran orientalis Ignaz Goldziher dalam hal hadis dan sunnah, dengan melihat latar belakang sosial yang dimilikinya serta latar belakang pendidikannya. Selain membahas pemikiran-pemikiran Goldziher, tulisan ini juga memfokuskan pada implikasi pemikiran Goldziher dalam dunia studi hadis yang tertuang dalam berbagai buku dan artikel oleh berbagai intelektual muslim.

Hasil dan Pembahasan

  1. Biografi Ignaz Goldziher

Yitzhaq Yehuda adalah nama asli dari orientalis yang berasal dari Szekesfehervar Negara Hongaria, Ignaz Goldziher. Ia lahir pada tanggal 22 Juni 1850 di Szekesfehervar dan berketurunan Yahudi (Permana, 2019). Dalam tulisan Pengantar Teologi dan Hukum Islam miliki Ignaz Goldziher yang diterjemahkan oleh Hesri Setiawan, mengatakan Ignaz Goldziher adalah seorang keturunan yahudi yang terpandang dan memiliki pengaruh yang cukup besar dalam lingkup masyarakat pada saat itu. Dijelaskan juga pada abad ke-16 nenek moyangnya adalah seorang pandai emas di Hamburg. Pada usia 5 tahun ia telah menunjukkan kecerdasannya dengan mampu membaca teks Bible dalam bahasa Ibrani, dan usia 8 tahun mampu membaca kitab Talmud. Dalam usia yang tergolong muda, tepatnya saat ia berusia 12 tahun, Goldziher telah mencetak karya pertamanya tentang asal-usul dan klasifikasi doa-doa Ibrani (Setiawati, 2018).

Pemikiran Ignaz Goldizher salah satunya dipengaruhi oleh Aminus Vamberi(1832-1913), seorang dosen di Unibersitas Budapest, Hungaria. Kehidupan intelektual Goldziher di universitas saat berusia 15 tahun banyak di pengaruhi oleh dosen tersebut. Aminus Vamberi adalah seorang pengembara dan seorang ahli dalam berbagai hal tentang Turki, ia juga salah seorang yang menjadi faktor tingginya keilmuwan yang dimiliki oleh Goldziiher saat ia berhasil menyelesaikan pendidikannya di universitas tersebut. Saat berusia 16 tahun, Goldziher berhasil mempelajari tentang manuskrip-manuskrip Arab di Leiden dan Wiena. Goldziher juga menjadi anggota pertukaran pelajar di kawasan Timur Tengah, kemudian ia menetap di Kairo (Setiawati, 2018).

Dengan berbekal ilmu dan beasiswa yang dimilikinya ia berkesempatan untuk belajar di Universitas Al-Azhar di Kairo dan beberapa universitas lain yakni di Suriah dan Palestina yang membuatnya memiliki pemahaman yang luas mengenai dunia timur. Pada tahun 1904,  ia menerima gelar doktor sastra dari Universitas Cambridge dan gelar sarjana hukum dari universitas Aberdeen di Skotlandia.

Adapun karya yang telah ia torehkan di antaranya, Muhammedanische Studien tentang sejarah agama Islam secara umum dan khususnya hadis, selanjutnya, Vorlesungen den Islam, Heidberg yang membahas pengantar untuk memahami teologi dan hukum Islam, Die Richtungen Der Islmichen Koran Auslegung, yang isinya hampir sama dengan pengantar teologi dan hukum Islam Die Zahiritien, Ihr Lhrsystem und Geschicte, yang membahas tentang perkembangan sejarah aliran Zahiri, selain itu juga ada yang lainnya tetapi hanya merupakan penjelasan lebih lanjut dari karya-karya tersebut di atas. Dan akhir daripada hidupnya tepat pada tanggal 13 November 1921 (Dudi Permana, Arzam,Muhammad Ridha DS, Muhammad Yusuf, Doli Witro, 2021).

  1. Pemikiran Ignaz Goldziher
  2. Pemikiran tentang Makna Hadis dan Pengkodifikasian Hadis

Dalam buku Muhammadanische Studies milik Ignaz Goldziher, dijelaskan bahwa ia memaknai hadis menggunakan kata tale dan communication. Tale yang berarti kisah, hikayat, cerita, dan dongeng. Sedangkan communication berarti pemberitahuan, hubungan, kabar, dan pengumuman. Goldziher berpendapat bahwa hadis adalah sebuah analisis sejarah, agama dan lain-lain yang tidak bersandarkan atas nabi Muhammad SAW. Selain pemikiran Goldziher yang mengatakan bahwa hadis adalah dokumen analisis sejarah, ia juga mengatakan bahwa keberadaan hadis tidak lain terbentuk karena adanya kecenderungan suatu komunitas atau kelompok pada masa permulaan Islam yang kemudian menjadi sesuatu yang memiliki kekuatan hokum dan mengikat (Nurul Naffa Lutfia, Suci Indah Sari, Tiara Azzahra Hidayah, Yeni Huriani, Mochamad Ziaul Haq, 2022).

Ignaz Goldziher menyampaikan pemikirannya menggunakan metode filologi dan kritik historis yang dituangkan dalam karyanya, Muhammadanische Studies. Ia mengatakan bahwa hadis adalah buatan para tabi’in dan para pemimpin pada abad ke-2, abad yang dinilai sebagai awal mula pengkodifikasian hadis secara menyeluruh. Ia juga mengatakan bahwa kitab Shahih Bukhari adalah kitab karangan dan tidak otentik dari nabi Muhammad SAW (Albab, 2021).

Dipaparkan dalam jurnal al-Ahwal oleh Muhammad Ma’mun dengan artikel “Hadis asal-usul hukum Islam dalam diskursus orientalis” dan dikutip kembali oleh Idris dalam artikelnya “Pandangan Orientalis Tentang Hadis Sebagai Sumber Hukum Islam” mengatakan bahwa dasar pemikiran Goldizher tentang hadis berawal dari tidak adanya bukti yang menunjukkan penyimpanan hadis secara tertulis pada abad-abad permulaan, namun hanya menunjukkan bahwa hadis telah eksis dengan adanya penyampaian secara lisan dengan bukti jalur sanad yang tersusun.

Dengan tegas Goldziher mengatakan bahwa hal ini menjadi factor mudahnya pemalsuan hadis. Alasan kedua, dalam literatur bacaan Goldziher ditemukan banyak hadis yang kontradiktif antar satu sama lain, serta ditemukannya hadis yang muncul pada masa akhir peradaban yang tidak dapat dibuktikan bahwa hadis tersebut benar-benar berasal dari nabi SAW. Selanjutnya Goldziher mengatakan bahwa suatu hal yang irasional apabila sahabat kecil lebih banyak meriwayatkan hadis dibandingkan sahabat yang lebih senior (Idris, 2018).

Goldziher menegaskan kembali, keterlambatan pengkodifikasian hadis yakni pada abad ke-2 menjadi alasan mengapa hadis termasuk buatan, produk atau karangan muslim terdahulu. Ia kemudian mengatakan pelarangan penulisan hadis menjadi salah satu faktornya, sebab pada masa sahabat lebih mengedepankan hafalan dibandingkan catatan. Alasan tersebut yang digunakan saat permulaan penulisan hadis atau pengkodifikasian hadis terdapat campur tangan pemimpin yang merekomdasikan dan penulisan hadis, dikatakan bahwa para pemimpin menggunakan hadis nabi sebagai penguat dari apa yang mereka ucapkan. Sebab dari pemalsuan hadis juga digunakan Goldziher dalam menguatkan pemikirannya tentang pemalsuan hadis dan pengkodifikasiannya.

Dalam karyanya, Goldziher juga berargumentasi bahwa hadis nabi adalah sebuah doktrin yang bersandarkan politik dan tidak terdapat keotentikan di dalam materinya, sebab banyaknya materi hadis yang tidak mungkin mengalami penyaringan satu-persatu dan sampai pada saat ini. Dia mengatakan adanya perawi-perawi hadis mengatakan sesuatu yang menjadi materi hadis dan menyandarkannya pada nabi Muhammad SAW, kemudian dengan alasan  pada zaman pengkodifikasian hadis umat-umat muslim berpecah belah dan membentuk kelompok-kelompok yang mencari keuntungan dengan mengucapkan sesuatu yang berasal dari nabi SAW yang saat itu dianggap sakral dan paling benar. Goldziher juga mengkritik tentang penekanan makna pada matan hadis enggan diterima oleh ahli bahasa yang lebih menekankan penggunaan bahasa dalam mengartikannya (Abdul Rohman, Amir Sahidin, Yusuf Al Manaanu, Muhammad Nasiruddin, 2021).

     Goldziher mengatakan bahwa hadis berasal dari keseriusan umat islam dalam menceritakan hal ihwal nabi Muhammad SAW atas segala perkataan, perbuatan, dan apa yang telah dilalui olehnya. Ia juga mengatakan bahwa islam sama seperti agama-agama lain, yang dimana hukumnya dapat berasal dari luar kitab suci, dalam hal ini adalah sunnah (Isnaeni, 2012). Goldziher mengatakan perkembangan hadis dalam konteks sejarahnya lebih terbukti keabsahannya, melihat banyaknya hadis yang tercampur dengan adat istiadat dan kepentingan politik didalamnya (Fakhruddin, 2009).

     Dalam meneliti keabsahan hadis, Goldziher menekankan metode kritik matan dibandingkan kritik sanad. Ia mengatakan kritik matan lebih menentukan apakah hadis tersebut termasuk kedalam kategori hadis yang otentik mengingat adanya pemalsuan hadis, tepatnya matan hadis. Ia mengambil contoh hadis tentang tiga masjid, “Pelana itu hanya dikencangkan (perjalanan jauh dianjurkan dengan sangat) menuju tiga masjid: Masjidil Haram, Masjidku, dan Masjid Bait al-Maqdis.” (HR. Bukhari, hadis no: 1139), dikatakan alasan pemalsuan hadis ini karena ʻAbdul Malik takut kehilangan pengaruh kaum muslim dari lawan politiknya ʻAbdullâh bin Zubair yang datang berhaji ke Makkah. Metode yang digunakan Goldziher dalam mengkritik hadis adalah metode yang sama dengan ia gunakan saat mengkaji puisi arab kuno (Ahmad, 2015).

Goldziher juga mengkritik ulama terdahulu dalam hal ini adalah para sahabat yang tidak mempertimbangkan kandungan matan dalam menilai keabsahan suatu hadis, dikatakannya juga, matan yang bertentangan dengan sejarah dan irasional termasuk hadis yang otentik bila sanadnya terjalur hingga nabi dan tidak terdapat masalah didalamnya (Ulumuddin, 2020).  

  1. Pemikiran tentang Makna Sunnah

     Dalam tulisan H.A.R Gibb & J.H. Kramers “Shorter Encyclopaedia of Islam” yang dikutip dalam jurnal “Pemikiran Goldziher Dan Azami Tentang Penulisan Hadis” oleh Ahmad Isnaeni, dikatakan bahwa Goldziher mendefinisikan Sunnah sebagai suatu kebiasaan dan tradisi yang disalin dari perilaku masyarakat pra-islam dan diklaim sebagai sesuatu yang berasal dari nabi Muhammad SAW. Goldziher mengatakan bahwa sunnah telah terdeteksi sejak sebelum islam ada. Sunnah adalah kebiasan leluhur dan tradisi yang bersandarkan dan berasal dari masyarakat arab. Goldziher mengatakan sunnah adalah suatu kebiasaan masyrakat pra-islam yang mendapatkan legitimasi sebagai suatu hukum yang mengikat(Isnaeni, 2012).

     Goldziher juga berasumsi bahwa sunnah yang dipraktikkan dan digunakan sebagai pedoman hidup agama islam dinilai sebagai sesuatu yang keliru. Dengan alasan, sunnah adalah kebiasaan keagamaan dan interaksi sosial penduduk madinah yang kemudian mendapatkan legitimasi sosial atau pengakuan secara menyeluruh oleh masyarakat setelah islam datang. Penilaian Goldziher tentang eksistensi sunnah terkenal saat akhir abad pertama dan pergerakan luasnya saat abad kedua dan ketiga hijriah melalui persoalan politik dan ideologi yang tersebar. Keberadaan hadis dinilai sebagai kumpulan-kumpulan sunnah yang tidak dapat diklaim sebagai hal yang dapat dipercayai namun sebagai hal yang meragukan (Isnaeni, 2012). Dalam hal ini Goldziher menyatakan :

“Bukan saja hukum dan adat kebiasaan, tetapi doktrin politik dan teologi pun mengambil bentuknya dalam hadis, apa saja yang dihasilkan Islam sendiri ataupun yang dipinjam dari luar diberi wadah dalam hadis. bagian-bagian dari perjanjian lama dan Baru, kata-kata dari Rabbi, kutipan Injil, doktrin-doktrin Yunani, bahkan doa kami pun ada. Untuk semua itu pintu dibuka oleh Islam dan tampil kembali sebagai ucapan-ucapan Nabi.”

     Berdasarkan hal diatas, hadis tidak memiliki kemurnian didalamnya dan ia menyatakan bagaimana ketidakpercayaannya tentang apa yang islam pedomani setelah Al-Qur’an yakni hadis dan sunnah nabi SAW (Rohmansyah, 2015).

  1. Pengaruh Pemikiran Ignaz Goldziher dalam Studi Hadis dalam Era Modern

     Pemikiran Ignaz Goldziher yang dituangkannya menuai berbagai kritik terkhusus pada pengkaji ilmu hadis itu sendiri, salah satunya adalah Mustafa Azami, salah seorang pakar hadis di era modern. Azami berpendapat bahwa  apa yang diungkapkan oleh Goldzigher dinilai salah. Ia berpendapat dalam menilai keshahihan hadis tidak hanya dapat dinilai dari perspektif historis namun dengan perspektif hukum dan keyakinan itu dapat dipercayai. Azami juga menambahkan, kata sunnah yang berasal dari bahasa Arab memang telah digunakan oleh masyarakat pra-Islam, namun setelah islam datang Sunnah diartikan sebagai semua yang berasal dari nabi Muhammad SAW. Adapun perkataan Goldziher yang menyatakan bahwa sunnah adalah buatan para sahabat dan tabi’in, dapat dibantah dengan ucapan Azami yang mengatakan suatu hukum apabila terdapat hukum yang bersandar atas nabi SAW dan hukum yang bersandar atas nama sahabat, maka hukum yang didahulukan adalah hukum yang bersandar atas nabi SAW (Habibi, 2020).

     Pengaruh pemikiran Ignaz Goldziher tidak hanya mempengaruhi Mustaf Azami, namun juga Ahmad Amin yang tertuang dalam bukunya “Fajrul Islam”. Berbeda dengan Mustafa Azami yang mengkritik dan membantah ucapan goldziher, berbeda dengannya, justru ia meragukan beberapa tradisi disebabkan pemikiran Goldziher terhadap hadis dan sunnah (Anusantari, 2020). Dalam bukunya, Ahmad Amin menjelaskan bahwa pemalsuan hadis telah terjadi sejak masa nabi SAW dan berkembang pada masa setelah wafatnya nabi SAW, ia memperkuat alasannya dengan hadis nabi SAW “Siapa saja yang dengan sengaja membuat kebohongan terhadapku, maka ambillah tempatnya di neraka”. Sebab katanya tidak mungkin nabi SAW memperingatkan seperti itu apabila sebelumnya belum terjadi pemalsuan perkataan yang bersandarkan nabi SAW yang dilakukan oleh sahabat. Pada masa sahabat lebih banyak menggunakan kekuatan hafalan dibandingkan dengan tulisan dikarenakan hal inilah tidak adanya usaha penulisan hadis, dituturkan oleh Ahmad Amin dalam bukunya (Nurmahni, 2011). Berdasarkan pemikirannya, Ahmad Amin mengkritik salah seorang sahabat yakni Abu Hurairah, dikatakannya bahwa Abu Hurairah banyak meriwayatkan perkataan, perbuatan dan ketetapan nabi SAW berdasarkan hafalannya yang kuat dan banyak berbicara tentangnya namun tidak menuliskannya. Menurutnya hal ini menjadi suatu yang tidak masuk akal mengingat bagaimana bisa seseorang berbicara banyak namun tidak menuliskan suatu hal banyak pula (Kholik, 2015).

     Dalam dunia studi hadis tidak sedikit para intelektual muslim dan orientalis yang mengkritik hadis dan sunnah nabi SAW, salah satunya Ignaz Goldziher. Cara mengkritik hadis versi Goldziher telah banyak diikuti oleh Mahmud Abu Rayyah yang tertuang dalam bukunya “Adhwa ‘Ala as Sunnah al-Muhammadiyyah” (Anusantari, 2020). Dalam bukunya ia menjelaskan bahwa hadis yang bertentangan dengan sains adalah hadis yang dhaif. Abu Rayyah memiliki keahlian dalam bidang sastra, dalam salah satu literatur dikatakan bahwa ia kerap berusaha membedah dan menganalisis literature Arab yang berkaitan dengan hadis nabi SAW. Bila didapatinya hadis yang tidak sesuai dengan kaidah dan sastra Arab, maka ia menganggap hadis tersebut bukanlah dari nabi SAW. Berbagai sumber mengatakan bahwa pemikiran-pemikiran Abu Rayyah di pengaruhi oleh kaum orientalis, terkhusus pada Ignaz Goldziher, dikatakan juga bahwa Abu Rayyah adalah murid dari Goldziher saat berguru di Mesir (Sochimin, 2012).

  1. Leason Learn Pemikiran Ignaz Goldziher

     Terdapat literatur-literatur yang membahas motivasi orientalis dalam mengkaji dunia keislaman salah satunya adalah mengadakan penelitian dan penerbitan, begitupun Goldziher. Motivasi Goldziher yang melahirkan berbagai karya dan pemikirannya tentang hadis dan sunnah yang banyak menuai kritik tentang perkataannya bahwa hadis adalah manuskrip atau dokumen hasil sejarah dan politik yang sengaja dibuat oleh para pemimpin dua abad pertama (Supian, 2016). Motivasi orientalis yang menghasilkan beragam latar belakang pemikiran menggambarkan bahwa dalam menuangkan hasil pemikiran dan menghasilkan suatu karya tidak didapatkan dengan waktu yang singkat, namun bertahun-tahun dan dengan dasar pemikiran yang kuat.

     Dengan adanya pemikiran-pemikiran dari orientalis tentang hadis dan sunnah, salah satunya pemikiran yang berasal dari Ignaz Goldziher, menguraikan kembali betapa pentingnya mengetahui gambaran secara jelas mengenai sejarah dan latar belakang literature-literatur kitab hadis yang hadir sampai saat ini, sehingga dapat memberikan gambaran secara jelas tentang langkah-langkah mempertahankan as-Sunnah (Kaharuddin, Anwar Sadat, 2019). Dalam perkembangan ilmu yang senantiasa berkembang dan pemikiran-pemikiran yang lahir dari berbagai kritis berpikir akan menghasilkan berbagai pemahaman baru yang tidak memungkinkan bahwa hal tersebur akan sejalan dengan al-Qur’an dan Sunnah nabi SAW, dari hal ini dapat diketahui betapa pentingnya menuntut ilmu, mengatahui bagaimana latar belakang pemikiran tersebut dapat lahir, mengetahui implikasi-implikasi apa yang timbul dari pemikiran-pemikiran tersebut. Dengan mengetahui hal-hal tersebut dapat menghindarkan pemahaman yang tidak sejalan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.

Kesimpulan

Latar belakang keluarga Ignaz Goldziher yang berlatarkan Yahudi membuat pemikiran-pemikiran akan agama Yahudi tentu sangat melekat dalam dirinya. Ia mendalami ilmu tentang kitab-kitab Yahudi di usia yang cukup belia membuat ilmu itu menjadi landasan dalam berpikirnya.

Saat di usia yang mendekati dewasa ia dihadapkan dengan dunia pendidikan tentang Islam, yang dalam kitabnya ditegaskan bahwa ia adalah penyempurna dari kitab sebelumnya yakni Taurat yang telah dipelajari Ignaz Goldiziher. Namun yang menjadi fokus dalam pendidikannya ialah tentang aliran-aliran teologi dalam Islam dan tentang hadis dan sunnah.

Ignaz Goldziher adalah seorang orientalis yang latar belakang pendidikannya ditemukan cukup banyak karya-karya nya tentang Islam itu sendiri. Hal ini membuktikan bahwa ia telah melakukan penelitian-penelitian yang cukup mendalam dalam pandangannya.

Ignaz Goldziher menuangkan pemikirannya tentang hadis dan sunnah. Ia berpendapat hadis dan sunnah adalah dua hal yang berbeda. Hadis adalah dokumen hasil sejarah atau manuskrip sejarah yang dibuat oleh para sahabat, sedangkan sunnah adalah kebiasaan atau tradisi yang melekat pada orang arab dan sudah ada semenjak pra-islam yang ketika Islam datang mengadopsi istilah sunnah dan melakatkannya pada segala perbuatan yang bersandarkan nabi SAW.

Referensi

Abdul Rohman, Amir Sahidin, Yusuf Al Manaanu, Muhammad Nasiruddin. (2021). Problem Otentitas Hadits(Kritik Musthafa Azami terhadap Pemikiran Ignaz Goldziher). Zawariyah; Jurnal Pemikiran Islam .

Ahmad, L. T. (2015). Ignaz Goldziher: Kritikus Hadis Dan Kritikus Sastra. Jurnal Holistik Al-Hadis , 44.

Albab, M. U. (2021). Menyoal Koneksitas Kritik Hadits Ignaz Goldziher Dan Joseph Schacht. An-Nisa’ : Jurnal Kajian Perempuan & Keislaman , 24.

Anusantari, I. (2020). Perspektif Orientalis dalam Mengkaji Hadis dan Bantahan Kaum Muslimin; Perspektif Ignaz Goldziher, Joseph Franz Schacht dan Mustafa Azami. Riwayah; Jurnal Studi Hadis .

Dudi Permana, Arzam,Muhammad Ridha DS, Muhammad Yusuf, Doli Witro. (2021). Studi Komparatif atas Pemikiran Ignaz Goldziher dan Joseph Schact Tentang . Diroyah: Jurnal Studi Ilmu Hadis 6 , 57.

Fakhruddin. (2009). Pembentukan, Perkembangan Dan Pembaharuan Hukum Islam Dalam Tinjauan Orientalis. De Jure, Jurnal Syariah Dan Hukum .

Habibi, M. D. (2020). Pandangan Ignaz Goldziher Terhadap Asal-Usul; Munculnya Hadis Nabi Muhammad Saw. Aktualita Jurnal Penelitian Sosial Dan Keagamaan .

Hasan, P. (2022). Kajian Hadis di kalangan orientalis. Edusifa: Jurnal Pendidikan Islam , 116.

Idris. (2018). Pandangan Orientalis Tentang Hadis sebagai sumber hukum. Jurnal al-Thiqah , 26.

Iffah, U. (2016). Pandangan Orientalis Terhadap Sunnah Telaah Kritis atas Pandangan Goldziher. jurnal Kontemplasi .

Isnaeni, A. (2012). Pemikiran Goldziher Dan Azami tentang penulisan Hadis. Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam .

Kaharuddin, Anwar Sadat. (2019). Fungsi dan Manfaat Cabang-Cabang Hadis dalam Perspektif Studi Hadis. Jurnal Ilmiah Mandala Education , 352.

Karim, A. (2018). Pergulatan Hadis di Era Modern. Riwayah: Jurnal Studi Hadis , 172.

Kholik, A. (2015). Sunnah Dalam Perspektif Orientalis. Jurnal Nur El-Islam .

Nurmahni. (2011). Ahmad Amin: Kritik dan Pemikirannya tentang hadis. Jurnal Khatulistiwa; Journal Of Islamic Studies , 81.

Nurul Naffa Lutfia, Suci Indah Sari, Tiara Azzahra Hidayah, Yeni Huriani, Mochamad Ziaul Haq. (2022). Pemikiran Orientalis Ignaz Goldziher terhadap Hadis dan Sunah. Alhamra; Jurnal Studi Islam , 96.

Permana, A. K. (2019). Diferensiasi Sunnah dan Hadis dalam Pandangan Ignaz Goldziher. Jurnal at-Tadbir , 24.

Rohmansyah. (2015). Hadis dan Sunah Dalam Perspektif Ignaz GoldzihER. Al-majaalis; Jurnal Dirasat Islamiyah .

Saehudin, A. (2015). Kedudukan Sanad (Transmisi Hadis Nabi SAW) Menurut para ulama klasik. Jurnal holistik al-hadis , 58.

Setiawati, C. (2018). Kajian Orientalis Ignaz Goldziher tentang Hadis dan Sunnah. Journal Of Qur'n And Hadth Studies , 154.

Sochimin. (2012). Telaah Pemikiran Hadis Mahmud Abu Rayyah dalam buku "Adwa 'Ala al-Sunnah al-Muhammadiyah". Hunafa: Jurnal Studia Islamika , 227.

Supian, A. (2016). Studi Hadis di Kalangan Orientalis. Nuansa , 33.

Syarifuddin, Moh. Zaiful Rosyid. (2019). Persoalan Otentisitas Hadis Perspektif Ignaz Golziher. Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan .

Ulumuddin. (2020). Pemetaan Penelitian Orientalis Terhadap Hadis Menurut Harald Motzi . Al-Bukhari: Jurnal Ilmu Hadis , 91.

Wahid, A. H. (2019). Peta Perdebatan Akademik dalam Kajian Hadis. Jurnal Refleksi .

 

 

Ikuti tulisan menarik The Moon lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu