x

Gus Dur. Wikipedia

Iklan

Geza Bayu Santoso

Philosophy Student, Faculty of Ushuluddin and Islamic Thought, State Islamic University Sunan Kalijaga Yogyakarta
Bergabung Sejak: 26 April 2023

Senin, 25 September 2023 12:08 WIB

Seni Memahami Politik Gus Dur (2)

Gus Dur memang tak lama menduduki kursi sebagai Presiden Indonesia, hanya sekitar 21 bulan. Meski demikian, capaian Gus Dur dalam reformasi politik berdampak besar untuk masyarakat Indonesia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

K.H Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memang tak lama menduduki kursi sebagai Presiden Indonesia, beliau menjabat kurang lebih 21 bulan (20 Oktober 1999 s/d 23 Juli 2001). Meski terbilang singkat, capaian Gus Dur dalam konteks reformasi politik berdampak besar untuk masyarakat Indonesia, saya masih ingat betul saat mewawancarai penduduk Pecinan Semarang, senyum lebar masyarakat muncul saat nama Gus Dur kami lontarkan.

Bayangkan, betapa menyedihkannya menjadi etnis Tionghoa kala itu, memiliki nama yang berbau Tionghoa dilarang, mengekspresikan budaya tak boleh, merayakan hari raya dibelenggu, tentu hanya sesak dada yang tersisa. Gus Dur mengubah semuanya lewat Peraturan Presiden No.6 Tahun 2000. Ia mengembalikan hak masyarakat Tionghoa untuk bebas mengekspresikan agama dan adat yang ada, barongsai contohnya.

Religious Freeedom hanyalah satu dari sekian banyak akrobat politik yang dilakukan Gus Dur. Jika Indonesia kita ibaratkan transportasi roda empat, maka Gus Dur adalah sopir dari sebuah mobil yang hancur: ban kempis, mesin rusak, oli waktunya ganti, rem tidak berfungsi normal, dan body mobil penyok di beberapa bagian. Inilah kondisi Indonesia saat Gus Dur menjabat sebagai presiden.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Capaian Kepresidenan Gus Dur

Menjadi pemimpin memang tidak mudah, apalagi menjabat Presiden di sebuah negara yang baru saja keluar dari pola kepemimpinan diktator. Ketidakstabilan politik adalah gambaran Indonesia saat Gus Dur memimpin. Namun, ketangkasan dan pengalaman panjang yang sudah beliau lalui, membawa masa kepresidenannya pada capaian yang reformis dalam beberapa bidang.

Desentralisasi adalah langkah yang secara serius diambil Gus Dur, sebab salah satu elemen penting demokrasi adalah desentralisasi, tujuannya untuk memberdayakan pemerintah daerah dan memberikan otonomi khusus agar daerah dapat berkembang sesuai dengan daya guna yang ada. Desentralisasi juga mempercepat pelayanan kepada rakyat dan memperkuat kontrol masyarakat terhadap pemerintah daerah.

Pada intinya tujuan besar desentralisasi adalah mendekatkan masyarakat dengan pemerintah. Namun, dalam perjalanannya, misi suci ini banyak disalahgunakan untuk praktik korupsi, tantangan utama desentralisasi adalah kecakapan dan kompetensi penyelenggaraan pemerintah daerah, korupsi masif terjadi karena pemimpin daerah memiliki kewenangan utuh atas penggunaan APBD. Ini yang sedang masif terjadi sekarang.

Saat orde baru, komunikasi dan jurnalisme berjalan satu arah, pers diatur ketat agar sejalan dengan keinginan pemerintah orde baru, komunikasi dua arah yang jadi elemen penting demokrasi tidak terwujud kala itu. Gus Dur memprakarsai kebebasan pers dengan membubarkan Departemen Penerangan, tujuannya agar jurnalisme berjalan lebih baik, kritis dan demokratis.

Mas Butet Kartaredjasa merayakan 25 tahun reformasi dengan menulis opini di kompas berjudul orde beja. Uraian menarik yang mengajak anak muda untuk bersyukur atas kebebasan yang ada, kita bisa menulis dengan tenang, oposisi teriak tanpa beban, pikiran tak dibelenggu oleh negara. UU ITE memang jadi masalah, tapi tak bisa dipungkiri bahwa demokrasi kita jauh lebih baik, terutama soal kebebasan berekspresi.

Gus Dur menjadikan politik Indonesia makin inklusif, beliau mendorong warga negara untuk terlibat dan memastikan bahwa keputusan politik relevan dengan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Beliau juga easy going terhadap siapapun, bahkan bekerja sama dengan mereka yang berbeda atau jadi oposisi saat ia menjabat, ini yang menjadikan Gus Dur begitu melekat dengan padanan kata humanis.

Menguatkan daya tawar Indonesia di meja internasional juga jadi fokus Gus Dur dalam misi reformasi politik, kuantitas lawatan yang kelewat banyak ini menjadikan Gus Dur dijuluki  Presiden Wisatawan. Kala itu, Indonesia memang perlu melakukan diplomasi politik internasional, mengingat situasi negara yang serba tidak stabil dan kerja sama adalah upaya terbaik untuk memecah kebuntuan.

Pemerintahan Gus Dur menaruh fokus khusus atas pelanggaran HAM dan berkomitmen untuk terus menjaga hak asasi manusia di Indonesia. Beliau punya kekhawatiran kepada Islam dan relasinya dengan HAM, sebab banyak pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di negara yang mayoritas muslim. Kepedulian Islam terhadap hak asasi manusia akan terdengar kosong jika pelanggaran HAM terus terdengar dalam praktik sosial.

Manuver beliau dalam memperjuangkan hak asasi manusia juga seringkali sulit dipahami, Gus Dur tak hanya berbicara perihal konsep HAM yang ideal, namun juga membuktikannya dengan langkah nyaata. Banyak bukti konkret untuk menjelaskan betapa besarnya kepedulian Gus Dur terhadap hak asasi manusia, beliau selalu terdepan terdepan jika ada yang tertindas. Tanpa kepedulian terhadap HAM, kita tak akan mengenal Gus Dur sebagai sosok humanis emansipatoris.

Memberantas korupsi, masalah bangsa satu ini memang jadi isu yang menyebalkan, tiap pemilu kita musti disuguhkan komitmen bakal calon presiden untuk menumpas korupsi dari tanah Indonesia. Namun, praktiknya bisa kita lihat sendiri, tak ada kemauan politik yang serius untuk menyelesaikan parasit bernama korupsi. Gus Dur punya komitmen tinggi untuk memberantas korupsi, ya meskipun tak banyak yang ia capai. KPK baru dibentuk tahun 2003 saat masa kepemimpinan Megawati atas inisiasi Gus Dur.

Memahami Akrobat Gus Dur

Tak akan bosan mengutip kalimat indah satu ini, bahwa Gus Dur tak akan seperti yang kita kenal kalau akrobat politik yang ia lakukan biasa-biasa saja. Beliau selalu punya cara yang sulit dipahami masyarakat, bahkan orang terdekat, tapi kalau soal ceramah di akar rumput, jangan tanyakan lagi kualitas Gus Dur, beliau adalah pendakwah yang membumi, menyulap hal remeh temeh jadi kebijaksanaan hidup yang mudah dipahami.

Akrobat Gus Dur mengembalikan nama Papua yang dulunya Irian Jaya bukanlah jalan politik tanpa alasan. Langkah ini sengaja dilakukan dengan alasan yang asik. Kata Irian kalau diterjemahkan dari bahasa arab, maka artinya adalah telanjang, sungguh ini tak elok jika harus digunakan sebagai nama daerah. Merubah nama juga erat kaitannya dengan mengubah nasib, seperti keyakinan orang dahulu yang mengubah nama anak agar nasibnya jadi lebih baik.

Sikap Gus Dur dalam politik memang nampak tidak konsisten, kadang berpihak kepada minoritas dan kadang juga membela mayoritas, inilah konsekuensi jika kita menjadikan konsep moderat sebagai landasan hidup, keberpihakan tak bergantung pada golongan, tapi mencengkram kuat kaidah keseimbangan yang fokus dengan misi kebaikan, kemanusiaan, dan demokrasi.

Hal besar yang ingin Gus Dur wujudkan adalah tertanamnya spiritualitas dalam praktik politik. PKB besutan beliau mengusung tujuan untuk mengintegrasikan politik dengan agama (spiritualitas). Bukan bermaksud menegasikan akal dan menuhanakan hati dalam bertindak, interkoneksi agama dan politik diharapkan mampu menjaga moral dan membatasi politisi saat hendak bertindak ngawur.

Keberpihakan terhadap minoritas bukanlah hal mudah, banyak pemimpin Indonesia yang tak mau melakukan hal ini, alasannya karena takut kehilangan suara mayoritas. Bagi politisi, kehilangan suara mayoritas adalah hal yang membawa malapetaka bagi koalisi atau kepentingan. Beda lagi dengan negarawan, pemimpin yang negarawan tak begitu risau dengan angka-angka kuantitatif.

Gus Dur punya langkah politik yang otonom, ia tak harus memuaskan siapapun, sebab kala itu biaya politik tak semahal sekarang. Pemimpin Indonesia saat ini begitu terbebani dengan biaya politik, akhirnya fokus pembangunan mereka terpecah menjadi dua, membahagiakan investor yang memberikan modal saat pencalonan dan menuntaskan janji kampanye yang sudah mereka tebar.

Masa kepemimpinan yang sangat singkat ini, Gus Dur banyak dibebani dengan beberapa tugas reformasi yang mandek saat masa kepemimpinan Pak Habibie. Presiden ke-empat Indonesia adalah orang baru yang diharapkan mampu menjalankan semangat reformasi, menyetir mobil bobrok bernama Indonesia, tak mudah memang,  sampai sang sopir harus dimakzulkan karena satu dan lain hal.

(Catatan Ngaji Gus Dur dan Demokrasi, Gusdurian Academy 2023)

















Ikuti tulisan menarik Geza Bayu Santoso lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB