Pendidikan adalah pangkal tolak yang mendasari kemajuan suatu bangsa. Di ujung timur Indonesia, tepatnya di tanah Papua yang subur, pendidik-pendidik merangkul semangat kurikulum merdeka sebagai langkah maju yang membawa harapan bagi pendidikan di sana. Inisiatif ini bukan hanya sebuah tindakan inovatif, melainkan juga cermin dari tekad guru-guru untuk memberikan pendidikan yang lebih baik dan lebih relevan bagi anak-anak Papua.
Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik (YPPK) di Manokwari Sorong adalah salah satu contoh nyata semangat inovatif ini. Dalam sebuah forum dan diskusi yang menggugah, lebih dari 300 guru dari berbagai tingkat pendidikan - mulai dari TK hingga SMA - berkumpul selama lima hari penuh, dari tanggal 25 hingga 29 September 2023.
Salah satu pencapaian yang patut diapresiasi adalah komitmen para guru untuk mengintegrasikan konteks Papua ke dalam setiap pelajaran di kelas. Mereka sadar bahwa buku-buku yang biasa digunakan seringkali tidak sejalan dengan realitas Papua. Sebagai contoh, konsep museum yang sering muncul dalam buku-buku kurang relevan bagi anak-anak Papua yang mungkin lebih mengenal alam daripada artefak museum. Kesadaran akan pentingnya konteks dalam pendidikan adalah tonggak penting, karena pendidikan sejatinya harus menghormati dan mencerminkan budaya serta realitas lokal.
Masalah bahasa juga menjadi sorotan dalam forum ini. Bahasa ibu di Papua seolah terabaikan dalam buku-buku pelajaran resmi. Padahal, bahasa ibu memiliki peran sentral dalam pembelajaran awal anak-anak Papua. Para guru di forum ini telah menyadari urgensi memperkuat penggunaan bahasa ibu dalam pendidikan. Upaya mereka untuk memodifikasi bahan ajar dan perangkat pembelajaran agar sesuai dengan konteks Papua adalah langkah positif yang patut dicontoh.
Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan kepada para guru untuk berkreasi dalam pengembangan pendidikan. Mereka merasa didukung dan dihargai dalam upaya mereka untuk memberikan pendidikan yang lebih relevan dan bermakna bagi siswa-siswi mereka. Kurikulum Merdeka, sesuai dengan kata-kata Bapak Simon, ketua YPPK Sorong, memberi "kemerdekaan pada setiap guru untuk berkreasi."
Walaupun agenda forum ini panjang dan melelahkan, peserta tetap bersemangat. Bagi sekolah-seskolah yang berada di pedalaman, inisiatif seperti ini memiliki nilai yang sangat tinggi. Mereka sering kesulitan mencari bahan ajar dan sumber belajar yang sesuai dengan realitas mereka. Forum ini memberikan inspirasi bahwa sumber belajar bisa ditemukan di sekitar alam mereka, sehingga proses pembelajaran tetap bermakna, bahkan di daerah pedalaman yang terpencil.
Semangat dan kerja keras para guru di Papua dalam menyambut Kurikulum Merdeka adalah suatu prestasi yang patut diacungi jempol. Mereka tidak hanya mengubah pendekatan mereka dalam mengajar, tetapi juga menjadi perwujudan dari harapan untuk memberikan pendidikan yang lebih baik dan lebih relevan bagi generasi muda Papua. Dengan menekankan konteks lokal dan penggunaan bahasa ibu, mereka turut serta dalam membentuk masa depan yang cerah bagi anak-anak Papua yang merupakan harapan masa depan bangsa. Inilah langkah maju yang tidak hanya layak diapresiasi, tetapi juga menjadi inspirasi bagi dunia pendidikan.
Ikuti tulisan menarik Apri Damai Sagita Krissandi lainnya di sini.