x

Aspal. Ilustrasi Pembangunan Jalan

Iklan

Indŕato Sumantoro

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 12 Juli 2020

Jumat, 29 September 2023 07:10 WIB

100 Tahun Usia Aspal Buton, Bukan Hanya Sekedar Angka-angka

Di hari Ulang Tahun aspal Buton yang ke 100, aspal Buton sangat berduka, merintih, dan menangis tersedu-sedu. Mengapa pemerintah Indonesia masih belum mau mewujudkan hilirisasi aspal Buton?. Padahal seharusnya pemerintah Indonesia sudah sejak dulu patuh dan berani melaksanakan UUD’45, Pasal 33, Ayat 3.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pada tahun 2024, aspal Buton akan genap berusia 100 tahun. Apakah pak Jokowi sudah tahu mengenai hal ini?. Kemungkinan besar pak Jokowi tidak tahu. Karena kalau pak Jokowi sudah tahu, tentunya pak Jokowi sudah mempersiapkan sebuah hadiah yang paling indah dan istimewa untuk aspal Buton. Adapun hadiah itu sejatinya adalah berupa sudah terwujudnya industri hilirisasi aspal Buton.

Tidak terasa, tahun depan usia aspal Buton akan 100 tahun, atau 1 abad. Apa yang sudah aspal Buton capai di dalam usianya yang ke-100? Ironinya, masih belum ada apa-apa. Sungguh sangat memilukan sekali. Aspal Buton masih belum mampu mensubstitusi aspal impor. Jadi selama ini apa saja yang sudah pak Jokowi perbuat untuk aspal Buton? Mungkin sudah banyak sekali yang telah pak Jokowi perbuat untuk aspal Buton. Tetapi mirisnya, semua janji-janji pak Jokowi itu tidak ada satupun yang terbukti dan menjadi kenyataan. Adapun kesannya, apa yang sudah pak Jokowi lakukan selama ini untuk aspal Buton hanyalah merupakan pencitraan semata.

100 tahun usia aspal Buton, bukan hanya sekedar angka-angka. Dari mana kita harus memulai kisahnya? Sejarah aspal Buton dimulai sejak zaman Belanda menjajah Nusantara. Aspal Buton untuk pertama kali ditemukan oleh seorang Geolog Belanda yang bernama W.H. Hetzel pada tahun 1924. Dalam perjalanan waktu, penguasaan konsesi kawasan penambangan aspal Buton selama 30 tahun diberikan kepada seorang pengusaha Belanda yang bernama A. Volker di bawah bendera perusahaan N.V. Mijnbouw en Cultuur Maschappij Buton.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kala berakhirnya perang pacific, Belanda meninggalkan Indonesia. Dengan demikian penguasaan konsesi pertambangan aspal Buton juga ikut ditinggalkan. Pada saat peralihan kependudukan Jepang sama sekali tidak tercatat adanya kegiatan penambangan batuan aspal Buton. Barulah setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1954 pengelolaan aspal Buton mulai kembali dikelola oleh negara, setelah perusahaan Belanda dinasionalisasi menjadi “Jawatan Jalan-jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga”.

Selanjutnya, pada tahun 1961 dibentuk Perusahaan Aspal Negara (PAN) untuk pengelolaan aspal Buton. Pada tanggal 30 Januari 1984, Perusahaan Aspal Negara ini berubah menjadi PT Sarana Karya (Persero). Perubahan status badan usaha ini di latar belakangi oleh menipisnya jumlah deposit aspal Buton dengan kandungan bitumen tinggi. Sehingga diperlukan cara-cara dan teknologi baru untuk mengolah dan memproduksinya.

Pada tahun sekitar 1980, untuk pertama kalinya Indonesia melakukan impor aspal, dengan alasan produksi aspal Buton sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan aspal nasional. Sejak itu, banyak kontraktor jalan mulai beralih pilihan, dan cenderung lebih senang dan menyukai menggunakan aspal minyak impor, karena pelaksanaan pekerjaan hot mix di lapangan lebih mudah, efisien, dan praktis.

Pada tahun 2004, seiiring dengan kenaikan harga minyak bumi yang harganya mencapai kisaran US$ 100 per barel, menjadikan harga aspal minyak juga ikut naik dengan sangat tajam. Hal ini memicu upaya-upaya untuk memanfaatkan kembali aspal alam dari Pulau Buton. Namun karena belum tersedianya teknologi ekstraksi aspal Buton yang handal, ekonomis, dan ramah lingkungan, akibatnya aspal Buton masih belum mampu bersaing dengan aspal minyak impor.

Pada tanggal 24 Desember 2013, PT Wijaya Karya Tbk mengakusisi PT Wijaya Karya (Persero). PT Sarana Karya berubah menjadi PT Wijaya Karya Bitumen. PT Wijaya Karya Bitumen sedang mengembangkan teknologi ekstraksi aspal Buton, sehingga diharapkan akan dapat memproduksi aspal Buton “full” ekstraksi untuk menggantikan aspal minyak impor.

Pada awal Januari 2015, Presiden Joko Widodo menginstruksikan kepada semua jajaran kementerian-kementerian terkait untuk mensubstitusi aspal minyak impor dengan aspal Buton. Sebagai tindak tanjut dari instruksi pak Jokowi tersebut, pada tanggal 9 September 2015, PT Pertamina (Persero) dan PT Wijaya Karya Tbk menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) untuk sinergi pengembangan bisnis Aspal Hibrida dengan grade tinggi di tengah pasar aspal yang terus tumbuh di Tanah Air seiring dengan laju pembangunan infrastruktur nasional. Tetapi sungguh sangat disesalkan sekali, pada tahun 2019, kerja sama antara PT Pertamina (Persero) dan PT Wijaya Karya Tbk ini tidak dilanjutkan dan mangkrak.

Pada tanggal 27 September 2022, pak Jokowi datang berkunjung ke Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Pak Jokowi merasa sangat kesal dan marah, karena pabrik ekstraksi aspal Buton yang telah dibangun oleh PT Wijaya Karya Bitumen ternyata tidak mampu berproduksi. Dalam keadaan geram dan murka, pak Jokowi memutuskan akan stop impor aspal pada tahun 2024. Sejak kedatangan pak Jokowi ke Pulau Buton pada tahun 2022, sampai saat ini tidak ada upaya-upaya sedikitpun yang telah dilaksanakan oleh pemerintah untuk melaksanakan mitigasi, mengantipasi, dan mempersiapkan diri dalam menghadapi momentum akan distop impor aspal pada tahun 2024.

Apa sejatinya hal-hal positip yang telah dicapai oleh aspal Buton dalam perjalanan waktu menuju 100 tahun ini? Sejarah telah mencatat bahwa pada tahun 2021, PT Kartika Prima Abadi (KPA) sudah mampu memproduksi aspal Buton ekstraksi sebesar 100.000 ton per tahun. Dan diharapkan KPA akan mampu meningkatkan produksinya pada tahun-tahun yang akan datang.

Dan apa sejatinya hal-hal negatip yang telah dialami oleh aspal Buton selama ini? Indonesia sudah 43 tahun lebih mengimpor aspal. Pada saat ini Indonesia mengimpor aspal sebesar 1,2 juta ton per tahun. Atau senilai US$ 900 juta per tahun. Namun yang paling menyedihkan dan mengecewakan bagi aspal Buton adalah tidak ada upaya-upaya sedikitpun dari pemerintah untuk mau mewujudkan hilirisasi aspal Buton. Padahal pada tahun 2045, merupakan tahun Indonesia Emas, dimana diharapkan Indonesia sudah akan mampu berswasembada aspal. Adapun hal ini sudah sangat sesuai dengan UUD’45, Pasal 33, Ayat 3, yang berbunyi: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Di hari Ulang Tahun aspal Buton yang ke 100, aspal Buton sangat berduka, merintih, dan menangis tersedu-sedu. Mengapa pemerintah Indonesia masih belum mau mewujudkan hilirisasi aspal Buton?. Padahal seharusnya pemerintah Indonesia sudah sejak dulu patuh dan berani melaksanakan UUD’45, Pasal 33, Ayat 3, yang sudah jelas-jelas mengatakan: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.  Semoga saja dalam memperingati 1 abad aspal Buton ini, rakyat Buton mulai bangkit dan berani berjuang dengan sekuat tenaga demi untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton.

Ikuti tulisan menarik Indŕato Sumantoro lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB