x

Konflik agraria terjadi di Pulau Rempang, 8 September 2023. Hal itu bermula sejak hadirnya Badan pengusahaan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) sebagai Otorita Batam. Otorita itu memiliki hak pengelolaan atas seluruh tanah di wilayah tersebut. Pulau Rempang menjadi salah satu pulau yang dikelola BP Batam. Pulau Rempang hendak dikosongkan untuk membuat proyek Rempang Eco City. Pulau itu sendiri dianggap sebagai kawasan hutan meskipun dihuni oleh sekira 7.500 penduduk. ANTARA

Iklan

musdalifah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 17 Juli 2022

Sabtu, 30 September 2023 17:54 WIB

Rempang, Milik Siapa?

Masyarakat Rempang sudah pasti tidak terima dengan perlakuan pemerintah yang semena-mena. Mereka terusir di kampung halaman sendiri. Mereka berusaha mempertahankan hak atas tanah Ulayat yang dianggap sebagai warisan nenek moyang masyarakat adat di Pulau Rempang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Rempang, Milik Siapa?

Pulau Rempang termasuk wilayah administratif pemerintah kota Batam. Salah satu kota metropolitan yang diberi julukan kota industri dengan ikon jembatan Barelang(Batam-Rempang-Galang). Pulau Rempang masuk dalam Proyek Strategi Nasional (PSN) 2023. Hal ini didasarkan pada Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.

Pulau Rempang akan dikembangkan menjadi Rempang eco city oleh PT Makmur Elok Graha. Melalui tanda tangan MOU oleh menteri investasi Bahlil Lahadalia, serta disaksikan langsung Presiden Joko Widodo. Namun sayang kebijakan tersebut hanya diputuskan oleh para penguasa, sedangkan rakyat menjadi korbannya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Salah satu butir penting dalam MOU tersebut, pemerintah harus menyediakan dan memenuhi kesiapan tanah prioritas seluas 1.154 hektare dengan penyerahan tanah dalam kurun waktu 30 hari. Karena itulah pemerintah secara buru-buru memaksakan pembebasan lahan Rempang.

Masyarakat Rempang sudah pasti tidak terima dengan perlakuan pemerintah yang semena-mena. Mereka terusir di kampung halaman sendiri. Mereka berusaha mempertahankan hak atas tanah Ulayat yang dianggap sebagai warisan nenek moyang masyarakat adat di Pulau Rempang.

Tanah ulayat adalah bidang tanah yang di atasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu. Posisinya kewenangan ini memperbolehkan masyarakat untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidupnya. Jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, warga Rempang telah bermukim dan menjalani kehidupan disana.

Mirisnya pemerintah mengklaim tidak ada hak kepemilikan dan pemanfaatan oleh warga rempang. Karena itu kebijakan pemerintah terhadap rempang adalah bentuk pengosongan bukannya penggusuran. Terlebih lagi warga Rempang tidak memiliki sertifikat tanah.  Anehnya, pada tahun 2001 pemerintah pusat dan BP Batam menerbitkan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) untuk perusahaan swasta yang hari ini berada di tangan PT Makmur Elok Graha.

Tentu ini adalah sebuah penindasan terhadap rakyat. Menyoal legalitas lahan yang dipersoalkan hari ini tentu menambah masalah. Jauh sebelum berbagai aturan sertifikat itu lahir, mereka sudah lama bermukim disana. Jika pemerintah mampu memberikan sertifikat ke perusahaan swasta, mengapa hal itu tidak diberikan kepada rakyatnya?

Keberpihakan Pemerintah

Konflik Rempang bukanlah kasus yang pertama. Dalam delapan tahun kepemimpinan Jokowi ada 2.710 konflik agraria yang terjadi di seluruh Indonesia. Sejauh itu pun belum ada solusi nyata untuk mengatasinya. Memang benar pemerintah telah memberikan kompensasi berupa rumah susun hingga menyekolahkan putra-putri Rempang. Akan tetapi kepercayaan rakyat telah sirna. Penolakan relokasi jelas bukan tanpa alasan.

Janji pembangunan seharusnya memberi kabar bahagia akan terwujud kesejateraan pada rakyat. Proyek besar Rempang eco city pada mulanya hanya ingin membangun pabrik kaca terbesar di dunia buatan Cina. Tindakan pengosongan bisa dikatakan terlalu berlebihan. Bisa jadi bukan sekadar itu, hal ini dilakukan agar menjadikan Rempang sebagai titik sentral sebagaimana Singapura. Namun nyatanya rakyat tak bergeming atas janji manis kesejahteraan yang memang tidak akan bisa terwujud, mereka menolak meninggalkan Rempang.

Berbagai fakta sudah sangat banyak, menunjukkan pemerintah tidak berpihak kepada rakyat. Tentu ini patut dicurigai, begitu mudahnya memberikan sertifikat kepada perusahaan.

Di bawah naungan Kapitalisme, dimana pemilik modal menjadi pemegang kendali. Pemerintah hanya sebagai pembuat aturan, melegalisir kebijakan yang nyatanya tidak menguntungkan negara. Kapitalisme dengan asas kebebasan, menyengsarakan rakyat. Siapa saja bebas memiliki, asalkan memiliki uang. Kesenjangan ekonomi pun pasti terjadi.

Kepemilikan dalam Islam

Kepemilikan dalam Islam jelas, diantaranya.

Pertama kepemilikan individu, bersifat perseorangan dan setiap orang berhak mendapatkan kekuasaan atas sesuatu yang dimiliki. Kepemilikan individu cukup didapatka dengan mematok pada lahan uang ingin dikelola. Adapun jika lahan yang dimiliki berlebih sehingga tidak mampu untuk dikelola. Menjadi tugas negara mengambil alih kepemilikannya.

Dari Rafi' bin Khadij RA berkata; Rasulullah bersabda; barang siapa menanam tanaman di lahan seorang kaum tanpa seizinnya, maka ia tidak berhak mendapatkan hasil tanamannya sedikitpun dan walaupun ia telah mengeluarkan modal untuk mengelolanya" (HR Abu Daud).

Kedua kepemilikan umum, bersifat umum dan hanya diperuntukkan untuk rakyat. Kepemilikan umum harus dikelola oleh negara dan manfaatnya harus  diberikan kepada masyarakat.

Dari Ibnu Abbas RA berkata; sesungguhnya Nabi SAW bersabda; orang muslim berserikat dalam 3 hal yaitu: air, rumput (pohon), api (bahan bakar), dan harganya haram. Abu said berkata maksudnya: air yang mengalir" (HR. Ibnu Majah).

Misalnya saja negara diwajibkan mengelola secara langsung berbagai tambang dalam negeri. Hasilnya diberikan langsung untuk rakyat, baik secara gratis ataupun dengan sedikit biaya karena dana operasional. Adapun jika hasilnya berlebih, maka akan disimpan di baitul mal(keuangan negara).

Ketiga kepemilikan negara

Kepemilikan oleh negara  haknya dimiliki oleh seluruh rakyat. Negara berhak mengelola dengan ketentuan yang sesuai dengan hukum syara’. Berbeda dengan kepemilikan umum yang tidak boleh diberikan kepada individu, kepemilikan negara dapat diberikan kepada individu yang membutuhkan dengan syarat dan ketentuan negara.

Lahan yang dimiliki  oleh individu tapi tidak mampu dikelola  diambilalih oleh negara. Rakyat yang tidak memiliki lahan akan diberikan oleh negara secara gratis. Inilah pengurusan yang dilakukan benar-benar untuk rakyat bukan segelintir orang saja.

Bukan masalah menjadikan Rempang sebagai pusat pembangunan atas nama investasi, namun harus dipahami ada hak rakyat disana. Pemerintah harus memastikan bahwa segala yang dilakukan benar sesuai hukum syariat, sudah pasti membawa kebaikan, keadilan dan kesejahteraan. Wallahualam

Ikuti tulisan menarik musdalifah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler