Ku ajak diriku berbincang berdua. Antara aku dan diriku yang misterius.

Apakah kabar, diriku? Adakah sesuatu yang menyakitimu?

Aku melihat diriku masih saja terpuruk. Ingin sekali bangkit rasanya sulit. Karna sudah terlalu sering jatuh.

Katanya, dia butuh seseorang. Selama ini dia menjadi seseorang yang dibutuhkan banyak orang. Mungkin dia sudah berada di titik puncak kelelahan yang sangat berarti.

Entahlah...

Bagaimana aku bisa mengeluarkanmu dari dalam sana? Dari dalam lembah kecemasan. Ku lihat hari-harimu mulai terasa suram.

Adakah sesuatu yang bisa dilakukan demi menyenangkan hatimu? Kau butuh hiburan. Lebih dari itu sebenarnya. Kau butuh perhatian.

Kapan terakhir kali kau merasakan perhatian itu sendiri? Sebelum akhirnya jiwamu mati walau raga bergerak setiap waktu.

Hari-hari terasa tidak bermakna. Ya, untuk apa juga hidup lama? Pikirku begitu.

Aku melihat lingkaran penuh itu. Semua orang sedang membagikan ceritanya. Sosial media selalu menjadi alat pembanding. Siapapun bebas memposting apapun di halaman milik masing-masing.

Perlahan semua orang melihat ke dirinya sendiri, dan bertanya. Kenapa aku tidak sebahagia itu? Begitulah yang kurasakan.

Sering kali aku merasa ini semua tidak nyata. Tapi kalau benar ini mimpi, kenapa aku tidak pernah terbangun?

Satu per satu, mulai ku tinggalkan. Tak lagi aku akan mengikuti. Ku tinggal semuanya tanpa terkecuali.

Mungkin ada luka di dalam hati yang telah tergores. Ada juga sedikit gejolak untuk bersikap bodoamat. Karna dulu pun aku merasakan hal yang sama. Seperti apa yang orang lakukan pada diri ini disaat sulit "makanan".

Ini keputusan yang sudah bulat. Aku tidak peduli. Paling terpenting adalah aku tidak lagi mengikuti siapapun di sosial media.

Jika ada yang mencari diriku, bertanyalah apakah aku ingin ditemui? Aku masih tetap sama. Menjadi rumah yang baik untuk yang tinggal.

Ikuti tulisan menarik Acha Hallatu lainnya di sini.