x

Iklan

Malik Ibnu Zaman

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 16 Oktober 2022

Sabtu, 14 Oktober 2023 09:46 WIB

Dolak, Angkutan Barang dan Penumpang di Daerah Saya

Di masyarakat Kabupaten Tegal dolak familiar sebagai kendaraan umum masyarakat pegunungan yaitu Bumijawa dan Bojong. Bahkan ketika menjenguk tetangga atau kerabat yang sakit di rumah sakit kabupaten atau kota, pasti datang menjenguk beramai-ramai menyewa dolak.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mode transportasi umum menjadi sebuah hal yang krusial dalam mobilisasi, baik itu barang maupun orang. Ada berbagai macam jenis mode transportasi umum, diantaranya angkot. Nah, angkutan umum antara daerah satu dengan daerah yang lain pasti memiliki perbedaan, baik itu kegunaan maupun penyebutan nama. Perbedaan itulah yang menciptakan sebuah keunikan sendiri.

Saya lahir dan besar di Kabupaten Tegal. Perihal angkutan umum di Kabupaten Tegal itu bermacam-macam, ada elef, angkot, dolak. Ketiganya mempunyai daerah operasi yang berbeda-beda. Misalnya elef ada dua rute yaitu Bumiayu-Tegal dan Bumijawa-Tegal, angkot pun beragam rute, ada Bojong-Slawi, Slawi-Lebaksiu, dan beragam rute lainnya. Dengan kata lain elef dan angkot beroperasi lintas kecamatan. Sementara dolak hanya beroperasi di daerah pegunungan seperti Bumijawa, Bojong menghubungkan desa-desa yang ada di kecamatan tersebut.

Dolak merupakan mobil bak terbuka atau pikap, kegunaannya jelas bukan untuk mengangkut penumpang, tetapi mengangkut barang. Akan tetapi di daerah Bumijawa dan Bojong, angkot bertambah fungsinya menjadi mengangkut penumpang. Ouh iya sedikit informasi, daerah Bumijawa dan Bojong ini letaknya tepat di kaki Gunung Slamet, keduanya dikenal sebagai daerah penghasil sayur terbesar di Tegal. Ada beragam jenis dolak, ada yang dimodifikasi, ada yang tidak. Dimodifikasinya dengan memberikan pagar besi, modifikasi semacam itu baru muncul sekitar 7 tahun belakangan, dulu ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar, semua dolak nggak ada yang dimodifikasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Fungsi modifikasi itu jelas sekali, untuk memberikan rasa aman kepada penumpang, mengingat jalan-jalan di daerah pegunungan yang berkelok-kelok. Para sopir dolak yang melakukan modifikasi dengan memberikan pagar besi mengatakan selain memberikan rasa aman kepada penumpang, juga dimaksudkan untuk menambah kapasitas penumpang. Jika tanpa modifikasi penumpang sebagian duduk, sebagian berdiri, sementara jika dimodifikasi semua penumpang berdiri.

Tiga tahun saya menjadi penumpang setia dolak yaitu ketika duduk di bangku sekolah menengah pertama. Rumah saya di Desa Jejeg, Kecamatan Bumijawa, sementara sekolah menengah pertama saya di ibukota kecamatan yaitu Desa Bumijawa. Om Dirno, demikianlah panggilan saya kepada sopir dolak langganan saya ketika berangkat sekolah. Rumahnya tidak jauh dari rumah saya, maka saya pun cukup menunggu di depan rumah tanpa perlu ke pangkalan. Ketika saya duduk di bangku kelas satu tarifnya Rp 1.500, ketika saya kelas 2 tarifnya naik Rp 500 menjadi Rp 2000.

Dolak Om Dirno ini tidak dimodifikasi, dengan kata lain tidak ada pagar keliling. Barulah ketika saya duduk di bangku kelas tiga diberi pagar keliling. Di tengah banyaknya orang yang mengendarai motor, dolak tetap masih eksis hingga sekarang. Di desa saya kurang lebih ada 10 dolak yang masih bertahan. Adik saya pun ketika duduk di bangku sekolah menengah pertama juga menjadi pelanggan setia dolak Om Dirno.

Ketika pulang sekolah, langganan saya bukan dolak Om Dirno, melainkan dolak Om Andi. Ada sebab mengapa ketika pulang sekolah tidak naik dolak Om Dirno, hal ini dikarenakan dolak Om Dirno ketika pulang sekolah dikhususkan untuk penumpang cewek. Rute Om Andi ini tidak pasti bukan hanya Bumijawa-Jejeg, tetapi juga Bumijawa-Cintamanik. Ketika dia akan mengambil rute Bumijawa-Cintamanik, maka dia akan bilang ke penumpang tujuan Jejeg untuk naik dolak yang lain. Sementara saya dan teman saya Wildan disuruh untuk ikut menemani di ruang kemudi.

“Jalan yang terjal dan berkelok-kelok bikin nggak fokus, supaya fokus harus ada teman ngobrol,” begitulah ujarnya setiap kali kami diajak untuk menemaninya menelusuri rute Bumijawa-Cintamanik. Keuntungan yang saya dan Wildan dapatkan tentu saja ongkos gratis, minuman dan snack, serta diantar sampai depan rumah. Selain itu tentu saja pemandangan perbukitan hijau yang menyejukan, sejauh mata memandang. Ouh iya kami juga bisa melihat dengan jelas Curug Putri, air terjun yang terletak di antara Kabupaten Tegal dan Kabupaten Brebes. Yang bikin nggak enak itu jalannya yang berliku-liku, ditambah lagi rusak parah seperti sungai kering, tentu saja bikin perut mules. Terakhir kali saya berkunjung menelusuri jalan Bumijawa- Cintamanik, 1 tahun lalu sih sudah mulus.

Seperti yang saya ungkapkan di awal dolak dijadikan sebagai angkutan barang utamanya sayur mayur. Jika kita ingin melihat dolak mengangkut sayur mayur datang saja pagi-pagi yaitu jam 5 di pasar yang ada di Tegal. Nah, di Desa Jejeg, desa tempat saya tinggal terdapat pasar, kebetulan dulu saya sering jogging melewati Pasar Jejeg. Pemandangan yang saya lihat, bertumpuk-tumpuk karung sayur ditata di dolak, sementara para penjual sayur naik di atas tumpukan itu.

Di masyarakat Kabupaten Tegal dolak familiar sebagai kendaraan umum masyarakat pegunungan yaitu Bumijawa dan Bojong. Bahkan ketika menjenguk tetangga atau kerabat yang sakit di rumah sakit kabupaten atau kota, pasti datang menjenguk beramai-ramai menyewa dolak. Maka orang Tegal sudah mafhum jika ada rombongan orang yang mengendarai dolak, sudah barang itu masyarakat pegunungan hendak menjenguk tetangga atau kerabat yang sakit di rumah sakit.

Ikuti tulisan menarik Malik Ibnu Zaman lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu