x

Sumber foto: pixabay.com, desain dengan PowerPoint.

Iklan

Sulistiyo Suparno

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 Juli 2023

Senin, 16 Oktober 2023 09:40 WIB

Ketika Nadya Jatuh Cinta

Nadya sudah gede, sudah SMA. Sudah berani melirik cowok.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Cerpen
KETIKA NADYA JATUH CINTA
Oleh: Sulistiyo Suparno

Di sekolah Nadya ada cowok keren banget, namanya Kak Ronny. Kak Ronny itu mahasiswa Teknik Kimia dan karena keahliannya bermain basket, ia mendapat kehormatan melatih tim basket putri di sekolah Nadya.

“Basket? Nggak salah, tuh? Tanganmu kan kecil, mana muat pegang bola?” kata Risa menahan tawa ketika tahu Nadya hendak ikut ekskul basket.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Biarin, yang penting aku mau,” sahut Nadya cuek.

Ketika tahu yang melatih basket keren habis, Risa malah ikutan gabung ekskul basket.

“Nggak malu, tuh? Dulu menghina, sekarang ngebet?” kata Nadya berseloroh.

Risa hanya menyeringai.

Setiap Rabu dan Sabtu sore Nadya dan Risa berangkat bareng. Mereka berangkat paling awal, biar bisa ngobrol dengan Kak Ronny yang selalu sudah menunggu di lapangan. Pelatih yang satu ini memang disiplin banget.

Kalau sedang memberi penjelasan, suara Kak Ronny cowok banget; berat dan empuk. Tongkrongan cowok berkulit sawo matang itu macho; tinggi tegap, rambut cepak, tapapannya bikin cewek deg-degan.

Nadya suka memandang berlama-lama kalau Kak Ronny sedang menyampaikan materi. 

“Nadya, coba kamu praktikkan apa yang saya jelaskan tadi,” perintah Kak Ronny.

Nadya tergeragap.

“A ... apa, Kak?”

“Coba kamu lakukan yang saya jelaskan tadi.”

“Lakukan apa, Kak?”

“Mendrible bola.”

Nadya ragu-ragu bangkit dari duduk bersilanya. Menangkap bola yang dilemparkan Kak Ronny. Nadya bingung, bagaimana cara mendribel bola? Tadi, apa saja yang dijelaskan Kak Ronny, sih?

Masa bodoh. Nadya harus tampil pede, yang penting bola menyentuh lantai, gampang, kan? Nadya segera mendribel. Tetapi ketika bola menyentuh lantai, bola itu mental ke atas tinggi sekali. Nadya berusaha menangkapnya, tetapi luput. Bola itu bergulir menjauh.

“Hahaha ....”

Tawa teman-teman membahana di gedung basket itu. Nadya tersenyum kecut. Nadya melihat Kak Ronny menatapnya dingin. Mungkin marah. Mungkin Kak Ronny tahu kalau Nadya nggak konsen mendengarkan penjelasannya tadi.

Tetapi syukurlah, Kak Ronny akhirnya tersenyum juga. Nadya lega. Kak Ronny memang baik hati, nggak gampang marah.

“Push up, lima kali!” tiba-tiba Kak Ronny berubah jadi sangar. Menatap tajam pada Nadya, dan tangannya menunjuk ke lantai di depannya. 

Tentu saja Nadya kaget bukan alang kepalang. Barusan, dia memuji dalam hati kalau Kak Ronny itu baik hati. Namun, ternyata galak seperti pelatih lainnya.

Takut-takut, Nadya mendekati Kak Ronny, lalu push up di depannya.

“Satu, satu setengah, dua, dua setengah ......, lima. Cukup! Sekarang, kamu kembali ke tempat!” perintah Kak Ronny. 

Nadya menurut, memegang tangannya yang terasa pegal. Beberapa teman tampak menahan tawa. Mereka tidak berani tertawa secara terbuka, karena pasti akan dimarahi sama Kak Ronny.

“Saya ingatkan kalian semua untuk konsentrasi,” kata Kak Ronny. Kemudian cowok itu menatap Nadya. “Dan kamu Nadya. Jangan ulangi lagi. Jangan bengong di lapangan, paham!”

“Ya, Kak. Paham. Maafkan saya, ya, Kak?” jawab Nadya, masih takut-takut.

“Ya, sudah. Sekarang kamu ulangi lagi, mendribel bola,” perintah Kak Ronny.

“Siap, Kak,” sahut Nadya, lalu berdiri, mengambil bola dan mencoba mendribelnya. Namun, gerakan Nadya belum lincah, bola itu lepas dari tangannya, menggelinding ke arah Kak Ronny.

Pelatih itu menghentikan bola yang menggelinding itu dengan kaki kanannya, lalu kakinya melakukan gerakan mengungkit, sehingga bola itu bisa melenting ke atas. Kak Ronny menangkap bola yang melambung di depannya itu.

“Wow, keren!” anak-anak berseru kagum.

“Pelan-pelan saja. Coba ulangi lagi,” ucap Kak Ronny menyerahkan bola pada Nadya.

Gugup, Nadya menerima bola itu.

“Tanganmu gemetar. Kamu belum makan?” tanya Kak Ronny.

“Iya tuh, Kak. Nadya minta disuapin Kak Ronny,” celetuk Risa. Nadya melotot. Teman-teman tertawa.

Kemudian Kak Ronny mengajari Nadya cara memegang bola, teknik mendribel, dan melempar bola. Percaya nggak, Kak Ronny memegang tangan Nadya? Duh, jantung Nadya bergemuruh dahsyat. Senang banget. Wajah Nadya sampai merona merah.

Kasihan teman-teman. Mereka menelan iri melihat Kak Ronny memberikan latihan privat pada Nadya. Mereka kompak berseru, “huuuuu ....”

Nadya sih senyum-senyum saja.
***
Tak terasa sudah satu semester Nadya menjadi murid SMA. Selama itu hati Nadya seperti taman penuh bunga bermekaran.

Hari ini Malam Minggu. Dari jendela kamar, Nadya melihat bulan bersinar bundar. Romantis sekali bila Nadya bisa memandang bulan itu bersama Sang Arjuna.

“Andai saja malam ini Kak Ronny datang dan mengajakku kencan .....” gumam Nadya, angannya melambung tinggi.

Tok tok tok. Suara ketukan pintu.

Byar! Buyar lamunan Nadya. Ia mendengus melihat Kak Widya memasuki kamarnya.

“Pinjam lipgloss-mu yang rasa jeruk, dong. Cowokku mau datang, nih,” kata Kak Widya sambil mencari sesuatu di meja rias Nadya.

“Memangnya cowok Kak Widya suka rasa jeruk, ya?” tanya Nadya.

“Ih, ngeres otak kamu,” sahut Kak Widya lalu mengoleskan lipgloss di bibirnya.

“Kak Widya sudah punya cowok? Kok nggak pernah cerita, sih?”

“Kenalnya juga baru seminggu. Ini kencan pertama kami. Eh, sekalian pinjam syal merahmu, ya?” Tanpa menunggu persetujuan Nadya, Kak Widya langsung membuka lemari pakaian, lalu mengambil syal merah kesayangan Nadya.

Kak Widya yang mahasiswi akuntansi semester 6 itu bergaya di depan cermin.

“Cocok, nggak?” tanyanya.

Nadya hendak menjawab, tetapi terdengar bel rumah berdentang. Ning nong!

“Coba lihat siapa yang datang, Nad. Kali saja cowokku. Aduh, aku grogi, nih. Aku mau merapikan dandananku dulu, biar tampil oke di depan cowokku. Nadya, cepat buka pintunya!”

“Ng...iya, Kak.” Lho, mengapa Nadya ikutan grogi?

Nadya segera membuka pintu rumah. Oh, My God! Mata Nadya membelalak. Kak Ronny berdiri di depannya. Impian Nadya terwujud. Kak Ronny datang di malam Minggu. Nadya tersipu dan dada berdebaran.

“Oh, Kak Ronny? Ah, ya, silakan, silakan masuk, Kak Ronny,” sambut Nadya gugup. Hatinya girang bukan main.

“Terima kasih,” sahut Kak Ronny, lalu duduk di ruang tamu.

Sesaat, Nadya terpukau melihat Kak Ronny berpenampilan necis banget; celana panjang hitam dan kemeja biru polos, ikat pinggang hitam, rambut disisir rapi mengkilat. Dengan penampilan seperti itu, pastilah Kak Ronny akan mengajak Nadya ke restoran.

“Silakan Kak Ronny tunggu di sini, baca-baca majalah dulu. Nadya masuk dulu, ya, Kak?” ujar Nadya, masih gugup. Karena gugup, Nadya malah melangkah ke dapur, tapi segera sadar dan tersenyum malu pada Kak Ronny, lalu melangkah ke jalan yang benar; ke kamarnya di lantai 2.

Ketika mendekati kamarnya, Nadya berpapasan dengan Kak Widya yang sudah tampil cantik banget dengan bibir berkilau.

“Siapa yang datang?” tanya Kak Widya.

Nadya senyum-senyum.

“Ada aja,” sahutnya.

Kak Widya melotot.

“Pakai rahasia segala. Aku turun dulu. Biar kutunggu tamuku di ruang tamu,” kata Kak Widya.

“Ya, Kak. Tolong Kak Widya temani dulu tamu itu. Nadya mau ganti baju dulu,” kata Nadya.

“Mau apa ganti baju segala?” tanya Kak Widya.

Lagi, Nadya senyum-senyum.

“Ada aja,” katanya.

“Yaelah, pakai rahasia lagi. Sudah, ah, buang-buang waktu saja. Sudah, aku turun,” kata Kak Widya.

Di kamar, Nadya bingung mau pakai busana apa. Akhirnya, karena buru-buru, dia memakai celana panjang coklat dan tunik coklat. Semoga busana ini cocok untuk pergi ke restoran bersama Kak Ronny. Oh, ini akan menjadi malam yang indah baginya.

Nadya segera keluar kamar. Sejenak, dia berhenti untuk menarik napas, agar jantungnya yang berdebar tidak membuatnya grogi saat bertemu Kak Ronny di ruang tamu.

“Aku siap. Ini akan menjadi malam yang bersejarah dalam hidupku,” gumam Nadya, lalu melanjutkan langkahnya.

Sampai di lantai bawah, langkah Nadya terhenti lagi. Jantung Nadya seperti mau copot, tubuhnya lemas seketika, saat melihat di ruang tamu Kak Widya dan Kak Ronny bergandengan tangan, melangkah meninggalkan rumah! 

Itu adalah malam yang bersejarah bagi Nadya. Sejarah kelam!
***SELESAI***

 

Ikuti tulisan menarik Sulistiyo Suparno lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler