x

Ilustrasi oleh Pete Linforth Pixabay.com

Iklan

Joseph Hiwakari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 24 Maret 2023

Kamis, 19 Oktober 2023 19:42 WIB

Nanoteknologi dan Masa Depan Indonesia yang Aman Polusi

Nanoteknologi berbicara mengenai sistem penyaringan partikel-partikel halus yang tidak dibutuhkan dan tidak sehat bagi tubuh manusia. Sistem filterisasi ini nantinya akan membuat udara yang dikeluarkan lebih sehat untuk dihirup oleh masyarakat yang berada di sekitar dan tidak mencemari kualitas udara.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

      Polusi udara telah menjadi sebuah permasalahan yang serius di dalam kehidupan kita. Jakarta, sebagai ibu kota negara, diberitakan telah memiliki kualitas udara yang sangat tidak sehat.

      Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah telah menyuntik mati beberapa pembangkit listrik yang menggunakan tenaga batu bara. Selain itu, pemerintah juga telah melakukan tindakan pembilasan udara menggunakan air yang disemprotkan pada awan maupun melalui pemasangan water mist pada gedung-gedung tinggi di ibu kota. Sementara itu, masyarakat mulai sadar untuk menggunakan masker ketika berada di luar ruangan, dan rajin menggunakan transportasi umum.

      Ketika berbicara mengenai transportasi umum dan pembangkit listrik, ada sebuah teknologi yang berperan penting ketika kedua moda tersebut sedang aktif melayani masyarakat di tanah air. Teknologi tersebut, tidak lain dan tidak bukan, merupakan nanoteknologi. Nanoteknologi berbicara mengenai sistem penyaringan partikel-partikel halus yang tidak dibutuhkan dan tidak sehat bagi tubuh manusia. Sistem filterisasi ini nantinya akan membuat udara yang dikeluarkan lebih sehat untuk dihirup oleh masyarakat yang berada di sekitar dan tidak mencemari kualitas udara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

      Kita tidak dapat memungkiri bahwa pemerintah mungkin sedang mengalami fase kalang-kabut menghadapi polusi udara yang berkepanjangan di tanah air. Selain itu, kemarau panjang ditambah dengan fenomena El Nino dan posisi matahari yang tepat berada di atas garis khatulistiwa (atau dikenal sebagai fenomena garis semu matahari) turut membuat intensitas polusi kian menguat. Kendati demikian, masalah tersebut sebetulnya dapat ditangkal apabila nanoteknologi dimanfaatkan secara maksimal dan sebaik-baiknya.

     Pertama, perlu dipasang alat penyaringan yang maksimal pada setiap cerobong asap. Alat ini akan turut membuat gas asap yang nantinya dikeluarkan memiliki partikel polutan PM 2.5 yang lebih sedikit. Partikel polutan yang lebih sedikit akan membuat lingkungan di sekitarnya dapat menghirup udara yang lebih segar.

     Kedua, masyarakat perlu memiliki kesadaran untuk tidak membakar sampah sembarangan, apabila pada kondisi matahari yang terik dan kelembapan cuaca yang kering. Dalam hal ini, pemerintah dinilai perlu memperbanyak pembangunan pusat-pusat pembakaran sampah. Atau, dengan kata lain, pemerintah sebaiknya tidak hanya berpuas diri dengan fasilitas-fasilitas umum pembakaran sampah yang sudah ada, melainkan mendengarkan keluhan masyarakat dan membangun lebih banyak lagi pada titik-titik yang strategis. Pusat-pusat pembakaran sampah tersebut bisa diasimilasikan dengan nanoteknologi agar menghasilkan kualitas pembakaran yang lebih baik dan optimal.

     Ketiga, transportasi umum di Indonesia telah memiliki sistem pengendalian emisi dan pengaplikasian nanoteknologi yang baik, sehingga masyarakat perlu untuk lebih rutin menggunakan transportasi umum dan tidak menggunakan transportasi pribadi. Namun, untuk hal ini, penulis menilai bahwa pemerintah perlu menerapkan dua hal krusial. Pertama-tama, transportasi pribadi sebaiknya tidak memberlakukan diferensiasi tarif berdasarkan domisili maupun kemampuan finansial.

Dewasa ini, sering terlintas di telinga kita mengenai wacana pemberlakuan tarif Transjakarta berdasarkan domisili dan kemampuan finansial penumpang. Hal ini akan membuat semakin banyak penumpang yang malas untuk menggunakan transportasi umum dan beralih ke transportasi pribadi sebagai akibat dari birokrasi yang ada. Kedua, titik mulai moda transportasi sebaiknya tidak terletak pada lokasi yang sulit untuk dijangkau masyarakat dan tidak strategis. Sebagai contoh, LRT yang baru-baru ini diresmikan memulai rutenya dari Stasiun LRT Dukuh Atas. Letaknya yang jauh dari pusat kota akan membuat orang-orang yang berada pada daerah penyangga (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) harus merogoh kocek yang lebih besar untuk menuju stasiun awal tersebut.

Selain itu, mereka juga harus meluangkan waktu terkena macet di jalan, ditambah lagi dengan polusi udara yang tidak sehat. Hal yang sama juga terjadi pada Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) yang memulai operasionalnya di Stasiun Halim, Jakarta Timur.

      Pada akhirnya, penulis berharap, nanoteknologi dapat terus diterapkan untuk membentuk Indonesia yang lebih sehat dan lebih sejahtera. Nanoteknologi merupakan sebuah teknologi yang mungkin terkesan lugu dan dipandang remeh oleh sebagian orang, namun, jangan salah, teknologi ini memainkan neraca yang penting dalam menciptakan Indonesia yang mampu menjaga kesetaraan dan keseimbangan antara ekologi dengan pendapatan masyarakat yang baik. Semoga permasalahan polusi dapat segera ditanggani dengan sebaik-baiknya di ibu kota dan sekitarnya.

 

Ikuti tulisan menarik Joseph Hiwakari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB