Aspal Buton, kau cintaku yang berada nun jauh di seberang pulau.
Pagi, siang, dan malam, kau selalu kumimpi dan kurindu.
Miris rasa hatiku meratapi betapa malang dan sial nasibmu.
Kau diabaikan dan direndahkan orang, kau hanya mampu menangis pilu.
Satu abad sudah kau duduk sendiri dalam sepi, termenung menungguku.
Menantikanku datang untuk memelukmu, melepaskan rindu.
Tetapi siapakah yang masih merasa peduli, betapa besar cintaku padamu ?
Haruskah mereka bertanya lagi kepada rumput ilalang yang bergoyang ditiup sang bayu ?
Aspal Buton, cintaku kepadamu menggelora, merona, dan bercahaya.
Membakar nalar dan asaku, hingga panas, merah membara.
Demi cita-cita mulia ‘tuk mewujudkan rakyat Indonesia yang sejahtera.
Rela, kuberikan seluruh hidup dan jiwaku, tak bersisa.
Cintaku kepadamu jauh di mata, namun bersemayam di dalam sanubari.
Penantianmu pasti tak akan pernah sia-sia, karena cintaku suci, penuh arti.
Mohon sabarlah kau menantikanku dalam kesunyianmu, duhai kekasih hati.
Di bawah langit biru lazuardi, aku kan datang 'tuk tetap menepati janji.
Suatu saat, pasti aku kan tiba, meski kau berada di Pulau Buton nun jauh di sana.
Aku kan datang ‘tuk menjemputmu, pergi jauh berkelana mengelilingi dunia.
Aspal Buton sayangku, belahan jiwa ragaku, mutiara dan permata Indonesia.
Sudikah kiranya kau kupinang ‘tuk menjadi milikku abadi, selama-lamanya ?
Ikuti tulisan menarik Indŕato Sumantoro lainnya di sini.