NISAN
“Bukan Kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
dan duka maha tuan bertakhta”
(Oktober 1942)
Sajak yang tertulis dikala sang pujangga berdarah Sumatera Utara ini menangisi kepergian neneknya. Tak ada yang lebih sendu dan membiru saat ditinggalkan oleh orang tercinta. Pun begitu kita yang tak berbeda. Diri ini sejenak merenung akan hal "kepergian". Membuka lembaran pertama dalam buku antologi yang memuat sajak-sajak pujangga angkatan 45 ini, seakan mengembalikan memoar dimana pertama kali mengenal karya dan kepribadiannya secara terbatas.
Masa itu, di usia SMP daku dikenalkan atas karyanya oleh seorang guru egaliter yang penuh wibawa. "Kalian harus mengenali seorang Anwar tanpa memandang sisi sebaliknya!" tutur guru saya yang mungkin rasanya sudah mengajar lebih dari 15 tahun. Dari momen itu, saya mencoba mencari-cari arsip mengenai Chairil Anwar. Menemukannya di salah satu rak perpustakaan sekolah, yang terpojok dan sedikit ndlesep. Terlihat masih elok karena mungkin jarang terjamah. Lembar demi lembar ku buka dan seakan masuk dalam dimensi dunia seorang Chairil Anwar. Hal itu semua yang merubah dan melatihku untuk menjadi seorang perenung dan penulis.
Pergi tak selamanya buruk, namun tentu membawa kepedihan yang begitu mendalam. Sebutkan satu hal yang secara sadar dan berakal, kita akan mengikhlaskan sesuatu hal yang selalu ada dalam rengkuhan kita akan tetapi, secara mendadak dan tak dinyana hal itu menghilang pergi? Rasanya tak ada. Mungkin seiring berjalannya waktu, kita akan menerima kepergiannya. Tetapi, semua yang terkait akan membekas dan tak akan hilang. Chairil Anwar menggambarkan suasana itu dengan diksi yang menusuk, menohok dengan penuh kebiruan yang pilu. Singkat, namun membawa terjerembap. "Bukan kematian benar menusuk kalbu" adalah satu rima sajak pembuka yang langsung tertuju tanpa basa-basi yang menggambarkan kesengsaraan dan pemaknaan "Mati" pada akal manusia. Hingga pada akhirnya ditutup oleh kepasrahan akan kuasa Tuhan.
Mati adalah sebuah keniscayaan
Tak bisa mengelak dan tak ter-elakkan
Jika pun kita tak mati hari ini
Tuhan telah memastikan kita tiada di kemudian hari
Ikuti tulisan menarik Kurnia Ibrahim lainnya di sini.