x

Life time of Happiness

Iklan

Kurnia Ibrahim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 8 April 2023

Senin, 6 November 2023 18:58 WIB

Lottando per essere il grande (Struggling to be the great)

Menjadi manusia (yang baik) memang tak semudah memasak mie instan pukul 01.00 dinihari. Terlalu kompleks, berliku dan menukik untuk menjadi manusia yang beradab sebagai bahan ajar manusia lainnya agar berbuat demikian. Artikel ini bermuatan perenungan untuk hidup lebih lama demi apapun yang mendasari kebahagiaan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kehidupan adalah perjalanan panjang merapal doa dan memanjatkan harapan sebagai hasrat untuk mencapai puncak maksimum atas diri kita sebagai manusia. Lantas, bila nyata kita merasa seakan belum berada pada titik itu, lalu kiat apa yang semestinya diupayakan agar kita masih tetap menjalaninya dengan penuh motivasi?

Manusia adalah terang dalam gelap sunyi antariksa. Tuhan, kan mengerti bahwa manusia bertindak dan bejalan sesuai siratan takdir oleh-Nya. Manusia adalah kekacauan dalam keheningan dunia. Kita akan menjadi duri pada daging-daging kehidupan yang pada akhirnya membuat manusia itu sendiri menjadi bakteri atas busuk daging dan duri itu sendiri.

Pernah terfikir bila manusia adalah makhluk serba salah? Ya,seperti perkataan umum yang sering kita dengarkan bahwa “Manusia adalah tempatnya salah dan dosa”. Diperkuat lagi dengan kenyataan faktual bahwa memang sejatinya manusia tidak ada yang sempurna. Hal itu semakin melegitimasi bahwa manusia selalu dihinggapi atas ketidaksempurnaan dan kesalahan. Menjadi manusia memang tidaklah mudah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ada begitu banyak elemen yang ternyata hal tersebut benar–benar diluar kendali kita sebagai manusia. Untunglah kita, diberikan pemahaman moral akan penerimaan diri dan rasa ikhlas. Hal itu sebagai wujud bagi kita untuk diri ini lebih memahami kehidupan yang sering kali tak pernah terukur oleh nalar dan logika.

Ikhlas mungkin tak selalu berarti melepaskan. Bisa jadi, ikhlas adalah sebuah pendikotomian antara kesadaran dan halusinasi berlebihan. Ikhlas dapat menjadi puncak ketika kita menyadari dengan penuh kesadaran bahwa kehidupan adalah menyakitkan. Tak selalu sempurna untuk memaknainya secara khatam.

Ada begitu banyak pula, dimana ikhlas hanya ditafsirkan secara momentum dan insidental. Tak ada yang salah akan hal tersebut, Namun satu hal yang harus dipahami adalah ternyata ikhlas adalah permasalahan kesabaran dan kontinuitas.

Sebagaimana bila diperhatikan lebih cermat, ikhlas adalah layaknya buah perenungan atas manusia yang berproses. Tak ada buah, yang semanis buah proses keikhlasan atas kuatnya kehidupan. Selama kita mengerti cara untuk bertahan, maka bertahanlah lebih lama. Demi minuman favorit kita, makanan kesukaan kita setiap malam, dan series Netflix yang setiap minggu selalu rilis episode baru atau band favorit kalian yang belum pernah kalian tonton.

Menjadi manusia (yang baik) memang tak semudah memasak mie instan pukul 01.00 dinihari. Terlalu kompleks, berliku dan menukik untuk menjadi manusia yang beradab sebagai bahan ajar manusia lainnya agar berbuat demikian. Tak perlu merasa sia atau tak berbuah, karena di penghujung acara kita akan menikmati sajian paling manis sebagai berita bahagia. Mari sedikit bertahan lebih lama lagi.

Tak perlu khawatir akan ketidaksanggupan, karena jikalau Tuhan merasa kita sudah berada di titik cukup, Tuhan kan tahu bahwa pada detik keberapa kita akan disanggupkan dan misi telah dilaksanakan.

Ikuti tulisan menarik Kurnia Ibrahim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu