x

Iklan

Muhammad Rafli

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 21 April 2020

Rabu, 13 Desember 2023 05:32 WIB

Nestapa Rohingya, Mengungsi dari Kamp Pengungsi

Padatnya camp pengungsian dia Cox Basar, Banglades, menimbulkan bencana demografi, seperti human trafficking. Lalu sebagian mereka mengungsi lagi, dan ada yang sampai ke Aceh.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Publik sosial media, khususnya X, sedang diramaikan oleh pro-kontra tentang masifnya penolakan pengungsi Rohingya di Aceh. Hal ini disebabkan ramainya gelombang pengungsi Rohingya yang datang ke Indonesia melalui pantai utara Aceh dan beberapa oknum pengungsi membuat perkara yang membuat warga Aceh berang sehingga menyuarakan untuk mengusir kembali orang Rohingya. 

Pasca persekusi habis-habisan militer Myanmar kepada etnis minoritas Rohingya di Rakhine, etnis Rohingya yang tersisa dari Rakhine memilih untuk mencari suaka ke tetangga mereka, Cox Bazar, Bangladesh. Mereka terkonsentrasi di kamp pengungsian Kutupalong, Cox Bazar, yang kira-kira menampung sekitar 1 juta lebih etnis Rohingya. Kamp ini  dikelola oleh UNHCR (komite PBB untuk pengungsi) serta pemerintah Bangladesh dan dibantu oleh tujuh entitas, termasuk IKEA Foundation dan Uni Eropa. Kamp seluas 13 km² ini merupakan kamp pengungsian terbesar, terluas, serta terpadat seluruh dunia.

Predikat kamp terpadat ini melahirkan bencana demografi yang membuat maraknya human trafficking, pelacuran, hingga kasus-kasus kriminal di antara pengungsi sehingga niatan mereka untuk mencari ketenangan dari kejaran militer Myanmar harus terganggu kembali dari tanah asal mereka. Bencana demografi ini membuat pengungsi Rohingya memilih untuk mengungsi lagi dan mencari peruntungan dengan menaiki kapal kayu ke arah timur Bangladesh, tepatnya Indonesia. Dugaan human trafficking juga ada dalam eksodus pengungsi Rohingya ini hingga ke Aceh. Dari pantauan CNN Indonesia, mereka membayar hingga 15,5 juta rupiah kepada agen ilegal yang menyusupkan mereka ke Indonesia dan Malaysia. Dapat disimpulkan bahwa pengungsi Rohingya yang mendatangi Aceh ini merupakan pengungsi yang kabur dari kamp pengungsian.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Beberapa faktor bisa menjadi sebab opini masyarakat menjadi antipati terhadap pengungsi Rohingya. Di antaranya adalah disinformasi yang dibuat oleh beberapa akun media sosial serta gesekan sosial yang terjadi antara pengungsi Rohingya dan masyarakat Aceh. 

Wakil Presiden Ma'ruf Amin sempat menyarankan untuk kembali menghidupkan kamp pengungsian Galang, Batam. Kamp pengungsian ini sudah pernah dipakai oleh pengungsi Vietnam selama lebih 20 tahun hingga pengungsi terakhir meninggalkan Galang pada 1998. Hal ini disambut baik pula oleh wakil walikota Batam, Amsakar Ahmad yang siap untuk mengembalikan Kamp yang sempat menjadi tempat isolasi dan rumah sakit ketika pandemi Covid-19 melanda dunia kemarin.

Saran dari wapres ini patutnya kita dukung agar gesekan sosial antara penduduk dan pengungsi bisa lebih diurai sebab kita sendiri pernah sukses untuk mengawal pengungsi Vietnam di kamp pengungsian terkonsentrasi sampai para pengungsi bisa kembali ke negara asal setelah konflik mereda atau menuju ke negara ketiga. Sebagai salah satu pilar daripada ASEAN, Indonesia juga perlu untuk mendesak pemerintah junta militer Myanmar berhenti melakukan persekusi terhadap etnis minoritas Rohingya.

Ikuti tulisan menarik Muhammad Rafli lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler