x

Resiko dalam hidup

Iklan

Rikhardus Roden Urut Kabupaten Manggarai-NTT

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 25 Oktober 2022

Rabu, 31 Januari 2024 15:00 WIB

Tak Pernah Luput Dari Risiko

Sang bijak punya isi dan jalur pikir sebaliknya. Katanya, “Tidak ada waktu yang ideal untuk bertindak. Kita hanya akan terus menunggu kalau kita berpikir akan ada waktu untuk berbuat baik.” Atau demi melakukan sesuatu yang menjadi keharusan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tak Pernah Luput Dari Risiko

(sekadar satu perenungan)

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Saya selalu melakukan apa yang tidak dapat saya lakukan agar saya dapat belajar bagaimana melakukannya”

(Pablo Ruiz Picasso, seniman-pelukis Spanyol, 1881- 1973)

 

Harus kah kini dimulai? Atau, mesti kah itu ditunda? Namun entah sampai kapan ditundanya? Kita, jadinya, tak pernah memulainya. Tetap dalam penantian. Dan keadaan ini teruslah sedemikian. Sebab kita punya banyak kalkulasi dalam hidup. Rugi laba kehidupan, katanya, mesti ditakar secermatnya. Ini belum lagi bila merasa diteguhkan oleh nasihat kebajikan: “Sabar, dan bersabarlah. Orang sabar disayang Tuhan.”  Namun, harus kah selalu demikian?

 

Kita terus menanti saat yang tepat. Kita berharap akan datangnya kesempatan yang menjanjikan. Tetapi, tidak kah ini bagi kita aliran waktu tetap mengalir dan terus mengalir tanpa terisi? Pada saat yang sama, kita tetap mengisi waktu dengan litania mimpi, angan-angan, serta bayangan. Tanpa konstruksi pada segeralah mulai demi tiba pada kenyataannya.

 

Ini ibarat, katakan semisal bikin paper sebagai tugas wajib akademik. Katanya outline tulisan sudah pada beres. Telah diaprovasi. Tinggal hanya mulai kerja. Kedengarannya penuh harapan. Namun, “hanya tinggal” tetaplah “tinggal hanya.” Sebab yang bersangkutan masih tetap nikmati segala perhelatan sana-sini, gesit dalam mobilitas serta aktivitas yang  sungguh jauh atau tak konek sedikit pun dengan proses “beri isi pada outline” itu. Tentu ada banyak contoh lainnya.

 

Sang bijak punya isi dan jalur pikir sebaliknya. Katanya, “Tidak ada waktu yang ideal untuk bertindak. Kita hanya akan terus menunggu kalau kita berpikir akan ada waktu untuk berbuat baik.” Atau demi melakukan sesuatu yang menjadi keharusan.

 

Kumpulan kaum pemimpi atau tukang khayal akan hari-hari esok, umumnya, tak merasa beban untuk kembali bernarasi seputar rencana akan dibuat ini dan itu yang digaungkan saban tahun. Namun, kenyataannya belum jadi-jadi juga. Tentu, ada banyak alasan di balik semuanya. Tetapi, sepantasnya kita mulai saja.

 

Mari pulang lagi pada si Bijak bahwa tak ada waktu yang ideal. Walau dengan hal yang kecil dan sederhana, namun bahwa kita telah memulainya. Sudah lumayan lah! Untuk itu, katanya, kita mesti tebal mental dan tak selalu kecut hati untuk hadapi risiko. Alam dunia selalu bentangkan risiko, dan manusia yang hidup dalam dunia pastilah riskan dalam diri dan  pada sikap atau tindakannya. Dan ada kah hal lain?

 

Atau, mesti kah terlihat bahwa semuanya tampak ‘lengkap, pasti dan bahkan sempurna’ untuk harus memulai? Dalam satu tindakan atau kegiatan, jelas tidak ada yang sempurna. Bahkan malah ‘bisa mendatangkan luka.’ Apa yang kita yakini telah ‘bertindak dan berbuat banyak’ kita bisa merasa bahwa pada akhirnya kita tiba di area yang datar dengan hasil yang kosong. Namun, bagaimanapun?

 

Yang mulia dan luar biasa adalah siapapun  pernah berjuang untuk mulai. Yang luar biasa adalah siapapun tetap bertindak, walau dalam kalkulasi ekonomik tak datangkan keuntungan dan nampak sia-sia. Yang telah berjuang dalam memulai dan menjalankan patutlah dikagumi. Walau jika mesti alami hasil tak maksimal atau bahkan gagal.

 

Apapun tindakan, atau yang dilakukan atau kegiatan apa saja selalu penuh risiko. Namun luar biasanya bahwa kita tetap punya nyali, punya harapan, miliki kebesaran hati untuk bertindak. Di sisi lain, tidak kah ada sekian banyak hal yang tak pernah dimulai?

 

Sebab ada rasa takut akan risiko. Ada yang cemas akan tantangan dan hal itu terasa membebankan. Ada lagi yang tak mau repot bila mesti bergiat demi yang lain. Sebab itulah ia hanya lebih suka akan interesenya sendiri. Ia hanya ingin merasa damai di dalam zonanya sendiri.  Sebab, melayani berarti menanggung beban orang lain.

 

Dalam satu persekutuan apa saja bisa saja terdapat sosok yang bicaranya banyak, omongnya tinggi, suaranya kedengaran jelas. Ini juga perlu. Dan akan menjadi bergema sekiranya dibawa pada aksi nyata segera dilaksanakan. Tentu dibutuhkan pula spirit penuh perjuangan. Jika sebaliknya? Kata-kata William Shakespeare sungguh menantang, “Orang yang tidak berjuang akan mati berulang-ulang sebelum ia akhirnya sungguh-sungguh mati.”

Dan si Bijak pun berdoa, “Berikanlah keberanian untuk hidup secara penuh, walaupun itu penuh risiko; untuk hidup penuh semangat, walaupun menyakitkan; dan untuk hidup spontan, walaupun dengan demikian aku melakukan kesalahan...” (A Cry for Mercy, H. Nouwen).

 

Si Devin Frye punya keyakinan, “Jangan pernah menyesal mengambil kesempatan, bahkan jika kamu jatuh tersungkur. Lebih baik mengetahui bahwa kamu telah mencoba dan gagal dari pada hanya sebatas bertanya-tanya bagaimana jika....?”

 

Verbo Dei Amorem Spiranti

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Rikhardus Roden Urut Kabupaten Manggarai-NTT lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu