x

Letnan Oey Thai Lo

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 4 April 2024 11:58 WIB

Letnan Oey Thai Lo - Pejuangan Gigih Seorang Imigran

Letnan Oey Thai Lo adalah imigran miskin dari Fukien yang berhasil menjadi pengusaha tembakau sukses di Batavia. Kesuksesan Oey Thai Lo adalah berkat kerja keras, ulet, mau belajar dan berbagi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Letnan Oey Thai Lo – Anak Tukang Cukur Miskin Dari Fukien Menjadi Taipan di Betawi

Penulis: Oey Kwie Djien

Tahun Terbit: 2015

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Tira Pustaka

Tebal: xiv + 594

ISBN:

 

Buku ini mengisahkan seorang tokoh Tionghoa bernama Letnan Oey Thai Lo. Oey Thai Lo adalah seorang imigran miskin asal Fukien yang berhasil menjadi taipan di Batavia di abad 18. Penulisnya adalah cicit dari Oey Thai Lo bernama Oey Kwie Djien. Oey Kwie Djien menulis kisah hidup Oey Thai Lo berdasarkan cerita-cerita yang didapat dari keluarganya dan dilengkapi dengan riset kecil-kecilan. Sumber lain yang dipakai oleh Kwie Djien untuk merekonstruksi kisah hidup Thai Lo adalah papan pai, yaitu papan yang memuat nama leluhur yang berada di meja abu. Kwie Djien juga membaca buku “Tjerita Oeij Se: Jaitoe Satoe Tjerita jang Amat Endah dan Loetjoe, jang Betoel Soedah Kedjadian di Djawa Tengah,” karya Thio Tjin Boen (terbit tahun 1903).

Buku ini sangat menarik. Meski tidak seperti novel pada lazimnya yang dilengkapi dengan dramatisasi, Kwie Djien berhasil menggambarkan kisah hidup sang Letnan dengan sangat runtut dan tidak membosankan. Secara kronologis Kwie Djien menghidupkan ceritanya dengan dialog-dialog antar tokohnya sehingga suasana masa hidup Thai Lo bisa tergambarkan dengan baik. Saya sangat mengagumi detail dari penggambaran sosok Thai Lo melalui dialog-dialog singkat yang dipakai oleh Kwie Djien. Dengan sentuhan Remy Sylado sebagai editor, buku ini menjadi semakin enak dibaca.

Nama kecil Oey Thai Lo adalah Oey Yi Bu. Ia lahir di Jinjiang. Ayahnya bernama Oey Si Yuan yang berprofesi sebagai tukang cukur keliling desa. Kehidupan yang miskin di Jinjiang membuat ayahnya menyarankan Yi Bu untuk merantau ke Batavia. Itulah sebabnya Yi Bu muda dititipkan untuk bekerja di toko palawija milih Souw Chun San. Adik Souw Chun San – yang bernama Souw Chun Sin, dalam novel ini dipanggil dengan Encek Souw sudah lebih dulu merantau ke Batavia. Alih-alih menyiapkan diri untuk berlayar ke Nanyang, Yi Bu malah merasa nyaman bekerja di toko milih Chun San.

Mengingat bahwa ia sudah mempunyai penghasilan yang cukup, Yi Bu membangun keluarga. Ia menikah dengan anak salah satu pedagang di Jinjing. Dari pernikahannya ia dikaruniai 3 anak lelaki. Namun saying, kekeringan yang panjang membuat Jinjiang mengalami kelamaran hebat. Kelaparan itu menyebabkan istri dan ketiga anaknya meninggal (hal. 20). Dengan badan yang sangat kurus dan putus asa, Yi Bu merantau ke Amoy. Di Amoy ia bertemu lagi dengan Souw Chun San yang juga sudah pindah ke Amoy karena usahanya bangkrut. Yi Bu bekerja pada sebuah keluarga di Amoy yang kemudian membuatnya bisa berlayar ke Batavia (hal. 37).

Di Batavia Yi Bu ditampung oleh Souw Chun Sin yang sudah mempunyai usaha toko. Setelah belajar dari Encek Souw, Yi Bu pindah ke Pekalongan. Di Pekalongan ia ikut bekerja di keluarga Tjing Khe Liem. Tjing Khe Liem adalah teman setongkat Chun Sin saat berlayar dari Amoy ke Batavia. Encek Liem ini kemudian menjadi mertua Yi Bu. Selain membantu Encek Liem berjualan kelontong, Yi Bu juga diminta untuk membantu membeli tembakau oleh Chun Sin.

Setelah menikah dengan Siok Hwee, Yi Bu pindah ke Brebes (hal 142). Siok Hwee mengelola toko kelontong dari modal yang diberikan oleh ayahnya. Sementara Yi Bu semakin serius belajar tentang perdagangan tembakau.

Di Brebes ia berkawan baik dengan Tumenggung Ariya. Bermula dari usaha perbaikan pengelolaan tanah pertanian milih Tumenggung, Yi Bu menjadi kawan dekat sang Tumenggung. Yi Bu memperkenalkan pertanian bagi hasil yang membuat para penggarap menjadi lebih termotivasi untuk menggarap tanah. Pertemanan ini menjadi semakin akrab saat Yi Bu membantu Tumenggung mendirikan sekolah di Brebes (hal 294). Saat Yi Bu memerlukan surat untuk keperluan lelang pembelian geudng Toko Tiga, sang Tumenggunglah yang memberi surat keterangan. Tumenggung Ariya menganugerahkan nama Thai Lo kepadanya. Nama Thai Lo yang berarti bijaksana dan patut dihormati disematkan untuk mengganti Yi Bu yang berarti sederhana.

Dari pengalaman membeli tembakau di Wonosobo inilah Yi Bu kemudian memutuskan untuk serius berdagang tembakau. Yi Bu mendapat berkah yang tak dinyana. Ia menemukan surat hutang yang dikeluarkan oleh Deandels dari seorang anak yang membuat layang-layang dari kertas tersebut (hal 184). Dari menjual surat hutang ini Yi Bu mempunyai cukup modal untuk membangun bisnis tembakaunya. Ia juga mempunyai cukup uang untuk memenangkan lelang penjualan Gedung Toko Tiga di Batavia.

Usaha keras yang dilakukan membuat Yi Bu berhasil menjadi pengusaha tembakau yang sukses. Ia dihormati di kalangan orang-orang Tionghoa di Batavia. Itulah sebabnya ia diberi pangkat Letnan oleh Kapitan Ko Tiang Tjong. Wilayah kekuasaan Letnan Oey Thai Lo meliputi daerah Toko Tiga ke barat sampai Tangerang. (Dalam buku karya Thio Tjin Boen, gelar Letnan yang disandang oleh Oey Thai Lo adalah berkat kedekatannya kepada Mayor Tan Eng Goan yang didukungnya secara ekonomi.)

Hal lain yang berbeda dari karya Kwie Djien ini dengan karya Thio Tjin Boen adalah tentang alas an Thai Lo pindah ke Batavia. Jika Thio Tjin Boen menyebutkan bahwa Thai Lo sekeluarga pindah ke Batavia karena malu anak perempuannya menikah dengan anak Bupati Pekalongan), dalam karya Kwie Djien, Thai Lo pindah ke Batavia karena ingin membesarkan bisnisnya. Dalam buku ini juga diceritakan bagaimana Swie Hwa anak perempuan Thai Lo menikah dengan Raden Suryawan, anak lelaki Tumenggung Ariya.

Melalui kisah yang ditulis oleh Kwie Djien, kita bisa belajar betapa keuletan, kerja keras dan mau belajar adalah sangat penting untuk menjadi sukses. Selain itu, sikap percaya pada orang lain, bersedia membantu yang kesusahan adalah sikap terpuji yang menyertai keberuntungan. 827

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB