SATU Indonesia Awards: Tekad Bidan Dini Melawan Terbatasnya Faskes di NTT

Senin, 27 Mei 2024 15:29 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Keterbatasan infrastruktur tidak menjadi halangan bagi Theresia Dwiaudina untuk melayani warga di Ende, Nusa Tenggara Timur yang selama ini belum tersentuh fasilitas kesehatan berkualitas.

Kehadiran Theresia Dwiaudina seolah menjadi cahaya bagi warga di Desa Uzuzozo, Kecamatan Nangapanda, Ende, Nusa Tenggara Timur. Perempuan yang akrab di sapa Dini ini satu-satunya tenaga kesehatan (bidan) yang melayani wilayah terdepan Indonesia dan termasuk dalam kategori desa tertinggal di berbagai sektor itu.  

Keberadaan Dini amat dibutuhkan, khususnya bagi ibu hamil dan balita. Dini berperan besar membantu proses persalinan dan juga mengedukasi warga di bidang kesehatan. “Saya tergerak ingin menjadi bidan di sini untuk membantu masyarakat karena fasilitas kesehatan (faskes) di sini belum ada dan ditambah akses sulit ke faskes,” kata dia. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada 2023, Dini ikut serta dalam program Satu Indonesia Awards yang digagas oleh Grup Astra. Ia berhasil menjadi pemenang pada kategori kesehatan. 

Dini yang lahir di Ende mengungkapkan menjadi bidan bukan cita-citanya. Ada peran kedua orang tuannya yang menuntun Dini memutuskan menjadi bidan. 

Ia menceritakan semula ingin mengambil kuliah bidang seni di salah satu kampus di Nusa Tenggara Timur (NTT). Pasalnya, di lingkungan rumah, Dini kerap mengajari anak-anak untuk bernyanyi di gereja. “Namun orang tua ingin saya kuliah di bidang kesehatan,” tutur Dini.

Mengikuti tuntunan orang tua, Dini pergi ke Surabaya untuk kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Surabaya. Lulus kuliah D3 Kebidanan pada 2016, Dini memilih kembali ke kampung halamannya di Desa Kekandere, Nangapanda. Padahal, kala itu Dini sudah ditawari bekerja di tempat dia praktik kerja lapangan saat kuliah.

Keputusan perempuan bernama lengkap Theresia Dwiaudina Sari Putri untuk kembali ke tanah kelahiran ternyata berdampak besar bagi warga di sejumlah desa di Kecamatan Nangapanda. Di sisi lain, sebelum kehadiran Dini, desa-desa di Nangapanda enggan didatangi oleh tenaga kesehatan karena lokasinya yang terpencil dengan medan yang cukup ekstrem.

Pada awal meniti pekerjaan, Dini berjalan tertatih-tatih. Sebagai bidan pemula dia membantu memeriksa kesehatan ibu hamil. Seiring berjalan waktu, pada Maret 2017, dia mengajukan diri menjadi bidan di Desa Uzuzozo. Keputusan tersebut disambut positif sebab di saat bersamaan Kepala Desa Uzuzozo sedang mencari bidan. 

Setiap bulan, perempuan berusia 28 tahun ini menerima gaji Rp 1 juta dari dana desa. Gajinya naik Rp 100 ribu setiap tahun dan saat ini dia menerima gaji Rp 1,5 juta per bulan. 

Theresia Dwiaudina Sari Putri

Dini mengatakan fasilitas kesehatan di Desa Uzuzozo memang belum ada. Ada bangunan kecil yang dijadikan Puskesmas desa namun di dalamnya tak ada alat kesehatan untuk memeriksa ibu hamil. Jarak antara Desa Uzuzozoz ke Puskesmas Kecamatan Nangapanda sekitar 13-15 kilometer.

Ada tiga dusun di Desa Uzuzozo, yakni Dusun Ndetuwaru, Dusun Ndetukedho, dan Dusun Gomo. Jarak antara ketiga dusun itu cukup jauh dan orang harus melewati hutan dengan jalan bebatuan yang menanjak. Bermodalkan sepeda motor, Dini setiap hari berkeliling di Desa Uzuzozo untuk memeriksa kesehatan ibu hamil, seperti wawancara medis, pemeriksaan kehamilan fisik, sampai misalnya pemeriksaan kadar hemoglobin dalam darah. 

Karena lokasi yang terpencil, Dini menuturkan nyaris semua ibu hamil tidak melahirkan di fasilitas kesehatan. Mayoritas para ibu melahirkan di dukun beranak. Salah satu faktornya adalah kondisi geografis dan tidak ada tenaga kesehatan. “Setidaknya 9 dari 10 ibu hamil di sini melahirkan di dukun beranak,” ujar Dini. 

Perlahan, Dini mengedukasi para ibu hamil agar melahirkan di fasilitas kesehatan. Proses yang dijalani tidak mudah karena Dini harus berhadapan dengan dukun beranak yang sudah puluhan tahun dipercaya para ibu. “Awal-awal saya dianggap seperti bocah yang belum punya banyak pengalaman. Tapi saya terus berjuang mengedukasi mereka tanpa berusaha menggurui,” ujarnya.

Kolaborasi menjadi kata kunci. Dini berupaya menjadi rekan kerja bagi sang dukun beranak yang bernama Theresia Jija (75 tahun). Salah satu cara yang dilakukan Dini ialah mengedukasi Theresia tentang cara memijat ibu hamil. 

Dari sisi kesehatan, menurut dia, memijat ibu hamil berisiko untuk dilakukan apalagi di bagian perut. “Ibu-ibu di sini mungkin sudah tertanam di otaknya kalau sudah dipegang dukun, sudah tenang dan aman. Jadi kalau disentuh saja sebenarnya mereka seperti sudah tenang maka itu saya minta dia tidak memijat di perut,” tuturnya.  

Upaya kerja sama lainnya ialah saat proses persalinan. “Saya bilang kita bisa kolaborasi. Saya bantu ibu hamil ketika persalinan dan mama dukun bantu urus anak. Jadi kerja mama juga lebih ringan,” ujarnya. 

Jika ada ibu hamil yang tak sempat dibawa ke fasilitas kesehatan, Dini membantu proses persalinan dengan peralatan bidan kit atau partus set serta obat-obatan. Sedangkan sang dukun mengurus bayinya. Perlahan, para ibu hamil mulai percaya dengan Dini. Dia sering ditelepon ibu hamil yang meminta pertolongan. 

Tak hanya persalinan, kehadiran Dini juga memberi dampak terhadap kondisi anak-anak. Pada 2019, terdapat 15 anak di Desa Uzuzozo yang terkena stunting (kekurangan gizi). Kini jumlahnya menurun setelah Dini gencar memberikan edukasi pada masyarakat soal pola asuh hingga nutrisi untuk anak. Kepala Desa Uzuzozo menyebut pada 2023 anak yang mengalami stunting di desa tinggal tiga orang. 

Kepala Desa Uzuzozo menilai Dini berhasil mengubah cara pandang warganya. Bila sebelumnya para ibu pergi ke dukun beranak saat proses persalinan, kini mereka memeriksa kandungan dan melahirkan di faskes. Jika ada yang terpaksa melahirkan di rumah, mereka dibantu oleh Dini.

Data dari Desa Uzuzozo mencatat tak ada kasus kematian ibu melahirkan selama
Dini bekerja. Namun untuk angka kematian bayi masih ada. Tercatat pada periode 2022 ada dua kasus bayi meninggal dalam kandungan. Kepala Desa Uzuzozo berharap kasus tersebut bisa nihil pada tahun-tahun berikutnya. 

Warga dan tokoh masyarakat di Desa Uzuzozo, Ignasius Sambi (46 tahun), mengapresiasi kehadiran Dini. Ia menyatakan pernah menelfon Dini pada pagi buta karena ibunya sakit. Dini langsung datang dan mengantar ibunya ke puskesmas menggunakan mobil pickup. “Dini bidan yang luar biasa. Dia selalu membantu kami kapanpun kami membutuhkan,” kata dia.

Lebih lanjut, kalian juga bisa ikut Program Satu Indonesia Awards 2024. Periode pendaftaran sudah dimulai, yakni pada 4 Maret 2024 dan berakhir 4 Agustus 2024. Informasi lengkap tentang 15th SATU Indonesia Awards 2024 dan pendaftaran bisa dilihat di situs astra.co.id

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terpopuler di Peristiwa

img-content
img-content
Lihat semua