Ramai Perilaku Asusila di Base Kampus Pendidikan, Meresahkan!

Rabu, 9 Oktober 2024 20:10 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Kekerasan dunia pendidikan
Iklan

Seorang ayah akan tetap menjalankan perannya sebagai kepala keluarga bukan hanya di akhir pekan, namun di setiap harinya. Begitu pun dengan seorang ibu bisa fokus untuk memberikan pendidikan keluarga yang terbaik bagi anaknya,

***

Beberapa waktu lalu, di salah satu base kampus Malang melalui sosial media X, ramai sebuah foto sepasang mahasiswa yang sedang bermesraan di dalam gedung Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Tidak lama sebelumnya, tersebar foto seorang mahasiswa dan mahasiswi sedang berpangku mesra di dalam fasilitas gedung kuliah bersama.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Foto-foto tersebut dipenuhi berbagai komentar dari para pengikut base tersebut. Menurut mereka, tidak pantas bagi seorang mahasiswa bermesraan di area pendidikan, terlebih kampus tersebut dikenal sebagai kampus pendidikan.

Selain itu, ramai juga di sosial media sebuah video syur seorang guru dan siswa disalah satu Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Gorontalo. Adegan yang dilakukan di dalam video tersebut tentulah sangat tidak mencerminkan seorang pengajar dan pelajar. Tak berhenti sampai di situ, tak lama setelahnya, tersebar kembali sebuah video siswa SMA di Demak menyetubuhi seorang siswi SMP di dalam kelas.

Tidak hanya di level mahasiswa, SMA, dan SMP, pada tahun 2023, ramai di berbagai portal berita terkait seorang anak TK yang dicabuli oleh 3 siswa SD di Mojokerto. 

Kian hari, aksi-aksi tak pantas di atas semakin bertambah di dunia pendidikan. Idealnya dunia pendidikan merupakan tempat yang nyaman untuk belajar, sepatutnya menunjukkan kualitasnya sebagai pencetak masa depan bangsa. Namun pada faktanya, berbagai macam tindakan asusila kebanyakan dilakukan oleh pelajar, baik itu di level dasar, menengah, maupun pendidikan tinggi.

Pornoaksi yang semakin marak dilakukan baik oleh tenaga pengajar maupun siswa merupakan output dari sistem pendidikan yang sekular. Mata pelajaran agama yang tercantum di dalam kurikulum dan diajarkan di sekolah-sekolah hanyalah formalitas belaka, sehingga tidak mampu untuk membentuk kepribadian Islam pada diri individu.

Selain itu, para pemuda di sekolahnya masing-masing hanya didorong untuk berprestasi dan berlomba-lomba untuk mendapatkan peringkat. Maka wajar jika hari ini banyak ditemui orang-orang yang pintar, cerdas, serta berprestasi, namun nihil moral.

Selain pendidikan sekolah, sebagian besar orang tua juga melaksanakan pendidikan keluarga dengan menanamkan nilai-nilai akhlak kepada anaknya. Sayangnya, tak bisa dipungkiri, ketika anak-anak berada di luar lingkungan rumah, mereka juga akan terpapar dengan lingkungan sosial-masyarakat.

Kian hari dapat kita saksikan bahwa masyarakat pun mulai acuh dengan interaksi laki-laki dan perempuan yang melanggar syari’at, contohnya adalah pacaran. Masyarakat menganggap bahwa pacaran adalah hal yang wajar, padahal hubungan seperti ini jelas dilarang oleh Allah SWT. Ini juga merupakan wujud dari pandangan hidup sekularisme yang mulai menjamur di dalam pemikiran-pemikiran masyarakat, sehingga tidak adanya budaya saling ber-amar ma’ruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat, kemudian menghasilkan masyarakat individualistik yang berkurang rasa pedulinya satu sama lain.

Ironisnya, ditengah masyarakat yang acuh dan mulai mewajarkan hubungan-hubungan yang mendekati perbuatan zina, tidak semua orang tua bisa benar-benar memberikan pendidikan akhlak terhadap anak-anaknya di rumah. Di zaman sekarang ini, tidak sedikit orang tua, baik ayah maupun ibunya, yang sama-sama bekerja. Sang Ayah yang hanya memiliki waktu luang di akhir pekan, begitu juga Si Ibu yang tidak bisa 24 jam per 7 hari mendampingi anaknya jika bekerja. Pun keduanya bekerja juga bisa jadi karena ekonomi keluarga yang kurang mencukupi disebabkan negara hari ini yang mengemban cara pandang hidup kapitalisme (keuntungan menjadi tolok ukur), sehingga perannya sebagai pengurus rakyat hanya sebatas untung-rugi, tidak peduli dengan pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan keluarga.

Bukan hanya peran keluarga dan masyarakat saja yang berpengaruh, namun juga butuh pilar negara sebagai pembuat dan penerap kebijakan. Hari ini dapat kita lihat bagaimana negara berlepas tangan dari perilaku menyimpang tersebut, dan membiarkan masyarakatnya bebas melakukan apapun yang diinginkannya, sekalipun hal itu tidak pantas untuk dilakukan. Tak heran, ini semua juga karena sistem pemerintahan demokrasi-sekular yang menjamin adanya kebebasan, kemudian manusia berkuasa untuk berbuat sesukanya. 

Perilaku-perilaku tak pantas ini memang memerlukan solusi secara sistemik, bukan hanya dari sisi individu saja, namun juga butuh peran masyarakat dan negara. Islam, sebagai sebuah agama dan pandangan hidup yang bukan hanya mengatur urusan individu, namun juga urusan kehidupan lainnya, telah memuat solusi-solusi dari Sang Pencipta untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia.

Islam memiliki seperangkat kurikulum di dalam sistem pendidikannya. Tujuan dari pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian Islam dalam diri individu, dengan memiliki pola pikir dan pola sikap islami. Buah dari sistem pendidikan Islam adalah terbentuk individu-individu yang bertakwa dan takut pada Tuhannya, sehingga enggan untuk melakukan aktivitas yang berbuah pada kemaksiatan. Sistem pendidikan Islam bukan hanya mengajarkan bahwa Islam adalah agama yang mengatur individu saja, tetapi bahwa Islam juga merupakan cara pandang hidup yang harus diemban oleh setiap muslim. Maka, melalui sistem pendidikan Islam, lahirlah calon-calon orang tua dan pendidik yang berkepribadian Islam, serta siap untuk mendidik anak-anak dan murid-muridnya dengan cara pandang Islam, bukan orang-orang yang hidup dengan moral yang nihil seperti hari ini.

Orang tua di dalam kehidupan yang mengemban sistem Islam tidak akan disibukkan dengan urusan pekerjaan, karena Islam dengan pengaturan ekonominya mampu untuk memenuhi kebutuhan primer setiap individu. Di dalam Islam, sumber daya alam dengan deposito yang besar dikelola oleh negara, kemudian keuntungannya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk tunai ataupun pelayanan serta fasilitas publik yang gratis. Maka, orang tua di dalam sistem Islam tidak perlu untuk bekerja siang dan malam.

Seorang ayah akan tetap menjalankan perannya sebagai kepala keluarga bukan hanya di akhir pekan, namun di setiap harinya. Begitu pun dengan seorang ibu bisa fokus untuk memberikan pendidikan keluarga yang terbaik bagi anaknya, tanpa harus sibuk bekerja, karena pemimpin dan pejabat di dalam negara Islam akan melaksanakan kewajiban sebagai pengurus rakyat, dengan menjamin kebutuhan masyarakatnya. Bukan seperti negara hari ini yang hanya berperan menjadi regulator, namun tidak memperhatikan urusan rakyatnya dengan baik.

Masyarakat di dalam sistem Islam merupakan masyarakat yang islami, saling ber=amar ma’ruf nahi mungkar satu dengan lainnya, karena Islam akan mensuasanakan masyarakatnya dengan kebijakan-kebijakan yang bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah, bukan kebijakan berasaskan kebebasan seperti di dalam sistem pemerintahan demokrasi yang sekarang sedang diterapkan. Negara di dalam Islam akan menindak tegas segala perbuatan yang melanggar syari’at, termasuk pacaran, tindakan asusila, berduaan dengan lawan jenis, terutama perilaku zina. Maka negara sebagai support system tertinggi akan memengaruhi masyarakatnya untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang tercela.

Begitu komprehensifnya Islam mengatur kehidupan kita, namun aturan-aturan ini hanya dapat diterapkan di dalam sebuah negara yang menjadikan Allah Asy-Syari’ sebagai pemilik kedaulatan tertinggi, serta menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan. Negara tersebut adalah Khilafah Islamiyyah, sebuah sistem pemerintahan yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan penerusnya. Oleh karena itu, hanya di dalam Khilafah-lah terwujud manusia-manusia dengan perilaku yang mulia, dan mampu untuk menjaga generasi peradaban.

Bagikan Artikel Ini
img-content

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler