Di Balik Euforia Perayaan Tahun Baru
Selasa, 31 Desember 2024 06:18 WIB
Perayaan tahun baru seolah menjadi tradisi tahunan yang mewarnai kehidupan manusia di seantero dunia. Banyak orang bersukacita merayakan tahun baru, tapi sebagian ada yang mempertanyakan urgensinya.
***
Pada malam tahun baru, beragam pemandangan menghiasi lensa mata kita. Ada pesta kembang api, pertunjukan musik, hiburan rakyat, dan aneka keramaian. Lalu lalang menusia dan kendaraan menghiasi sudut-sudut kota. Kerumunan massa pun terjadi di mana-mana.
Ketika jam melewati tengah malam pada tanggal 31 Desember, sorak-sorai pun menggema, kembang api aneka warna dimuntahkan ke udara menandai datangnya tahun baru. Suara trompet bersahutan, disertai raungan kendaraan bermotor di sebagian ruas jalan. Semua menunjukkan euforia menyambut datangnya tahun baru.
Orang boleh beranggapan bahwa perayaan tahun baru itu penting. Apalagi tradisi itu sudah berlangsung sejak lama. Ensiklopedia Britannica menyebut catatan paling awal mengenai perayaan Tahun Baru terjadi sekitar tahun 2000 SM di Mesopotamia. Tradisi itu terus berjalan hingga sekarang di berbagai tempat. Kini, perayaan tahun baru telah menjadi ritual tahunan di mana-mana.
Sungguhpun begitu, tidak sedikit orang yang mempertanyakan arti perayaan tahun baru. Kegiatan yang dimaksudkan untuk mengekspresikan kebahagiaan sering justu mendatangkan kenyataan sebaliknya. Kebisingan kota, arak-arakan yang membawa kemacetan, juga kecelakaan, sampai sampah yang berserak di mana-mana, sering menyertai perayaan tahun baru. Tak jarang momen tahun baru juga dijadikan oleh sebagian orang yang tidak bertanggung jawab sebagai ajang pesta seks, miras, dan narkoba.
Di Shanghai Tiongkok, malam tahun baru pernah menelan korban 36 orang meninggal dan 49 lainnya terluka akibat tabrakan dan saling injak antarpejalan kaki. Kecelakaan menyambut tahun baru 2015 itu disebabkan pemerintah kurang mengantisipasi luapan pengunjung yang datang. Faktanya, lebih dari 310.000 orang datang ke tempat itu untuk menyaksikan pertunjukan cahaya yang akhirnya dibatalkan.
Di Australia, pesta kembang api di Hollands Landing, Gippsland, untuk menyambut tahun baru 2016 juga menelan korban. Seorang pengunjung diketahui meninggal akibat terkena percikan kembang api. Dan masih banyak lagi contoh lain yang semisal.
Refleksi
Tahun baru sebenarnya hanyalah penanda waktu. Tahun adalah satuan waktu yang usianya ekuivalen dengan 365,25 hari, atau 52,18 pekan, atau 12 bulan. Secara astronomis, setahun adalah periode yang dibutuhkan Bumi untuk bergerak dalam orbitnya mengelilingi Matahari.
Sebagai satuan waktu, tidak ada perbedaan esensial antara tahun yang satu dengan tahun yang lain. Sama seperti hari, tak ada perbedaan antara hari yang satu dengan hari yang lain. Sifat, ukuran, dan keadaannya secara alamiah sama saja. Yang membedakan hanyalah persepsi manusia tentang waktu itu.
Tahun baru menjadi istimewa karena manusia mengistimewakannya. Begitu juga hari Jumat, menjadi istimewa bagi umat Muslim karena adanya ibadah salat Jumat pada hari tersebut. Begitu juga hari Minggu bagi umat Kristen, dan hari Sabtu bagi umat Yahudi.
Dalam hidup manusia membutuhkan penanda. Maka lahirlah nama-nama waktu seperti hari, bulan, minggu, dan tahun. Dengan tahun manusia bisa menyebut kapan ia dilahirkan, berapa usianya, kapan ia akan menikah, dan sebagainya. Dengan tahun manusia bisa mengetahui posisinya dalam bentang panjang sejarah kehidupan semesta.
Sebagai penanda, pergantian tahun hakikatnya menjadi pengingat (reminder) bahwa hidup ini berjalan beriringan dengan waktu. Hidup bukanlah tak terbatas. Pada titik tertentu, ia pasti akan berakhir dengan peristiwa yang disebut kematian. Dan itu berlaku bagi setiap manusia, juga mahluk hidup lainnya.
Dalam hamparan waktu yang panjang, manusia melihat perkembangan dirinya. Ia lahir dari tiada, kemudian ada. Dari kelahiran manusia tumbuh menjadi anak-anak, lalu remaja, dan berubah menjadi dewasa. Yang asalnya kecil tumbuh menjadi besar, yang semula bodoh berkembang menjadi pandai, yang dulunya tidak terampil berubah menjadi terampil.
Sungguh pun demikian, dalam rentang waktu pula manusia melihat penyusutan dirinya. Tubuh dan jiwa yang semula baik akan mengalami degradasi dan penurunan kondisi. Yang tadinya kuat menjadi lemah, yang mulanya pandai menjadi pikun dan pelupa, yang tadinya bugar menjadi sakit-sakitan, dan akhirnya mendekati ajal yang bernama kematian.
Itulah kenapa langkah introspeksi dan evaluasi sesungguhnya jauh lebih penting daripada sekadar luapan kegembiraan dan hura-hura. Tidak ada larangan orang bersuka-cita, tapi jika berlebihan, apalagi dibarengi pemborosan waktu, tenaga dan harta untuk hal-hal yang tidak berguna, tentu hal itu menjadi kurang penting dan patut dihinari. Masih banyak pilihan kegiatan yang lebih baik untuk menandai pergantian tahun daripada sekadar pesta-pora dan hura-hura.
Imam Hasan al-Basri, seorang ulama besar dari generasi Tabiin asal Basrah, Iraq, mengatakan bahwa hidup hakikatnya adalah sekumpulan hari. Bila satu hari berlalu, maka berkuranglah hidup orang itu. Dengan kata lain, ketika seseorang melewati setahun kehidupannya, usianya akan bertambah satu tahun. Tapi, pada saat yang sama, sisa hidupnya juga akan berkurang satu tahun pula.
Bersuka cita atas bertambahnya usia, atau merenungi apa yang akan dilakukan dalam sisa hidup, adalah pilihan bagi setiap individu dalam menyikapi datangnya tahun baru. Akan tetapi, Allah Swt telah mengingatkan kepada kita untuk selalu melihat apa yang telah kita persiapkan untuk hari esok. Dalam Al-Quran Surat Al-Hasyr ayat 18, Allah Swt berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Begitu juga Rasulullah Muhammad Saw dalam haditsnya yang diriwayatkan Imam Hakim dan Baihaqi. Beliau mengingatkan umatnya untuk memanfaatkan lima perkara sebelum datangnya lima perkara.
Kelima perkara itu adalah memanfaatkan masa muda sebelum datangnya masa tua, masa sehat sebelum datangnya masa sakit, masa cukup sebelum datangnya masa miskin, masa luang sebelum datangnya masa sibuk, dan masa hidup sebelum datangnya kematian. Wallahu a'lam.***

Penulis Indonesiana
3 Pengikut

Ditraktir KH Yusuf Hasyim
Sabtu, 8 Februari 2025 16:15 WIB
Di Balik Euforia Perayaan Tahun Baru
Selasa, 31 Desember 2024 06:18 WIBArtikel Terpopuler