Malaka: Sejarah Perdagangan, Diplomasi, dan Hubungan Kerajaan di Selat Malaka

Selasa, 14 Januari 2025 13:04 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Halaman Terakhir dari Buku Sulalatus Salatin
Iklan

Malaka menjadi pusat perdagangan strategis di Selat Malaka. Kawasan ini terhubung dengan Siak, Kampar, dan Pasai. Bagaimana diplomasi, perang, dan perdagangan membentuk kejayaan kawasan ini?

***

Malaka, nama ini bukan hanya legenda dalam sejarah Nusantara, tetapi juga simbol kejayaan perdagangan internasional di Asia Tenggara. Berada di jalur strategis Selat Malaka, kerajaan ini menjadi pusat pertukaran barang dari dunia Timur dan Barat, sekaligus medan perebutan kekuasaan antara kerajaan-kerajaan besar seperti Siak, Kampar, dan Pasai.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun, perjalanan Malaka untuk menjadi penguasa Selat Malaka tidaklah mudah. Ada intrik politik, perang, dan diplomasi yang mewarnai sejarahnya. Mari kita kupas lebih dalam hubungan Malaka dengan kerajaan-kerajaan sekitarnya.

Malaka dan Siak: Perang Demi Kekuasaan

Kerajaan Siak, dengan kekayaan alamnya seperti emas, madu, lilin, dan rotan, adalah salah satu negeri yang menjadi incaran Malaka. Menurut Sulalatus Salatin, konflik antara Malaka dan Siak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Mansur Syah. Saat itu, Raja Siak, Maharaja Permaiswara, menolak tunduk kepada Malaka, sehingga perang pun tak terelakkan.

Pasukan Malaka berhasil mengalahkan Siak setelah pertempuran sengit, dan Maharaja Permaiswara gugur. Sultan Mansur Syah kemudian mengangkat Megat Kuda, putra Maharaja Permaiswara, sebagai penguasa Siak dengan gelar Sultan Ibrahim. Untuk memperkuat hubungan, Sultan Ibrahim dinikahkan dengan Raja Mahadewi, putri Sultan Mansur Syah.

Setelah ditaklukkan, Siak menjadi wilayah taklukan Malaka dan diwajibkan membayar upeti. Namun, hubungan mereka tak hanya soal kekuasaan. Siak tetap menjadi pusat agraris yang penting, dan penduduknya sering berdagang ke Malaka untuk membeli kain dan kebutuhan lainnya.

Kampar: Negeri Gersang yang Kaya Strategi

Kampar, meskipun wilayahnya tidak sekaya Siak, tetap menjadi target ekspansi Malaka. Menurut Sulalatus Salatin, Raja Kampar, Maharaja Jaya, menolak tunduk kepada Malaka. Akibatnya, Sultan Mansur Syah mengirim pasukan yang dipimpin oleh Seri Nara Diraja untuk menaklukkan negeri ini.

Pertempuran berlangsung sengit, tetapi akhirnya pasukan Malaka berhasil mengalahkan Kampar. Maharaja Jaya gugur, dan Kampar resmi menjadi wilayah Malaka. Seri Nara Diraja diangkat sebagai Adipati Kampar atas jasanya memimpin penaklukan ini.

Menurut catatan Tome Pires dalam Suma Oriental, Kampar dikenal sebagai negeri yang gersang, tetapi menghasilkan tanaman obat, lilin, madu, dan emas. Wilayah ini juga membayar upeti berupa 4 kati emas kepada Malaka.

Pasai: Rival Dagang yang Berubah Jadi Sekutu

Berbeda dengan Siak dan Kampar, hubungan Malaka dengan Pasai lebih kompleks. Pasai adalah kerajaan yang kaya dan makmur, serta menjadi pusat perdagangan penting di kawasan. Kedua kerajaan ini sering terlibat dalam persaingan dagang, tetapi mereka juga pernah menjadi sekutu dalam situasi tertentu.

Salah satu kisah menarik terjadi ketika Sultan Pasai, Sultan Zainal Abidin, digulingkan oleh adiknya sendiri. Sultan Zainal Abidin melarikan diri ke Malaka dan meminta bantuan Sultan Mansur Syah. Pasukan Malaka awalnya kalah dalam beberapa pertempuran, tetapi akhirnya berhasil mengembalikan Sultan Zainal Abidin ke tahtanya.

Ketika Tome Pires mengunjungi Pasai, kerajaan ini menjadi pusat perdagangan yang ramai, terutama setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis. Pasai dipenuhi pedagang dari Arab, Persia, India, dan wilayah lain, menjadikannya salah satu negeri paling kosmopolitan di kawasan itu.

Malaka, Pusat Kekuasaan dan Perdagangan di Selat Malaka

Malaka adalah cerminan dari bagaimana lokasi strategis dan kekuatan politik dapat membawa kejayaan. Hubungan Malaka dengan kerajaan-kerajaan seperti Siak, Kampar, dan Pasai menunjukkan bagaimana kerajaan ini menggunakan diplomasi, perang, dan pernikahan politik untuk memperluas pengaruhnya.

Kerajaan-kerajaan taklukan seperti Siak dan Kampar harus membayar upeti, sementara kerajaan independen seperti Pasai tetap menjalin hubungan perdagangan dengan Malaka. Semua ini menunjukkan betapa pentingnya Selat Malaka sebagai jalur perdagangan dan medan politik yang memengaruhi sejarah Asia Tenggara.

Sumber Referensi:

  1. Ahmad, A. S. (1979). Sulalatus Salatin (Sejarah Melayu). Dewan Pustaka dan Bahasa.
  2. Cortesao, A. (2018). Suma Oriental Karya Tome Pires: Perjalanan dari Laut Merah ke Cina. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Harrist Riansyah

Penulis Indonesiana

80 Pengikut

img-content

Strategi Pertumbuhan Konglomerat

Senin, 25 Agustus 2025 08:46 WIB
img-content

Riwayat Pinjaman Anda dalam BI Checking

Kamis, 21 Agustus 2025 22:45 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler