Mahasiswa S1 Hubungan Internasional di salah satu Universitas Singaperbangsa Karawang. Saya memiliki minat mendalam terhadap isu-isu politik global dan Hukum Internasional. Dengan latar belakang akademik di bidang Hubungan Internasional
Membedah Luka Lebanon: Krisis, Konflik, dan Asa Perdamaian
Rabu, 28 Mei 2025 13:38 WIB
Lebanon: konflik sektarian, krisis ekonomi, dan harapan rekonstruksi menuju perdamaian berkelanjutan di bawah bayang intervensi asing.
***
Lebanon, negara mungil di pesisir Timur Tengah, telah lama menjadi simbol pergulatan antara harapan dan kehancuran. Sejarah panjang perang saudara, konflik sektarian, dan intervensi asing telah membentuk wajah Lebanon sebagai negara yang terluka namun terus berjuang untuk bangkit.
Akar Konflik Lebanon: Politik Sektarian dan Campur Tangan Asing
Sistem politik Lebanon yang membagi kekuasaan berdasarkan agama antara Muslim Sunni, Syiah, dan Kristen menjadi akar dari konflik berkepanjangan. Politik sektarian ini menciptakan ketimpangan kekuasaan dan memperparah ketegangan antarkelompok.
Perang Saudara Lebanon (1975–1990) memperlihatkan betapa rapuhnya struktur negara. Keterlibatan milisi seperti Hizbullah dan intervensi asing, terutama dari Israel dan Iran, menambah kompleksitas konflik. Bahkan setelah perang usai, pembagian kekuasaan berbasis sektarian tetap menjadi hambatan utama dalam reformasi dan rekonsiliasi nasional.
Krisis Multidimensi: Dari Ekonomi Hingga Ledakan Beirut
Sejak 2019, Lebanon mengalami krisis ekonomi parah. Nilai mata uang merosot tajam, inflasi melambung, dan angka kemiskinan melonjak drastis. Krisis ini diperparah oleh ledakan besar di Pelabuhan Beirut tahun 2020, yang menewaskan ratusan orang dan menghancurkan pusat ekonomi negara.
Lebanon juga menanggung beban sosial luar biasa dengan menampung lebih dari 1,5 juta pengungsi Suriah, populasi pengungsi per kapita terbesar di dunia. Di tengah tantangan ekonomi dan sosial, kepercayaan publik terhadap pemerintah merosot akibat korupsi dan kegagalan reformasi.
UNIFIL dan Peran Indonesia dalam Misi Perdamaian Lebanon
Konsep perdamaian menurut Johan Galtung terdiri dari tiga pendekatan: peacekeeping, peacemaking, dan peacebuilding. Peacekeeping fokus menjaga keseimbangan kekuasaan agar konflik tidak meledak, sementara peacemaking mengandalkan dialog dan negosiasi. Peacebuilding sendiri bertujuan menyelesaikan akar konflik untuk menciptakan perdamaian jangka panjang.
Salah satu bentuk nyata peacekeeping adalah kehadiran UNIFIL (United Nations Interim Force in Lebanon), pasukan perdamaian PBB yang dibentuk melalui Resolusi DK PBB No. 425 dan 426 tahun 1978. Tugas awalnya adalah mengawasi penarikan pasukan Israel dari Lebanon dan membantu pemerintah Lebanon memulihkan kendali atas wilayahnya.
Setelah konflik besar Israel–Hizbullah pada 2006, mandat UNIFIL diperluas melalui Resolusi No. 1701 untuk memantau gencatan senjata, mendukung Angkatan Bersenjata Lebanon (LAF), dan menyalurkan bantuan kemanusiaan.
Meski demikian, pelanggaran terhadap gencatan senjata masih terjadi, baik dari serangan roket maupun pelanggaran wilayah udara oleh Israel. UNIFIL kini tak hanya menjalankan tugas militer, tapi juga memperkuat misi kemanusiaan seperti distribusi bantuan, pengawasan perbatasan, dan pemulangan pengungsi.
Indonesia telah aktif mendukung misi ini melalui pengiriman Kontingen Garuda sejak 2006. Personel TNI dari ketiga matra termasuk pasukan wanita terlibat dalam kerja sama sipil-militer (CIMIC), menyediakan layanan medis, membina hubungan masyarakat, dan memperkenalkan budaya Indonesia. Kontribusi ini memperkuat dimensi sosial dari misi UNIFIL dan menjadikan kehadiran Indonesia di Lebanon bukan hanya soal keamanan, tapi juga kemanusiaan.
Perjanjian Taif dan Tantangan Perdamaian Lebanon yang Belum Usai
Proses perdamaian di Lebanon mencapai tonggak penting melalui Perjanjian Taif pada 1989, yang mengakhiri perang saudara selama 15 tahun. Didukung Liga Arab, Arab Saudi, dan Suriah, perjanjian ini memperkuat sistem pembagian kekuasaan antara Kristen Maronit, Muslim Sunni, dan Muslim Syiah. Meski sistem sektarian tetap dipertahankan, Taif menjadi fondasi reformasi politik dan pemulihan institusi negara.
Pasca-perang, pemerintah memulai rekonstruksi besar-besaran, termasuk membangun kembali Beirut dan merevitalisasi lembaga negara. Sebagian besar kelompok milisi dilucuti, kecuali Hizbullah yang tetap mempertahankan senjatanya. Dukungan komunitas internasional, termasuk kehadiran UNIFIL di perbatasan selatan, memperkuat stabilitas pascakonflik.
Namun, tantangan belum berakhir. Sejak Oktober 2022, Lebanon belum memiliki presiden baru akibat kebuntuan politik antara Hizbullah dan oposisi. Presiden Michel Aoun menekankan pentingnya rekonstruksi nasional, penguatan militer, dan semangat inklusif agar tidak ada kelompok yang merasa kalah. Sayangnya, perpecahan politik dan sektarian tetap menjadi penghalang utama.
Lebanon kini menghadapi tekanan besar: menjaga gencatan senjata, menunjuk perdana menteri reformis, dan keluar dari krisis ekonomi terdalam dalam sejarahnya. Dana internasional sangat dibutuhkan, namun dunia menanti komitmen nyata Lebanon terhadap reformasi politik.
Tanpa pemimpin yang kredibel dan visi inklusif, perdamaian yang langgeng masih akan menjadi harapan yang tertunda.
Referensi
Cipta, S. E., Kanumoyoso, B., & Darmawan, W. (2021). Dinamika Konflik Bersenjata Sektarian Sunni–Syiah Lebanon Utara (2011-2015): The Dinamic of The Sunni-Syiah Armed Conflict in The North Lebanon (2011-2015). Insyirah: Jurnal Ilmu Bahasa Arab dan Studi Islam, 4(2), 134-146.
Firohmatillah, Z. P., & Sudirman, A. (2019). Peran Korps Wanita TNI sebagai Pasukan Pemeliharaan Perdamaian PBB dalam Humanitarian Assistance di Lebanon. Indonesian Perspective, 4(2), 133–149.
Kontan.co.id. (2023). Parlemen Lebanon memilih kepala militer Joseph Aoun sebagai presiden. Diakses dari https://amp.kontan.co.id/news/parlemen-lebanon-memilih-kepala-militer-joseph-aoun-sebagai-presiden.
Picard, E. (2002). Lebanon: A Shattered Country – Myths and Realities of the Wars in Lebanon. New York: Holmes & Meier.
Salem, P. (2019). The Future of Lebanon. Carnegie Middle East Center. Diakses dari https://carnegie-mec.org.
Traboulsi, F. (2007). A History of Modern Lebanon. London: Pluto Press.
United Nations Development Programme (UNDP). (2021). Lebanon Crisis Response Plan 2021 Update. Diakses dari https://www.undp.org.
Widyoseno, B. (2024). Efektivitas Peran United Nations Interim Force in Lebanon dalam Penyelesaian Konflik Israel–Hizbullah pada Tahun 2023. Diplomacy and Global Security Journal: Jurnal Mahasiswa Magister Hubungan Internasional, 1(1).
Wihananto, A. J., & Machmudi, Y. (2021). Lebanon. Jurnal ICMES, 5(2), 143–161.
World Bank. (2020). Lebanon Economic Monitor – The Deliberate Depression. Washington D.C.: World Bank Group.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Membedah Luka Lebanon: Krisis, Konflik, dan Asa Perdamaian
Rabu, 28 Mei 2025 13:38 WIB
Serangan AS ke Yaman, Eskalasi Konflik dan Dampaknya bagi Indonesia
Selasa, 20 Mei 2025 08:53 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler