Mahasiswa Program Studi Pendidikan Teologi Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng
Revitalisasi Bahasa Manggarai: Menghidupi Bahasa Manggarai Melalui Pendidikan
Senin, 9 Juni 2025 21:30 WIBMeskipun masih banyak orang berbicara bahasa Manggarai, namun sesungguhnya bahasa yang dipakai sudah terdistorsi oleh bahasa lain.
***
Bahasa Manggarai merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia. Bahasa ini masih dimiliki oleh orang Manggarai di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Bahasa Manggarai adalah kekayaan dan kebanggaan orang Manggarai (Widyawati dalam Lon, et al, 2018: vii). Kontinuitas eksistensi ini masih terjaga, karena bahasa Manggarai masih digunakan sebagai media dalam komunikasi harian, bahasa adat, dan lingua franca masyarakat Manggarai (Rura, 2022:2).
Seperti halnya bahasa daerah di Indonesia umumnya, bahasa Manggarai juga memuat; sejarah, kearifan lokal, nilai-nilai budaya yang unik, dan menjadi cerminan identitas budaya masyarakat Manggarai. Kendati demikian, bahasa Manggarai kini terancam punah (Hasugian, 2023 dalam KoranNTT.com).
Salah satu penyebab kepunahan bahasa Manggarai adalah karena pemakaian ‘bahasa’ di Manggarai yang tidak lagi bersifat monolingual, tetapi bertendensi multilingual. Masyarakat Manggarai terutama generasi muda cenderung menggunakan dan atau mempelajari bahasa Indonesia dan bahasa asing dalam komunikasi sehari-hari. Akibatnya, penggunaan bahasa Manggarai tidak lagi menjadi prioritas utama dalam komunikasi masyarakat sehari-hari.
Meskipun masih banyak orang berbicara bahasa Manggarai, namun sesungguhnya bahasa yang dipakai sudah terdistorsi oleh bahasa lain. Banyak orang tidak sepenuhnya mengerti dan mengenal kosa kata Manggarai dengan baik. Jika mereka berbahasa Manggarai, kata-kata dari bahasa Indonesia dan bahasa lain kerap kali dipakai bertukaran, sehingga menjadi suatu bahasa campuran.
Demikian pula, banyak orang Manggarai kurang mengenal kosa kata bahasa Manggarai yang biasanya dipakai dalam ritual, upacara adat, dan keagamaan atau dalam konteks pembicaraan yang santun. Bahasa yang dipakai kurang mendalam dan kurang reflektif (Lon dan Widyawati, 2017).
Kondisi ini diperparah dengan fakta yang ditemukan Lon dan Widyawati (2017) bahwa, banyak keluarga yang sudah mengalihkan bahasa ibu (mother tounge) dari bahasa Manggarai ke bahasa Indonesia. Bahkan ada beberapa keluarga lebih senang jika anak tidak (bisa) berbahasa Manggarai.
Mereka terkadang menganggap kemampuan berbahasa Manggarai kurang penting, bahkan dianggap dapat menghalangi kemampuan berbahasa Indonesia dan berbahasa asing. Banyak pula orang tua menyuruh anak belajar bahasa asing dan bukan bahasa lokal. Ada yang malu dan mempermalukan anak jika mereka berbahasa Manggarai, namun akan sangat bangga jika anak mampu berbahasa asing.
Situasi ini menjadi ancaman serius terhadap identitas budaya masyarakat Manggarai dan keanekaragaman linguistik serta kekayaan budaya bangasa Indonsia. Bahasa Manggarai dikhawatirkan terancam hilang, terdistorsi dan punah. Oleh karena itu, revitalsasi bahasa Manggarai melalui pendidikan menjadi semakin penting untuk menjaga warisan budaya dan membentuk jati diri manusia Manggarai.
Revitalisasi merupakan sebuah proses dan usaha untuk menghidupkan kembali sesuatu yang sebelumnya terbederdaya agar menjadi hidup kembali. Sedangkan Revitalisasi bahasa Manggarai melalui pendidikan adalah sebuah upaya mengidupkan kembali bahasa Manggarai yang terancam punah sebagaimana dijelaskan diatas karena tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat pemiliknya. Revitalisasi bahasa Manggarai melalui pendidikan bertujuan untuk menjawabi tantangan jaman yang semakin maju. Lebih dari itu, ia merupakan usaha memulihkan ingatan kolektif suatu komunitas masyarakat (Manggarai).
Filsafat pendidikan esensialisme menganggap manusia sebagai makhluk budaya yang dilengkapi oleh nilai dan norma budaya. Pendidikan dalam terang filsafat esensialisme dipahami sebagai usaha untuk melestarikan dan merawat kebudayaan yang dijelaskan sebagai "education as cultural conservation." Esensialisme dianggap sebagai jalur konservatif yang mendukung pemeliharaan kebudayaan, yang secara umum disebut sebagai "conservative road to culture." Kata lain, esensialisme mendukung penghargaan terhadap nilai-nilai tradisional dan kearifan lama sebagai fondasi penting bagi perkembangan manusia (Farih, 2024:16).
Hal ini berlandaskan Kebijakan Merdeka Belajar Episode ke-17 yang merancang tiga model revitalisasi yang disesuaikan dengan kondisi dilapangan (Bdk. Rohana, Mukhlis & Jamaluddin, 2024: 1139). Model yang sesuai dengan situasi bahasa di Manggarai sebagaimana dijelaskan pada bagian awal diatas, adalah model A. Karakteristik pada model A ini antara lain: Daya hidup bahasanya masih aman, jumlah penuturnya masih banyak, dan masih digunakan sebagai bahasa yang dominan di dalam masyarakat tuturnya. .... Pendekatan yang dilakukan pada model ini adalah pewarisan dilakukan secara terstruktur melalui pembelajaran di sekolah (berbasis sekolah) dan pembelajaran dilakukan secara integratif, kontekstual, dan adaptif, baik melalui muatan lokal maupun ekstrakurikuler.
Mengingat bahasa Manggarai adalah kekayaan budaya Manggarai sekaligus fondasi penting yang membentuk identitas masyarakat Manggarai. Maka hemat penulis revitalisasi bahasa Manggarai adalah suatu yang mendesak dan perlu dilakukan. Revitalisasi bahasa Manggarai dititikberatkan pada pendidikan, karena pendidikan memegang kunci dalam melestarikan dan menjaga bahasa (Manggarai).
Pustaka:
Hasugian, Rita. 2023. Terancam Punah, Tujuh Bahasa Daerah Asal NTT Direvitalisasi, diakses pada 07/06/2025 dalam https://katongntt.com/terancam-punah-tujuh-bahasa-daerah-asal-ntt-direvitalisasi/
Lon, Yohanes, and Fransiska Widyawati. "REVITALISASI PENGETAHUAN BUDAYA MANGGARAI MELALUI KEGIATAN LONTO LEOK DI DESA." https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Lon%2C+Yohanes%2C+and+Fransiska+Widyawati.+%22REVITALISASI+PENGETAHUAN+BUDAYA+MANGGARAI+MELALUI+KEGIATAN+LONTO+LEOK+DI+DESA.%22&btnG=
Lon, Yohanes, et al. Kamus Bahasa Indonesia Manggarai. Kanisius, 2018. https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Widyawati+Fransiska+dalam+Lon%2C+Yohanes%2C+et+al.+Kamus+Bahasa+Indonesia+Manggarai.+Kanisius%2C+2018.&btnG=
Lon dan Widyawati, 2017. Kebiasaan Berbahasa Manggarai (Manuskrip, Hasil Penelitian)
Raru, Gregorius. "Solusi Kreatif Pemertahanan Bahasa Manggarai Di Pulau Mules Dalam Menghadapi Wacana Mea." JURNAL LINGKO: PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 2.1 (2020): 1-16. https://ejournal.unmuhkupang.ac.id/index.php/lingko/article/view/253/186
Rohana, Rohana, Mukhlis Mukhlis, and Jamaluddin Jamaluddin. "Analisis kebijakan Merdeka Belajar episode ke-17: Revitalisasi bahasa daerah." Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan 9.2 (2024): 1134-1143. https://jipp.unram.ac.id/index.php/jipp/article/view/1882
Farih, Nadhyva Maulida, and Dya A’yun. "Implikasi Aliran Esensialisme dalam Budaya Pendidikan Indonesia di Sekolah Dasar." Jurnal Kajian Dan Penelitian Umum 2.1 (2024): 12-26. https://e-journal.nalanda.ac.id/index.php/jkpu/article/view/629

Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Revitalisasi Bahasa Manggarai: Menghidupi Bahasa Manggarai Melalui Pendidikan
Senin, 9 Juni 2025 21:30 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler