Saya adalah mahasiswi dari Universitas Katolik Santo Thomas Medan
Pertemanan Sehat Dimulai dari Basic Manners
Senin, 14 Juli 2025 07:12 WIB
Menciptakan pertemanan sehat dan aman melalui prinsip yang baik, dimulai dari mengerapkan tata krama dasar.
Oleh Naomi Anakampun1 dan Helena Sihotang2
Penulis pertama adalah mahasiswi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Katolik Santo Thomas Medan.
Penulis kedua adalah dosen dari Universitas Katolik Santo Thomas Medan.
Di jaman sekarang, pertemanan memang sulit untuk dimengerti, apalagi di generasi Z, seperti pengalaman penulis. Di era sekarang juga, sudah banyak berkomunikasi melalui media sosial karena perkembangan jaman Pertemanan yang dahulu dibangun melalui perjumpaan langsung, percakapan panjang, dan keterlibatan emosional yang mendalam, kini seringkali digantikan oleh interaksi singkat via media sosial, pesan instan, atau bahkan emoji. Dalam dunia yang serba cepat ini, kualitas pertemanan sering kali tergerus oleh rutinitas, egoisme, dan miskomunikasi. Maka timbul satu pertanyaan penting: apa yang membuat sebuah pertemanan tetap sehat, relevan, dan bermakna?
Jawabannya tidak lain adalah: etika. Pertemanan yang sehat memerlukan lebih dari sekadar rasa nyaman atau kedekatan emosional. Ia butuh kepekaan, pengertian, serta nilai-nilai etis yang dijunjung bersama. Dan segala bentuk etika sosial itu bermula dari satu hal paling dasar yang kerap kita lupakan—basic manners, atau tata krama dasar.
Menurut Kees Bertens dalam buku berjudul Sejarah Filsafat Yunani (1999), etika adalah nilai-nilai atau norma-norma (moral) yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok untuk mengatur tingkah lakunya.
Etika dalam pertemanan bukanlah sekadar aturan tertulis, melainkan kumpulan prinsip tak kasat mata yang menuntun seseorang untuk bersikap adil, sopan, dan penuh pertimbangan. Etika tidak memaksa, tetapi mengarahkan. Ia tidak mengikat, namun mengajak setiap individu untuk sadar bahwa di balik kebebasan bersikap, ada tanggung jawab sosial.
Etika atau tata krama dalam pertemanan sangat penting kita jaga. Pasalnya, tanpa memiliki etika, mungkin kita bisa bertindak kurang sopan atau bahkan kurang berempati kepada orang lain. Akhirnya akan berdampak pada keharmonisan hubungan pertemanan.
Sementara itu, basic manners adalah bentuk paling dasar dari etika sosial. Ia mencakup hal-hal kecil yang terlihat sepele sperti menyapa dengan ramah, mendengarkan tanpa menyela, menghargai waktu orang lain, hingga tahu kapan harus diam. Tapi justru dari hal-hal kecil inilah tumbuh rasa nyaman, hormat, dan aman dalam suatu hubungan.
Sayangnya, banyak orang menganggap bahwa dalam hubungan yang dekat, seperti pertemanan, tata krama tidak lagi diperlukan. Padahal, justru dalam kedekatan itulah sopan santun harus tetap dijaga. Ketika batas-batas kesopanan hilang, yang tersisa hanyalah interaksi mentah yang rawan disalahartikan.
Ada kecenderungan di masyarakat modern untuk mengaburkan batas antara keterbukaan dan ketidaksopanan. Kejujuran, misalnya, sering disalahartikan sebagai kebebasan untuk berbicara tanpa filter. Padahal, kejujuran tidak sama dengan menyakiti hati orang lain secara frontal.
Kalimat-kalimat semacam itu seolah-olah menjadi pembenaran untuk bersikap semena-mena. Padahal, kalau dipikirkan ulang, sifat “to the point” tidak berarti bebas menyakiti perasaan orang lain. Dan hanya karena seseorang adalah teman dekat, bukan berarti dia harus menoleransi semua bentuk ketidakpedulian kita.
Basic manners tidak usang. Justru di tengah kebebasan berekspresi yang semakin tak berbatas, tata krama menjadi satu-satunya jangkar agar hubungan tetap sehat dan manusiawi.
Seperti contoh:
Ada satu cerita tentang seorang teman, sebut saja namanya Rina. Suatu waktu, Rina mengalami kejadian yang membuatnya cukup kecewa dengan salah satu sahabat dekatnya. Teman ini melakukan kesalahan yang berdampak langsung pada Rina; bukan kesalahan besar, tapi cukup membuatnya dirugikan dan merasa tidak dihargai. Rina awalnya mengira temannya akan menyadari kesalahan itu dan segera meminta maaf. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Temannya bersikap seolah semuanya baik-baik saja, bahkan bercanda dan berbicara seperti tidak ada masalah. Lebih mengecewakan lagi, ketika Rina menunjukkan rasa tidak nyaman, si teman malah terlihat tersinggung dan menjauh.
Rina jadi makin kesal, bukan hanya karena kesalahan yang sudah terjadi, tapi karena tidak ada upaya sedikit pun untuk meminta maaf. Padahal, kalau dari awal temannya menunjukkan penyesalan dan berkata jujur, mungkin semua bisa selesai lebih cepat dan tidak berlarut. Rina sendiri tidak menuntut permintaan maaf yang berlebihan, cukup pengakuan dan sedikit empati. Karena kadang yang dibutuhkan seseorang bukan solusi, tapi sekadar rasa dihargai.
Cerita Rina jadi contoh nyata bagaimana hal kecil seperti tidak minta maaf bisa meninggalkan luka yang lebih dalam dari kesalahan itu sendiri. Basic manners seperti meminta maaf seharusnya jadi bagian dari hubungan yang sehat. Sayangnya, masih banyak orang yang menganggap kata maaf tidak penting, padahal justru dari situlah rasa saling menghargai dan kedewasaan emosional terlihat.
Satu kesalahpahaman besar tentang pertemanan adalah anggapan bahwa hubungan yang sehat itu berarti “bebas total” bebas ngomong apa saja, bebas masuk ke ranah pribadi, bebas mengkritik kapan saja. Padahal, pertemanan sehat bukan tentang bebas bertindak, melainkan tentang saling menghormati batas pribadi.
Menjaga batas dalam pertemanan bukan berarti membatasi keintiman. Justru batas itulah yang membuat ruang nyaman itu tetap aman. Pertemanan sehat menyadari bahwa setiap orang tetap memiliki zona privasinya, hak untuk tidak setuju, serta hak untuk didengar dan dihargai.
Ketika Pertemanan Menjadi Toxic: Akibat Hilangnya Etika
Toxic friendship atau pertemanan yang tidak sehat seringkali muncul secara perlahan dan tidak disadari. Hubungan semacam ini biasanya ditandai oleh satu pihak yang terlalu dominan, manipulatif, tidak menghargai batas, atau sering membuat pihak lain merasa bersalah.
Dan semua ini biasanya bermula dari pelanggaran-pelanggaran kecil terhadap etika sosial dasar. Contohnya:
- Ingin dimengerti terus
- Mengontrol kehidupan pribadi teman dengan dalih “peduli”
- Menyepelekan pencapaian atau perjuangan teman
- Susah mengungkapkan 3 kata Ajaib (Maaf, tolong, dan Terimakasih)
Jika tidak diatasi, toxic friendship bisa berdampak serius pada kesehatan mental. Maka dari itu, penting untuk selalu mengevaluasi dinamika hubungan sosial, dan memastikan bahwa etika serta tata krama tetap menjadi pijakan bersama.
Mengembalikan Nilai-Nilai Etika dalam Lingkungan Sosial
Etika dan manners bukan hanya tanggung jawab pribadi, tetapi juga tanggung jawab kolektif. Budaya pergaulan yang sehat bisa dibentuk jika nilai-nilai tersebut dihargai bersama.
Untuk menghidupkan kembali etika sosial dalam pertemanan, mulailah dengan menjadi contoh yang baik dalam bersikap sopan, karena sikap itu bisa menular. Jika ada teman yang mulai melanggar batas, tegurlah dengan cara yang lembut, karena bisa jadi mereka tidak menyadarinya. Biasakan juga untuk menumbuhkan empati agar kita bisa lebih memahami perasaan orang lain. Selain itu, hindari candaan yang kasar atau menyerang pribadi, karena meski terdengar lucu, bisa saja menyakitkan bagi orang yang mendengarnya.
Etika adalah bentuk tertinggi dari pertemanan sehat.Pertemanan adalah bentuk kasih sayang yang unik. Ia tidak terikat oleh darah, tidak juga oleh kewajiban hukum. Namun justru karena itu, ia butuh fondasi yang kuat agar tidak mudah runtuh. Dan fondasi itu adalah etika.
Memahami bahwa teman juga manusia yang punya perasaan, batas, dan hak untuk dihormati adalah langkah pertama menuju pertemanan yang dewasa dan berkelanjutan. Kita mungkin tidak bisa menjadi teman terbaik untuk semua orang, tetapi kita selalu bisa memilih untuk menjadi teman yang etis.
Jadi, jika kamu ingin hubungan yang langgeng, bermakna, dan bebas dari drama, jangan remehkan hal-hal kecil seperti berkata "maaf", "terima kasih", atau mendengarkan tanpa menyela. Karena dalam dunia yang makin sibuk dan bising ini, pertemanan yang sehat bukanlah yang paling ramai, melainkan yang paling etis.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Etika Sosial dalam Menghadapi Krisis Moneter
Rabu, 16 Juli 2025 17:50 WIB
Pertemanan Sehat Dimulai dari Basic Manners
Senin, 14 Juli 2025 07:12 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler