Komunikasi Antarbudaya dalam Hubungan Percintaan

Senin, 14 Juli 2025 20:11 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
3 Tips Menjaga Hubungan yang Sehat dengan Pasangan Saat Masih Terbayang Mantan
Iklan

Cinta antardaerah adalah potret kecil keberagaman Indonesia. Komunikasi antarbudaya menjadi fondasi yang memungkinkan hubungan ini tumbuh.

Oleh: [email protected]

Di Indonesia, terdapat banyak sekali berbagai suku dan adat. Indonesia, negeri dengan lebih dari 1.300 suku bangsa dan ratusan bahasa daerah menjadikan marsyarakat dengan latar belakang suku dan adat saling hidup berdampingan. Sehingga tidak jarang ditemukan dua insan yang saling jatuh cinta yang berasal dari suku dan adat yang berbeda. Seperti pasangan Jawa dengan Batak, Minang dengan Bali, dan lain sebagainya. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di tengah masyarakat modern dan digital yang semakin salingterhubung, hubungan cinta lintas daerah menjadi fenomena yang kian lazim. Anak muda dari Papua bertemu dengan pasangan asal Sumatera, atau pemuda Bugis jatuh cinta dengan perempuan Jawa. Namun, cinta yang terjalin antara dua latar budaya yang berbeda tak jarang menghadapi tantangan besar: prasangka keluarga, perbedaan nilai, perbedaan pola komunikasi, serta dinamika relasi gender dan keluarga yang tak selalu selaras. Di dalamnya terdapat tantangan komunikasi yang tidak sekadar bersifat verbal, melainkan menyangkut nilai-nilai budaya yang dalam dan kompleks.

Elemen penting dalam percintaan, seperti komunikasi, menjadi sebuah tantangan tersendiri di setiap pasangan antarbudaya. Dikarenakan hal ini bisa saja mempengaruhi sebuah hubungan antar manusia, khususnya percintaan. Maka sikap saling memahami, pengertian, dan kemauan untuk saling belajar menjadi kunci keberhasilan dalam hubungan. 

Komunikasi antarbudaya adalah proses penyampaian pesan antara individu dari latar belakang budaya yang berbeda. Budaya tidak hanya mencakup bahasa atau adat, tetapi juga cara berpikir, cara merasakan, dan cara menafsirkan dunia. Dalam konteks Indonesia, perbedaan budaya bisa hadir dalam bentuk perbedaan bahasa daerah, cara  menyapa, cara menunjukkan kasih sayang, atau perbedaan sikap terhadap peran gender dan keluarga.

Mengapa komunikasi antarbudaya ini menjadi penting bagi sebuah hubungan bahkan percintaan? Karena ketika 2 insan yang memiliki budaya yang berbeda bersatu, mereka saling membawa nilai-nilai ataupun kebiasaan ciri khas masing-masing  daerah. Pasangan harus tidak hanya menyampaikan pesan, tetapi juga menyatukan perbedaan identitas, ekspektasi, dan nilai-nilai yang melekat dalam budaya asal masing-masing. Misalnya dari daerah Sumatera, memiliki gaya komunikasi yang lebih tegas. Daerah lain seperti Jawa, cenderung berkomunikasi dengan gaya yang lembut. Maka sikap saling memahami dinilai penting untuk sebuah hubungan agar tidak terjadi kesalahpahaman akibat gaya komunikasi.

Seperti Teori Gudykunst: Anxiety/Uncertainty Management (AUM) Theory, dimana komunikasi antarbudaya sering diwarnai ketidakpastian (uncertainty) dan kecemasan (anxiety). Ketidakpastian terjadi karena kita tidak tahu bagaimana orang dari budaya lain akan bereaksi terhadap pesan kita. Sementara kecemasan muncul dari rasa takut ditolak atau gagal berkomunikasi dengan baik.

Dalam konteks hubungan cinta antardaerah, pasangan kerap merasa canggung ketika berhadapan dengan keluarga pasangan atau ketika harus mengikuti adat istiadat yang asing bagi mereka. Agar komunikasi efektif, kedua hal ini harus dikelola. Dalam hubungan cinta antarsuku, seperti Jawa dan Batak, perbedaan gaya bicara, kebiasaan keluarga, atau cara menyatakan kasih sayang bisa menimbulkan rasa tidak pasti “dia  maksudnya apa ya?” dan kecemasan “keluarganya bisa terima aku nggak?”.

Teori AUM menjelaskan bahwa semakin kita mengenal budaya pasangan, semakin rendah kecemasan dan ketidakpastian kita, dan komunikasi pun jadi lebih lancar. Gudykunst menyebut bahwa komunikasi akan efektif ketika tingkat kecemasan dan ketidakpastian  berada dalam zona optimal, cukup rendah untuk merasa aman, namun cukup tinggi untuk mendorong perhatian dan kewaspadaan.

Beberapa contoh tantangan dan peluang pasangan antar budaya :
1. Gaya Komunikasi
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, dengan gaya komunikasi yang cenderung berbeda tiap daerah, ini rentan menjadi kesalahpahaman antara pasangan. Di beberapa budaya lokal Indonesia, ekspresi cinta cenderung tidak diungkapkan secara verbal. Di budaya lain, pasangan terbiasa mengekspresikan rasa cinta secara terbuka, bahkan di ruang publik. Pasangan dari dua budaya ini bisa merasa tidak dipahami atau 
tidak dicintai, padahal hanya berbeda dalam cara mengekspresikannya.

2. Perbedaan Nilai Keluarga
Dalam budaya Indonesia, keluarga besar memegang peranan penting. Pada pasangan antardaerah, pertanyaan seperti “Apakah dia dari suku yang bisa cocok dengan keluarga kita?” bisa menjadi persoalan serius. Bahkan, perbedaan agama, sistem kekerabatan (patrilineal vs matrilineal), dan adat pernikahan bisa memicu ketegangan. 

3. Ritual yang berbeda
Beberapa suku memiliki memiliki ritual pernikahan yang kompleks, sehingga belum tentu suku lain bisa menerimanya.

4. Gender dan Peran Sosial
Beberapa budaya Indonesia masih memiliki pandangan konservatif tentang peran lak-laki dan perempuan. Ketika pasangan berasal dari budaya yang lebih setara gender bertemu dengan pasangan dari budaya yang lebih patriarkis, bisa terjadi benturan ekspektasi peran dalam hubungan.

5. Stigma Budaya dan Prasangka
Beberapa keluarga atau komunitas masih menyimpan prasangka antar suku. Stereotip seperti “orang sana kasar”, “tidak cocok jadi menantu”, atau “budaya mereka tidak seiman dengan kita” adalah penghambat komunikasi yang memerlukan pendekatan persuasif dan empatik.

6. Kesempatan untuk Tumbuh dalam Perbedaan
Di sisi lain, hubungan cinta antarbudaya juga membuka ruang bagi pembelajaran dan pertumbuhan. Pasangan yang mampu mengelola komunikasi antarbudaya dengan baik akan belajar menjadi lebih empatik, sabar, terbuka, dan kreatif dalam menyelesaikan masalah. Mereka bisa menciptakan “budaya pasangan” sendiri yang merupakan 
perpaduan dari dua dunia yang berbeda.

Komunikasi bukan hanya pertukaran kata-kata, tetapi juga pertukaran makna, nilai, dan simbol. Dalam hubungan cinta, komunikasi mencerminkan kasih sayang, kejujuran, dan komitmen. Namun, ketika pasangan berasal dari budaya yang berbeda, misalnya pasangan Jawa yang lebih berkomunikasi secara halus dan penuh isyarat, dengan 
pasangan Batak yang cenderung lugas dan ekspresif, maka ada kemungkinan pesan tidak diterima sesuai maksudnya. Inilah yang disebut sebagai noise budaya. Tanpa pemahaman antarbudaya, cinta bisa retak hanya karena tidak adanya keselarasan dalam komunikasi.

Kemudian apa saja yang bisa dijadikan strategi komunikasi antarbudaya untuk hubungan cinta yang sehat?
1. Saling Mempelajari Budaya Pasangan
Luangkan waktu untuk belajar tentang bahasa, adat, simbol, dan nilai-nilai pasangan. Ini bukan hanya bentuk cinta, tapi juga penghormatan.

2. Membangun Gaya Komunikasi yang Disepakati
Tentukan cara komunikasi yang nyaman untuk kedua belah pihak. Apakah lebih suka diskusi langsung atau perlahan-lahan? Apakah lebih cocok menyampaikan perasaan lewat tindakan atau kata-kata?

3. Mengelola Keterlibatan Keluarga
Bersikap terbuka terhadap keluarga pasangan, sekaligus menetapkan batasan sehat dalam pengambilan keputusan pribadi.

4. Terbuka terhadap Konflik, Jangan Menyembunyikannya
Perbedaan budaya tak jarang memicu konflik. Hadapi dengan sikap belajar, bukan saling menyalahkan.

5. Membangun Identitas Bersama
Alih-alih mempertahankan “budaya saya” dan “budaya kamu,” bangun narasi “budaya kita” sebagai pasangan. Ini adalah jembatan paling kuat.

Cinta antardaerah adalah potret kecil dari keberagaman Indonesia. Komunikasi antarbudaya menjadi fondasi yang memungkinkan hubungan ini tumbuh dalam perbedaan. Dengan memahami teori-teori komunikasi antarbudaya dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, pasangan tidak hanya dapat memperkuat relasi personal, tetapi juga memperlihatkan bagaimana perbedaan budaya bukanlah penghalang cinta, melainkan sumber kekayaan dalam menjalin kasih sayang yang lebih mendalam dan dewasa.

Ketika dua insan dari budaya yang berbeda saling mencintai dan berusaha memahami satu sama lain, mereka sedang membuktikan bahwa Indonesia memang bisa bersatu dalam cinta dan keberagaman. Hubungan cinta seperti ini tidak hanya mengajarkan dua orang untuk saling menerima, tetapi juga menunjukkan pada dunia bahwa keberagaman bukanlah penghalang, melainkan kekuatan. Dengan komunikasi yang tepat, perbedaan bukanlah alasan untuk berpisah, tetapi alasan untuk terus belajar dan mencintai lebih dalam.

Referensi 
Gudykunst, W. B. (2005). Anxiety/uncertainty management (AUM) theory: Current status. 
Gudykunst, W. B., & Kim, Y. Y. (2003). Communicating with strangers: An approach to intercultural communication (4th ed.). McGraw-Hill.
Mulyana, D. (2005). Komunikasi Antarbudaya: Panduan Berkomunikasi dengan OrangOrang Berbeda Budaya. Remaja Rosdakarya.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler