Mahasiswi Program Studi Jurnalistik semester 2, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. NIM: 12405021030043

Beth Shalom Rumah Penuh Kasih Menjangkau Jiwa

Rabu, 16 Juli 2025 18:05 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Panti Jompo dan Panti Asuhan Kemah Beth Shalom. Foto: Alya Maulina (Olahan Penulis)
Iklan

Panti Jompo dan Panti Asuhan Kemah Beth Shalom

***

Panti Jompo dan Panti Asuhan Kemah Beth Shalom, yang kerap disebut Beth Shalom, telah berdiri selama 12 tahun. Tempat ini bukan sekadar menjadi rumah bagi 25 lansia dan 26 anak asuh, tetapi juga menjadi pelukan hangat, tempat menemukan kembali makna keluarga, kasih sayang, dan rasa dibutuhkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Salah satu penghuni yang merasakan ketulusan itu adalah Martha atau yang kerap disebut Omah Martha. Sebelum menjadi penghuni 2 tahun belakangan, Martha adalah pekerja di Beth Shalom. Kini ia menjadi penghuni karena kondisi kesehatannya yang menurun. Martha hanya memiliki satu doa sederhana untuk sisa hidupnya.

Penghuni Panti Jompo dan Panti Asuhan Kemah Beth Shalom, Martha. Foto: Alya Maulina (Olahan Penulis)

“Jika aku dijemput keluargaku, aku tidak mau pulang, aku mau di sini, hidup dan mati mau di Beth Shalom,” ujar Martha, yang ditemui di Restoran Beth Shalom pada Selasa (1/7)

Martha mengenang pengalamannya dalam merawat lansia saat bekerja. Martha merawat seorang nenek yang sedang dirawat di rumah sakit. Martha berdoa jika nenek tersebut tidak memiliki umur yang panjang, ia berharap nenek meninggal di Beth Shalom agar dapat kumpul di panti. Doa Martha terkabul, nenek yang dirawatnya meninggal di panti setelah seminggu dipulangkan dari rumah sakit.

Kisah dan harapan sederhana Martha menjadi bukti bahwa Beth Shalom adalah tempat ternyaman di usia senja.

Ketulusan kasih sayang juga dirasakan oleh Yati, salah satu pekerja panti yang telah lama mengabdi. Yati mengaku tidak ingin berhenti dari pekerjaannya, bahkan jika pun harus berhenti, hatinya akan tetap di Beth Shalom.

“Saya pernah resign 2 tahun, tetapi selama 2 tahun itu, saya sakit-sakitan, akhirnya saya minta kerja ke Bu Ayen untuk kerja lagi. Hati saya terlanjur nyaman di sini. Bukan masalah upahnya, tetapi masalah hati saya. Saya seperti memiliki keluarga,” ujar Yati, pekerja panti yang ditemui di restoran Beth Shalom pada Selasa (1/7)

Pekerja Panti Jompo dan Panti Asuhan Kemah Beth Shalom, Yati. Foto: Alya Maulina (Olahan Penulis)

Bagi Yati, merawat lansia bukan hanya soal tanggung jawab, tetapi juga keterikatan batin. Ia menganggap banyak penghuni seperti keluarganya sendiri karena tidak ada batasan yang memisahkannya. Yati memiliki pendekatan unik dengan penghuni, yaitu dengan bercanda.

“Kalau ada penghuni yang kelihatannya lagi kesal, biasanya saya ajak bercanda, “ah, omah marah-marah terus, yuk bantu saya mengupas bawang saja,” saya bilang begitu, jadi sambil dibercandai saja,” ujar Yati.

Namun, di balik kisah-kisah penuh kasih, Beth Shalom juga menghadapi berbagai tantangan. Ayen Oei yang kerap disebut Ayen atau Bu Ayen, pengelola panti, menceritakan awal berdirinya Beth Shalom yang diwarnai penolakan keras. Warga sekitar yang mayoritas muslim sempat menolak kehadiran panti. Meski demikian, penolakan itu kini tidak lagi terasa. Beth Shalom kini menerima semua orang yang membutuhkan, baik lansia maupun anak-anak, yang membutuhkan uluran tangan.

“Di Beth Shalom bukan lagi soal keyakinan, tapi kemanusiaan. Saya mau menjangkau lebih banyak lagi orang yang membutuhkan,” ungkap Ayen, pengelola panti, yang ditemui di restoran Beth Shalom pada Selasa (1/7)

Tantangan terbesar yang dirasakan Ayen terjadi saat pandemi Covid-19. Biaya operasional panti yang bergantung pada kunjungan tamu menjadi sulit karena kunjungan tamu sempat dilarang dilakukan. Ia berjuang keras mencari berbagai cara agar panti tetap beroperasi, bahkan sempat merasa ditinggalkan Tuhan, padahal ia berjuang untuk para lansia dan anak-anak. Di tengah kesulitan itu, bantuan datang. Beth Shalom menerima sumbangan ayam dari pengunjung, membuat Ayen merasa berdosa karena sempat menyalahkan Tuhan dan kemudian memohon ampun.

Di sisi lain, Ayen juga merasakan kisah berharga dan dibutuhkan, yaitu dari Roni atau kerap disapa Opah Roni. Penghuni Beth Shalom yang pernah menderita stroke ini memiliki radio kesayangan yang selalu menemaninya.

Ayen mengenang, setiap kali memberikan baterai untuk radio atau biskuit yang diinginkan Roni, jalan Roni yang sebelumnya berjalan miring menjadi berjalan lurus dan matanya berbinar. Binar mata Roni adalah hal yang tidak akan Ayen lupakan. Hingga akhir hayat Roni, Roni mengungkapkan rasa sayangnya kepada Ayen seperti anaknya dan itulah yang membuat Ayen merasa dibutuhkan.

Berbagai kisah dan tantangan yang terukir menjadi saksi perjalanan Beth Shalom, menjadikannya rumah yang nyaman bagi lansia dan anak-anak yang membutuhkan.

Di Panti Asuhan dan Panti Jompo Kemah Beth Shalom, cinta dan kasih sayang tidak lahir dari kelebihan, melainkan dari keterbatasan dan kebersamaan yang terjalin. Dari dapur sederhana tempat Yati mengolah sayuran hasil kebun panti, dari tawa kecil para penghuni yang diajak bercanda Yati saat suasana hati kurang baik, hingga doa sederhana Martha yang ingin menghabiskan sisa hidupnya di Beth Shalom. Semuanya membuktikan bahwa rumah bukanlah sekadar tembok, bangunan, dan uang. Rumah adalah tentang pelukan, kesabaran, dan kasih sayang tanpa pamrih dan balasan.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Alya Maulina

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler