Jurnalis Publik Dan Pojok Desa.
Dua Poros Epistemik dalam Epistemologi Islam
Kamis, 7 Agustus 2025 10:35 WIB
Dalam tradisi epistemologi Islam, dua poros utama yang membentuk pendekatan terhadap sumber dan pemahaman wahyu adalah konsep tafsil dan tafsir
Dalam tradisi epistemologi Islam, dua poros utama yang membentuk pendekatan terhadap sumber dan pemahaman wahyu adalah konsep tafsil dan tafsir. Keduanya bukan hanya metode linguistik atau retoris, melainkan cerminan dari pendekatan yang lebih mendalam terhadap bagaimana pengetahuan dihasilkan, dikritisi, dan diterapkan dalam konteks kehidupan.
Tafsir berakar dari upaya interpretasi dan pemaknaan kontekstual terhadap teks ilahi; ia berfungsi dalam ranah deduktif-konotatif, yang menjadikan ayat sebagai subjek interpretasi teoretik berdasarkan pengalaman sejarah, bahasa, dan simbol. Hal ini sejalan dengan QS. Asy-Syu‘arā’ (26):1–3 yang menampilkan Al-Qur’an sebagai wahyu yang memunculkan penafsiran untuk kaum yang beriman, bukan sebagai proposisi ilmiah langsung.
Di sisi lain, tafsil mengacu pada struktur eksplisit dan sistematisasi ayat secara literal dan rasional, seperti dinyatakan dalam QS. Fuṣṣilat (41):3, “Kitab yang ayat-ayatnya dijelaskan secara rinci…” (fuṣṣilat āyātuhu). Pendekatan ini lebih dekat pada ranah induktif dan empiris dalam epistemologi; ia menjadikan teks sebagai data objektif untuk ditelaah secara heuristik tanpa terlebih dahulu diasumsikan oleh teori.
Tafsil bertindak sebagai struktur representasi ilmu, sementara tafsir bertindak sebagai struktur interpretasi makna. Dalam pandangan filsafat ilmu Islam, ini mencerminkan keterhubungan antara sumber empiris (tafsil) dan kerangka a priori (tafsir), dua sisi yang berinteraksi dalam pembentukan argumentasi ilmiah Islam.
Kedua pendekatan ini penting untuk dikaji secara integratif dalam pengembangan tafsir ilmiah Islam. Tafsil dapat membentuk kerangka klasifikasi dan kategorisasi yang dibutuhkan oleh sains, sementara tafsir memungkinkan refleksi etis dan spiritual dalam membumikan pengetahuan tersebut.
Maka dari itu, tafsir ilmiah tidak semata soal membenarkan sains melalui ayat, namun menjadikan wahyu sebagai epistemologi yang mampu menstrukturkan dan menginspirasi bangunan ilmu—dari observasi hingga nilai. Epistemologi Islam yang berakar pada Al-Qur’an dengan poros tafsil dan tafsir membuka ruang sintesis antara ilmu dan makna, antara penalaran objektif dan perenungan spiritual.
Referensi:
Nasr, S. H. (2006). Islamic Science: An Illustrated Study. World Wisdom.
Al-Attas, S. M. N. (1980). The Concept of Education in Islam. ISTAC.
QS. Fuṣṣilat: 3; QS. Asy-Syu‘arā’: 1–3

Penulis Indonesiana
2 Pengikut

Parau
4 hari laluBaca Juga
Artikel Terpopuler