Staf Publikasi dan Jurnal Ilmiah \xd Sekolah Tinggi Pastoral Atma Reksa Ende\xd
Psikologi Cinta Tanah Air dalam Kebyar-Kebyar
Minggu, 17 Agustus 2025 16:15 WIB
Komunitas mampu bangkit menemukan makna penderitaan dan menjadikan luka sebagai sumber kekuatan.
***
Di tengah badai kehidupan yang mengguncang harapan dan menggoyahkan keyakinan, bangsa Indonesia berdiri di persimpangan antara kekecewaan dan keberanian. Ketika kebijakan terasa menjauh dari nurani rakyat, dan suara-suara putus asa mulai menggema, kita dihadapkan pada pilihan: menyerah pada gelap, atau menyalakan kembali api semangat yang telah diwariskan oleh para pendiri bangsa.
Dalam dunia psikologi, gejalah dan fenomena macam ini disebut resiliensi kolektif yaitu kemampuan sebuah komunitas untuk bangkit bersama, menemukan makna dalam penderitaan, dan menjadikan luka sebagai sumber kekuatan.
Saya teringat akan lagu “Kebyar-Kebyar” yang sering menggema di hari-hari Kemerdekaan RI. Saya kutip bagian refreinnya: Indonesia, merah darahku; Putih tulangku, bersatu dalam semangatmu; Indonesia, debar jantungku; Getar nadiku, berbaur dalam angan-anganmu; Kebyar-kebyar pelangi jingga .
Bagi saya, lagu ini bukan sekadar nyanyian nostalgia kisah perjuangan tempo dulu. Lebih dari itu, ia adalah mantra kebangsaan yang mengingatkan kita bahwa “merah darahku, putih tulangku” bukan hanya metafora, tetapi identitas yang tertanam dalam jiwa kita. Ketika bendera merah putih berkibar, ia tidak hanya menari di tiupan angin, tetapi mengibarkan harapan jutaan jiwa yang ingin hidup bermartabat.
Dalam teori self-efficacy Albert Bandura, diyakini bahwa “keyakinan seseorang terhadap kemampuannya memiliki pengaruh mendalam terhadap kemampuan itu sendiri.” Di sini, mengibarkan bendera bukan hanya tindakan simbolik, tetapi pernyataan psikologis bahwa kita percaya pada diri sendiri, pada bangsa ini, dan pada masa depan yang bisa kita bangun bersama.
Di sini, saya boleh bilang juga bahwa lagu itu adalah juga sebuah afirmasi identitas sosial yang menyatukan kita dalam keberagaman. Di tengah pelangi jingga yang membentang dari Sabang sampai Merauke, kita menemukan kekuatan bukan karena kita seragam, tetapi karena kita saling melengkapi. Inilah Indonesia: tempat di mana luka menjadi nyanyian, perbedaan menjadi kekuatan, dan semangat kebangsaan menjadi nyala abadi di dalam dada.*

Penulis Indonesiana
5 Pengikut

Psikologi Cinta Tanah Air dalam Kebyar-Kebyar
Minggu, 17 Agustus 2025 16:15 WIB
Tabola Bale: Cinta yang Membebaskan, Indonesia yang Memikat
Senin, 18 Agustus 2025 08:36 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler