Pengamat/praktisi pendidikan nasional dan sosial, Konsultan dan Narasumber pendidikan independen. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di media cetak sejak 1989-2019. Sekadar menjaga kesehatan jiwa (otak dan hati) serta raga, lanjut menulis di media online ini.

Mencari Semar, Sudut Pandang, dan Refleksi

Selasa, 19 Agustus 2025 15:16 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Mencari Semar
Iklan

Usai pementasan Mencari Semar Teater Koma, ada beberapa sudut pandang yang dapat dijadikan refleksi.

Pentas Teater Koma, produksi ke-235 "Mencari Semar" karya sutradara Rangga Riantiarno dipentaskan di Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan pada 13 - 17 Agustus 2025, telah berakhir.

Sebelumnya, usai menyaksikan Gladi Bersih (GR) "Mencari Semar" bersama para kuli tinta, Selasa (12/8/2025), saya sudah memotret hasil pertunjukan dalam artikel berjudul "Era Baru Teater Koma: "Semar Hilang di +62, Ayo Cari!", dan sudah tayang di salah satu media online nasional.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam artikel tersebut, sudah saya ulas, di antaranya, naskah aktual dengan kondisi saat ini, debut Rangga Riantiarno dengan naskah intelektual dan akademis, pementasan didukung oleh sekitar 90 persen pemain regenerasi dan 10 persen pemain senior, dan catatan lainnya.

Potret usai pentas

Selepas saya tulis artikel "Era Baru Teater Koma: "Semar Hilang di +62, Ayo Cari!", ternyata beberapa "sejawat" meminta saya membuat ulasan "Mencari Semar" lebih komprehensip.

Demi merealisasi permintaan sejawat itu, maka sejak 13 -17 Agustus 2025, sesuai waktu pementasan "Mencari Semar", saya menggunakan mata untuk "membaca" khususnya berita dan ulasan tentang "Mencari Semar" di berbagai media dan media sosial. Juga menggunakan telinga untuk mendengar berbagai respon tentang pertunjukan "Mencari Semar", khususnya dari sejawat dan kolega pecinta dan penonton setia Teater Koma, tentang "Mencari Semar".

Setelah menonton, membaca, dan mendengar, sesuai data dan fakta yang saya peroleh, maka, ibarat menulis Skripsi/Tesis/Disertasi, maka saya langsung dapat menentukan judul artikel, identifikasi masalah, pembatasan masalah, hingga tujuan penulisan artikelnya populer.

Judul artikelnya: "Mencari Semar, Beberapa Sudut Pandang, dan Refleksi

Identifikasi masalah cukup banyak, namun sudah saya batasi menjadi:

(1) Sudut pandang penonton pencari huburan

(2) Sudut pandang penonton teater

(3) Sudut pandang media dan medsos

(4) Sudut pandang tentang Teater Koma

Sesuai identifikasi masalah tersebut, maka penulisan artikel jenis populer ini, juga dibatasi (4) hal sesuai identifikasi masalah tersebut.

Sementara, tujuan dari penulisan artikel populer ini,

(1) Merealisasi permintaan sejawat, mengulas "Mencari Semar" lebih komprehensip.

(2) Untuk refleksi khususnya bagi Teater Koma dan umumnya bagi teater Indonesia, Asia, dan Dunia.

Pembahasan (1)

Setelah menonton, membaca, dan mendengar dari "berbagai", pentas "Mencari Semar", respon dari penonton setia/regenerasi/pemula Teater Koma, saya simpulkan bahwa produksi ke-235 Teater Koma ini,

a. Sesuai standar pentas Teater Koma selama ini dari segi artistik dan nonartisik, bahkan berkembang, dinamis mengikuti perkembangan teknologi (baca: zaman).

b. Tetap mendidik dan menghibur. Naskah dilahirkan bukan hanya dari pikiran dan hati kreatif-imajinatif-inovatif, tetapi berdasar dan bersumber dari proses ilmiah-akademis-intelektual.

c. Penonton "umum" saya sebut puas dengan lakon "Mencari Semar".

d. Penonton "umum pun", sudah langsung berpikir, kapan dan apa judul produksi ke-236 Teater Koma berikutnya.

e. Penonton tetap merasakan, almarhum N. Riantiarno hadir dalam pertunjukan, sebab Rangga dapat membuktikan kualitas dan kompetensinya, khususnya dalam penulisan naskah dan penyutradaraan sesuai standar Teater Koma.

Banyak yang masih dapat saya ulas, namun sementara cukup a, b, c, d, dan e dulu.

Pembahasan (2)

Penonton yang hadir, baik praktisi teater, praktisi seni pertunjukan, pengamat teater, hingga akademisi teater yang memiliki kompetensi terkait teater, ada yang membuat catatan khusus, semisal:

a. Dari segi artistik

-Naskah, bagus

-Penyutradaraan, bagus

-Semua unsur artistik, seperti skenografi, musik, kostum, rias, sound, tata cahaya, dll, standar Teater Koma

-Pemain, bila pentas ini untuk konsumsi lomba/festival, maka yang hanya para pemain senior yang standar Teater Koma. Untuk pemain regenerasi (baca: yunior)

-Kelompok Agen 1, 2, 3, 4, dan 5, bermain seperti teater remaja, seperti tampilan dalam FTJ (Festival Teater Jakarta).

-Kelompok Panakawan, hanya Semar dan Gareng yang sudah sesuai standar Panakawan pada umumnya (sesuai pakem), Bagong dan Gareng, masih harus belajar dan butuh jam terbang.

-Kelompok Togog, pemeran Bilung malah dipertanyakan, mengapa pemerannya itu. Apa tidak ada pemeran lain? -Kelompok Warga dan Kades, sama seperti model Kelompok Agen 1, 2, 3, 4, dan 5, seperti lagi manggung FTJ.

Atas kondisi itu, saya "mendengar" ada yang berandai-andai. "Andai para senior Teater Koma dapat ikut bermain dan mengisi peran-peran pemain yunior itu, yakin "Mencari Semar" akan lebih "dahsyat".

Pembahasan (3)

Sejak dari Gladi Kotor, pentas hari pertama hingga terakhir, respon dan ulasan di media tentang "Mencari Semar" postif. Namun, patokan saya, dari ulasan dua media mainstream, Kompas dan Tempo, pentas "Mencari Semar" menurut mereka: Bagus dan Sukses.

Namun, mereka tidak mengulas segi permainan dan pemain regenerasi yang terlibat. Hanya parsial, mengulas dari segi kontekstual naskah dan tradisi Teater Koma pada umumnya.

Saya juga membaca, banyak tulisan dari para wartawan, setelah ditelisik, ternyata banyak yang dari wartawan baru/muda, tidak tahu detail Teater Koma. Sehingga reportasenya, rata-rata sama dengan informasi yang mereka dapatkan saat konferensi pers "Mencari Semar". Sekadar tanggung jawab menulis berita.

Pembahasan (4)

Untuk (4) hal, saya banyak "mendengar" dari praktisi, pengamat, dan penggiat teater bahwa:

(1) Kendati sudah tidak ada N. Riantiarno (NR), Teater Koma masih ada Ratna Riantiarno (RR), masih ada Sari Madjid (SM). RR dan SM adalah kunci sentral Teater Koma sepeninggal NR. Karennanya terkait Manajemen Produksi (nonartistik) dan Manajemen Artistik, Teater Koma tetap dinamis dan stabil.

(2) Keberadaan RR dan SM, membuat apa pun produksi Teater Koma, hasilnya akan tetap sesuai standar Teater Koma.

(3) Dalam produksi pentas, siapa pun penulis naskah dan sutradaranya, akan mudah dan terbantu, sebab dukungan nonartistik dan artistik yang selalu prima sesuai standar Teater Koma.

(4) Beberapa "pihak" bertanya, mengapa produksi ke-235 naskah dan sutradaranya Rangga Riantiarno.

Sebab, teater lain, ketika pemimpin dan sutradaranya sudah "tidak ada", mati suri. Bahkan, Teater Populer yang lama tidak aktif, saat kembali aktif, sutradaranya Slamet Rahardjo Djarot. Publik pun bertanya, apa Teater Populer, sepeninggal Teguh Karya, jadi miliknya Slamet Rahardjo Djarot?

Bagaimana proses penunjukan Rangga sebagai penulis dan sutradara selepas NR "pergi"?

Publik juga bertanya. Apakah ada diskusi dengan seluruh Senior Anggota Teater Koma yang masih ada? Sebab, Teater Koma paguyuban.

(4) Hanya sekitar 10 persen senior Teater Koma yang dilibatkan/terlibat dalam "Mencari Semar", juga tidak lepas dari pengamatan praktisi dan pengamat teater.

-Ke mana para senior Teater Koma yang masih ada, masih hidup?

-Apa para senior sudah tidak mau ikut produksi lagi?

-Banyak publik pecinta Teater Koma, yang rindu penampilan para senior Teater Koma, naik panggung lagi.

Terkait (4) hal tersebut, masih banyak pertanyaan lainnya.

Refleksi

Dari pembahasan (4) hal sesuai identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka, dapat dijadikan refleksi khususnya untuk Teater Koma, dan umumnya untuk kelompok teater lainnya di Indonesia. =

Supartono JW.18082025 : Pengamat pendidikan nasional , Praktisi dan pengamat teater.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Supartono JW

Menulis, menjaga kesehatan jiwa (otak dan hati) serta raga.

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler