Saya merupakan esais amatir antah berantah.
One Piece: Simbol Gugatan dan Kritik terhadap Pemerintahan
2 hari lalu
Jangan takut kepada bendera, tapi takutlah ketika negara menolak untuk mendengarkan rakyat.
**
Pemerintah Republik Indonesia mengimbau untuk mulai mengibarkan bendera Merah Putih sejak tanggal 1-31 Agustus 2025. Sayangnya, alih-alih mendapatkan sambutan nasionalistis dan patriotik, sebagian masyarakat justru meresponsnya dengan sinis dan menyerukan mengibarkan bendera jolly roger—bendera bajak laut yang terkenal di abad ke-18 dan biasanya digambarkan tengkorak dan tulang menyilang—milik Luffy dengan topi jerami khas, tokoh fiksi dari manga-anime One Piece karya Eiichiro Oda.
Seruan ini mirip seperti reaksi orang jenuh dan muak dengan nasionalisme-nasionalismean rakyat terhadap realitas bangsa yang tidak sesuai dengan keindahan kabar dari mulut Juru Bicara Istana. Dan, bendera Luffy adalah simbol yang tepat untuk mengekspresikannya. Tapi, mengapa harus bendera Luffy dari One Piece?
Jolly Roger Luffy dalam Simbolisme
Pertanyaan “apakah” di permulaan mesti dijawab sesegera mungkin, karena khawatir rasa nasionalisme dan patriotisme kita dipertanyakan oleh orang paling pancasilais di Indonesia. Jawabannya, tidak! Pengibaran jolly roger Luffy bukanlah penghinaan apalagi pengkhianatan seperti yang dituduhkan, tetapi wujud kasih sayang rakyat terhadap negara. Apabila, kata-kata diabaikan dan aksi dianggap mengganggu jalanan, maka berteriak melalui simbol adalah alternatif demokratis, mirip seperti pada film The Hunger Games dengan simbol dua jarinya.
Reaksi warganet Indonesia beragam, misalnya disebutkan oleh akun X bernama @RidhaIntifadha, bahwa jolly roger Monkey D. Luffy bukan sekadar bendera, tetapi dimaknai sebagai simbol perlawanan terhadap pemerintah (World Government) (WG), yang mana konteksnya korup dan kejam. Adapun dari akun X bernama @ardisatriawan menjelaskan jika One Piece ini menyentuh grassroot (akar rumput), seperti sopir truk, sambil menyodorkan sejarah perlawanan rakyat mulai dari Revolusi Perancis dan Revolusi Cilegon 1888, yang mana keduanya sama-sama berawal dari kemarahan rakyat ke pemerintah. Kesamaan cuitan tersebut adalah gambaran kejenuhan dan gerakan akar rumput (rakyat) melawan negara.
Fenomena ini bisa dikaji melalui kajian semiotika, mudahnya baca-baca simbol tapi akademis sedikit. Jurgen Ruesch (1972) dalam bukunya “Semiotic Approaches to Human Relations”, menyebut simbol sebagai perangkat ekstraorganisme yang telah disepakati untuk merujuk secara ringkas pada serangkaian tindakan atau peristiwa, yang digunakan untuk tujuan pengkodean guna menyampaikan pesan. Sesuai dengan konsepsi E. Basin (1974) dalam “Symbol, Image, Art (On the Semiotic Concept of Charles Peirce)”, tanda representasional muncul baik dalam kualitas benda-benda material maupun dalam kualitas citra yang ditimbulkan oleh benda-benda tersebut dalam kesadaran. Dari simbol itu, lahirlah kajian semiotika, dengan bidangnya mencakup: sintaksis (hubungan antar simbol), semantik (hubungan tanda dengan peristiwa atau objek), dan pragmatik (hubungan tanda dengan penafsir manusianya).
Secara sintaksis, bendera milik Luffy tidaklah sama kesakralannya dengan bendera Merah Putih, apalagi bendera partai politik. Bendera Merah Putih akan selalu berada di tempat paling tinggi sebagai simbol kewibawaan dan penghormatan tertinggi, sebab kehormatannya berpangkat-pangkat. Sedangkan, bendera Luffy bermakna perlawanan terhadap ketidakadilan. Dalam konteks gerakan pengibaran bendera Luffy menjelang dirgahayu, ditujukan sebagai simbol harapan, kebebasan, keadilan, dan kebahagiaan, sesuai dengan refleksi karakter Luffy di animenya yang jenaka, berani, dan bebas.
Secara semantik, tren gerakan pengibaran muncul di media sosial, khususnya dari warganet pecinta One Piece, yang berbarengan dengan detik-detik peringatan 80 tahun kemerdekaan RI. Sedangkan, secara pragmatik, tafsirnya bisa merujuk kepada Luffy sebagai karakter, benderanya, atau One Piece itu sendiri. Tetapi, bila dihubungkan dengan konteks cerita One Piece akhir-akhir ini, yang kian mendekati akhir dan disuguhkan dengan cerita soal korupnya WG, maka kecenderungan penafsir akan mengaitkan pengibaran bendera Luffy sebagai kritik terhadap pemerintahan yang korup dan sulit memberantas korupsi, termasuk kisah kongkalingkong nepotisme, oligarki rakus, dan lainnya.
Dengan begitu, pengibaran jolly roger Luffy di satu sisi sebagai simbol harapan untuk Indonesia yang lebih baik di usianya yang menginjak 80 tahun, sedangkan sisi lain menyiratkan tentang kritik simbolisme rakyat Indonesia terhadap kondisi bangsa yang tidak kunjung membaik.
Indonesia Segalanya, Pemerintah Biasa Saja
Semarah apapun rakyat, gerakan pengibaran jolly roger Luffy tidak pernah sampai melampaui posisi tertinggi dari Sang Saka Merah Putih. Pokoknya, nasionalis-patriotik rakyat kita. Bahkan, sekalipun Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan tidak menyebut posisi bendera, tapi masyarakat paham bahwa tidak ada yang boleh lebih tinggi dari Merah Putih. Itulah yang pernah dilakukan mantan Presiden Gus Dur terhadap bendera Bintang Kejora, yang diyakininya sebagai bendera kultur rakyat Papua. Tindakan bijak dan hormat itu diapresiasi, mempertemukan pemerintah Indonesia dan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dalam sebuah kesepahaman yang damai.
Dengan begitu, gerakan pengibaran bendera Luffy mestinya tidak dipandang sebagai bentuk pengkhianatan bangsa, sebab itu terlalu berlebihan hanya untuk bendera fiksi dari sebuah animasi. Justru, pesan tersirat itu harus ditangkap sebagai semangat dan evaluasi kebangsaan, yang telah laman dikoyak berbagai persoalan, mulai dari pelemahan ekonomi, pajak di mana-mana, represivitas aparat, intoleransi meningkat, korupsi sampai luber, penegakkan hukum kurang optimal, dan lainnya, yang tidak pernah usai. Termasuk, jangan pernah mempertanyakan nasionalisme kepada masyarakat.
Misalnya, komedi persidangan Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto, yang pada akhirnya malah diberikan abolisi dan amnesti oleh presiden dan disetujui DPR. Lainnya, ada kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% dan tax amnesty yang kontroversial. Terakhir dan konyol adalah data Liga Korupsi Indonesia. Kejaksaan Agung RI memaparkan klasemen korupsi di Indonesia dan hasilnya PT Pertamina menjadi yang tertinggi dengan kerugian total mencapai Rp968,5 T, lalu PT Timah Rp300 T, BLBI (Rp138,4 T), PT Duta Palma Group (Rp78 T), PT TPPI (Rp37,8 T), PT Asabri (Rp22,7 T), dan PT Jiwasraya (Rp16,8 T).
Akhirnya, kita menyadari pengibaran jolly roger Luffy bukanlah bentuk kebencian atau pengkhianatan, melainkan wujud kecintaan rakyat terhadap negara. Mestinya negara introspeksi dengan membenahi tata kelolanya, bukannya menghakimi simbol sambil mengancam. Oleh karena itu, keliru bila hal ini dipandang gerakan pemecah belah oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, sebab itu paranoid. Inilah wujud kejemuan publik terhadap tindakan pemerintah yang tidak pernah membenahi diri. Lagipula, masyarakat masih mau rela menjadi WNI dan mengibarkan bendera Merah Putih.
Bangsa ini mesti mulai sadar dan mengevaluasi diri, alih-alih menyalahkan pihak sana-sini. Bila kita ingin menempatkan Merah Putih secara sakral, maka negara ini janganlah kotor sebagai tempat tiang pancangnya berdiri. Merdeka! (beneran).

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Kriminalisasi Non-Kriminal dalam Kultur Hukum Kita
Jumat, 1 Agustus 2025 21:47 WIBArtikel Terpopuler