Mooncake - Kisah Duka Seorang Penyandang Disleksia

2 hari lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Mooncake
Iklan

Dirundung oleh teman sekolah, dianggap mengecewakan keluarga, penyandang disleksia harus berjuang menegakkan kepercayaan diri.

Judul: Mooncake

Alih Bahasa: Rizka Amalia

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tahun terbit: 2014

Penerbit: Noura Books

Tebal: 264

ISBN: 978-602-1306-19-2

 

Novel ”Mooncake” mengisahkan seorang gadis penyandang disleksia. Anak disleksia kesulitan untuk membaca dan menulis, meski sebenarnya tidak ada kekurangan secara intelektual. Seorang penyandang disleksia sering mengalami bullying dari teman-temannya. Kadang orangtua yang tidak bisa menerima anaknya menyandang disleksia, juga melakukan perlakuan diskriminasi.

Guang An - tokoh utama novel ini, adalah seorang gadis remaja yang mengalami disleksia. Guang An mengalami kesulitan untuk membaca. Karena kesulitan yang dihadapi ini, Guang An selalu diejek oleh teman-temannya. Kondisi ini membuat Guang An merasa rendah diri. Ia dianggap sebagai anak bodoh.

Rizka Amalia menggunakan banyak peristiwa sehari-hari yang menunjukkan bahwa sang ayah sangat kecewa mempunyai anak yang menderita disleksia. Keputusan Rizka Amalia untuk menjadikan Guang An sebagai orang pertama, sangat membantunya mengungkapkan perasaan seorang penyandang disleksia.

Apalagi, Chen Han – kakak Guang An adalah anak yang sangat berhasil. Chen Han pintar dan sukses dalam karir. Itulah sebabnya sang ayah sangat membanggakan Chen Han. Sang ayah selalu membandingkan keberhasilan Chen Han dengan kekurangan Guang An. Guang An merasa menjadi orang yang tak berguna.

Untunglah masih ada ibu yang sangat menyayanginya. Ibu yang rajin membacakan materi matapelajaran, sehingga Guang An mampu mengikuti pelajaran di sekolahnya. Dukungan sang ibu ini membuat Guang An terhibur dalam penderitaannya.  

Kisah utamanya terjadi selama 3 hari saja di Malaysia. Guang An bersama ayah dan ibunya diundang berlibur oleh Chen Han yang mendapat promosi sebagai supervisor. Liburan tersebut bersamaan dengan perayaan mooncake festival – festival ke bulan. Kebetulan Guang An lahir pada tanggal perayaan kue bulan.

Liburan yang seharusnya menjadi momen yang menggembirakan malah membuat Guang An merasa tidak berarti. Sebab sang ayah hanya memperhatikan anak lelakinya yang sukses dan mengabaikan Guang An.

Guang An yang merasa diabaikan memilih untuk meninggalkan keluarganya dan melakukan petualangan sendiri. Dalam petualangannya ini ia bertemu dengan seorang pemuda asal Semarang yang orangtuanya menjadi pengusaha kue bulan. Pemuda dan keluarganya inilah yang membuat Guang An merasa berarti. Ia belajar membuat kue bulan bersama keluarga ini. Ia menghabiskan waktu untuk jalan-jalan dengan sang pemuda.

Novel ini diakhiri dengan sadarnya sang ayah akan sikapnya yang merendahkan Guang An. Rekonsiliasi keluarga ini sungguh mengharukan. Kasih sayang semua anggota keluarga membuat Guang An tegar menghadapi kekurangannya.

Rizka Amalia sangat berhasil dalam menggambarkan penderitaan seorang penyandang disleksia. Perasaan terabaikan, tidak berguna, bodoh dan minder sangat kuat keluar dalam karakter Guang An. Jika ada yang harus diperbaiki dalam novel ini adalah penyebutan ayah dan ibu oleh Guang An dan Chen Han kepada orangtuanya. Sangat tidak lazim keluarga Tionghoa memanggil orangtuanya dengan sapaan ayah dan ibu. Apalagi dalam novel ini Rizka Amalia memilih menggunakan nama Tionghoa untuk dua tokohnya - Guang An dan Chen Han. Satu lagi yang mengganjal bagi saya adalah bebasnya Guang An yang baru berumur 15 tahun bisa menjalin hubungan yang cukup intim dengan seorang pemuda berumu 19 tahun yang baru pertama kali ditemuinya di luar negeri. 952

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana

2 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler