x

Rusak Parah, Warga Blokade Jalan Pantura Bekasi

Iklan

margaretha diana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jalan Propinsi, Kebijakan Lintas Daerah

Pulang atau lebih dikenal dengan istilah mudik memanglah sudah menjadi tradisi khas masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun setiap menjelang hari raya Lebaran.Karena memang tidak afdol rasanya jika hari raya tidak dirayakan dan dinikmati dengan suasana h

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sepertinya dari tahun ke tahun,cerita tentang perjalanan mudik memang tidak akan pernah ada habisnya.Penuh dengan kenangan,entah manis maupun pahit,suka duka sepanjang perjalanan,akan selalu menjadi sebuah cerita yang tak mudah dilupakan.

Pulang,hanya itu yang selalu terlintas bagi sebagian besar masyarakat Indonesia yang merayakan hari raya Lebaran.Pulang atau lebih dikenal dengan istilah mudik memanglah sudah menjadi tradisi khas masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun setiap menjelang hari raya Lebaran.Karena memang tidak afdol rasanya jika hari raya tidak dirayakan dan dinikmati dengan suasana hangat ditengah keluarga tercinta.

Mudik yang berasal dari kalimat "mulih nang udik" atau pulang ke kampung halaman,menjadi ritual yang fenomenal setiap tahunnya.Dari tahun ke tahun jumlah para pemudik juga mengalami peningkatan angka yang signifikan.Tahun ini saja misalnya,menurut data Dishub RI,jumlah pemudik tahun 2014 bahkan mencapai kisaran angka 30 juta jiwa.Jadi bisa dibayangkan kenapa selalu saja cerita mudik diwarnai dengan acara macet,panas,letih sepanjang jalan.Karena 30 juta jiwa rakyat Indonesia hampir berbarengan tumplek-plek turun ke jalan raya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dan dari tahun ke tahun pula,pemerintah tidak pernah alpa mempersiapkan segala sesuatunya untuk menghadapi fenomena ini.Mulai dari penambahan angkutan umum guna mengakomodasi para pemudik yang melakukan perjalanan luar kota,hingga perbaikan jalan-jalan yang sekiranya akan dilewati pemudik.Meski tetap saja antisipasi bagaimanapun dari pemerintah, dari tahun ke tahun cerita mudik memakan korban jiwa ditengah perjalanan.

Seperti contoh kasus belum lama ini,yaitu tentang amblesnya jembatan Comal yang merupakan salah satu jalur utama Pantura.Karena kondisi jalan yang ambles dan tidak bisa dilalui kendaraan,pada akhirnya menyebabkan banyak pemudik yang memakai jalur tengah,yaitu berbelok ke arah selatan melalui Bumiayu-Ajibarang-Purwokerto atau lewat jalur Dongkal yaitu Randudongkal(Pemalang)-Purbalingga-Purwokerto.Namun sayangnya seringkali para pemudik tidak terlalu paham dengan jalur alternatif yang akan dilewati.Demikian halnya dengan pemudik yang melewati jalur Dongkal.Jalur ini memang sebuah jalur alternatif yang lumayan sepi dilalui para pemudik,kenapa? Karena bukan jalur yang mudah dilalui.Untuk kondisi jalan memang tergolong bagus dan mulus hampir tanpa kerusakan.Hanya saja,jalur ini merupakan jalur melalui bahu Gunung Slamet.Jadi bisa dipastikan kondisi kelokan-kelokan,tanjakan serta turunan yang tajam hampir mewarnai 80% jalan yang dilalui.Belum lagi bahu jalan yang bersinggungan langsung dengan tebing atau jurang hampir tanpa penerangan sepanjang jalan,bukan jalan yang ramah dilewati jika malam hari atau dalam kondisi cuaca hujan atau berkabut.Dan mungkin karena kurang tahu medan jalan pulalah,menjadi bukan hal yang mengejutkan saat terjadi kecelakaan di jalur tersebut.Tercatat,seminggu sebelum Lebaran kemarin jalur tersebut sudah memakan 6 korban jiwa meninggal dunia.

Sebenarnya,mungkin cerita jembatan ambles tersebut tidak akan terjadi jika saja ada koordinasi antara Dishub Kabupaten Pemalang dengan Dishub Propinsi Jateng.Jika Dishub Kabupaten Pemalang cepat menyadari jika keadaan jembatan Comal tersebut sudah bermasalah dan cepat-cepat melaporkan ke Dishub Propinsi Jateng.Sehingga Dishub Propinsi Jateng bisa mengantisipasinya sebelum euforia mudik.

Ya,mungkin banyak yang tidak tahu ,jika ada jalan-jalan tertentu yang tidak masuk dalam pengawasan dan pengelolaan Dishub Kabupaten.Meski jalan tersebut berada ditengah-tengah sebuah kota sekalipun,namun jika jalan tersebut masuk peta jalan lintas propinsi,maka kewenangan pengawasan dan perawatan ada di tangan DIshub Propinsi,bukan Dishub Kabupaten.Jadi jangan kaget jika menemui jalan rusak di sepanjang lintasan jalur antar propinsi,meski di kanan kirinya banyak terdapat jalan-jalan kecil yang bagus dan mulus.

Disini,saya yang masyarakat awam seringkali tak habis pikir.Kenapa untuk masalah pengelolaan jalan saja harus diserahkan ke pemerintahan yang lebih tinggi,sementara,pemerintah daerah kabupaten pun sebenarnya sanggup menanganinya sendiri.Sebuah jalur birokrasi yang ribet menurut kepala awam saya,kenapa? Karena,pada akhirnya proses yang terjadi adalah Dishub Kabupaten melaporkan kepada Dishub propinsi terlebih dahulu jika ada jalur lintas propinsi yang rusak,dan nantinya dari Dishub Propinsi turun ke lapangan guna cek dan ricek,baru mengambil kebijakan untuk jalan yang rusak tersebut.Coba bayangkan proses yang panjang tersebut.Apakah pemerintah daerah kabupaten sedemikian miskinnya sehingga untuk perbaikan jalan saja (meski jalan tersebut masuk jalan lintas propinsi) harus menunggu pemerintah propinsi turun.

Entahlah,kadangkala birokrasi yang ribet memang hanya membuat geleng kepala tak percaya.Padahal,menurut hemat saya,kenapa tidak membiarkan pemerintah daerah untuk mengelola jalan tersebut,meski jalan-jalan tersebut merupakan jalan utama lintas propinsi.Biarkan mereka belajar mengenai otonomi daerah yang sebenarnya jika mereka mampu.Kecuali memang pemerintah daerah kabupaten tersebut tidak mampu,atau membutuhkan bantuan yang lebih besar seperti pembangunan dan pengelolaan jalan tol atau jembatan yang termasuk project kelas A,baru pemerintahan yang lebih tinggi turun ikut membantu.

Mungkin ini mimpi kecil,jika birokrasi tidak berkelok-kelok seperti jalur Dongkal.Dan jika suatu saat infrastruktur bisa merata di seluruh Indonesia hingga ke pelosok-pelosok negeri.Tapi aku percaya,suatu saat bisa,hingga tidak ada nada sinis yang bicara bahwa,

" Indonesia itu hanya Jawa,untuk keperluan mudik saja pemerintah menganggarkan dana untuk perbaikan jalan sekian milyar,dengan perbandingan dana tersebut bisa untuk membangun 50 gedung SD di propinsi NTT.."

Ikuti tulisan menarik margaretha diana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler