x

Iklan

Taufik AAS P

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

HGU PT Unggul Widya Teknologi Lestari Perlu Ditinjau Ulang

Analisa atas perseteruan antara PT. Unggul Widya Teknologi Lestari dengan masyarakat Mamuju Utara

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kisaran cerita tentang perseteruan antara warga Mamuju Utara dengan PT. Unggul Widya Teknologi Lestari (WTL) soal klaim meng-klaim lahan, kini suah memasuki bulan ke-3. Persoalan HGU sawit dan lahan okuvasi masyarakat, memang sudah lagu lama di Mamuju Utara. Hingga kini belum ada solusi berimbang yang bisa membuat rakyat legah dan bernilai di mata pemilik modal. Juga sikap pemerintah daerah selalu gamang untuk memihak rakyatnya atau menjaga investor yang duitnya banyak.

Ibaratnya api dalam sekam, kemelut ini sudah sekian lama terus menerus menyala diam-diam. Lagi-lagi masyarakat membuktikan tekadnya untuk mencari hak diyakininya benar dengan menduduki lokasi kebun PT Unggul WTL, bahkan memblokir, melarang untuk panen. Kemudian menuntut dikembalikan lahannya seluas 1050 ha. Rakyat. Mereka kukuh dengan caranya mencari keadilan, walaupun cara itu membuatnya harus berhadapan dengan pihak keamanan.

Meskipun pihak PT Unggul WTL telah diback up keamanan dari kepolisian, masyarakat juga tetap bertahan. Pihak pemerintah melalui Sekkab. dan Kapolres Mamuju Utara telah mencoba mediasi, hasilnya tetap nihil. Masyarakat masih kukuh dengan pendiriannya dan telah empat pekan menduduki lokasi. Sangat ekslusif memang gerakan rakyat ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Melihat alotnya perseteruan ini sudah bisa dipastikan pihak PT Unggul WTL dan masyarakat Desa Sipakainge dan enam desa lannya pasti mengalami tekanan secara moril dan materil. Karena akibat dari pemblokiran dan larangan panen ini, masyarakat tentu harus tetap terjaga dan menjaga sikapnya di lapangan, sedikit saja "berulah" aparat akan meringkusnya. Juga dalam keharian mereka, aktivitas terganggu, pekerjaan jadi terbengkalai.

Selain mengganggu aktivitas sehariannya, masyarakat yang berseteru dengan PT. Unggul WTL pada posisi jenuh dan bimbang, bisa terjebak ke dalam aksi kriminal melakukan pencurian, buah sawit yang tercecer-cecer, biasa mereka sebut "gerondolan." Dan telah ada beberapa kasus.

Sementara dari PT Unggul WTL, seandainya 1050 ha. sawit produktif itu dicegah panen oleh masyarakat, berarti 136500 (seratus tiga puluh enam ribu lima ratus) pohon tidak bisa menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS), dengan jumlah pohon 130/ha. Itu bisa gagal panen. Kalau diprediksi kerugian dengan perbandingan hasil rata-rata per-hektar per-bulan sekitar Rp. 6 juta, berarti pihak PT Unggul WTL akan mengalami penurunan hasil Rp. 6.120.000.000 dikali dua menjadi Rp. 12. 240.000.000. Selama adanya perseteruan ini. Ini akan terus bertambah

Pada sisi psikologis karyawan PT Unggul WTL, bila kemelut ini berlarut akan mengalami juga rasa was-was akan berbenturan dengan masyarakat. Sehingga secara lansung dapat mempengaruhi produktivitas mereka. Juga nasib buruh lepas yang bertugas di area yang diblokir panennya tersebut, bagaimana nasibnya.

Bila kedua belapihak tidak menemukan titik temu, hingga pada satu titik jenuh akibat depresi yang berlebihan. Kemungkinan benturan keras bakal terjadi antara masyarakat dengan pihak PT Unggul WTL atau masyarakat dengan aparat. Bakal jatuh korban yang seharusnya tidak perlu terjadi.

Andainya Pemkab. Mamuju Utara memilki keinginan kuat untuk meminta peninjauan ulang atas lokasi HGU PT. Unggul WTL. Akan didapatkan kejelasan, sejauh mana hak-hak masyarakat dan hak pemilik modal dari PT. Unggul WTL. Bila membiarkan masyarakat yang ratusan kk tersebut terjebak kemelut dan tergiring masuk tindak kriminal pencurian "gerondolan" sungguh tidak bijak Pemerintah Kabupaten Mamuju Utara, bila hanya tinggal diam.

Ikuti tulisan menarik Taufik AAS P lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler