x

Iklan

Ipul Gassing

Pemilik blog daenggassing.com yang senang menulis apa saja. Penikmat pantai yang hobi memotret dan rajin menggambar
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Daging Kuda? Kenapa Tidak?

Berani menikmati olahan kuliner dari daging kuda? mari ke Jeneponto untuk mencobanya

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kuda adalah salah satu binatang yang selama ribuan tahun sudah hidup menemani perjalanan manusia. Di beberapa kebudayaan dunia, kuda adalah salah satu aspek penting dalam sejarah mereka. Orang Amerika jaman dulu sangat menghormati kuda sebagai hewan yang menemani para penakluk benua itu. Orang Mongol dikenal sebagai salah satu suku yang sangat dekat dengan kuda. Konon mereka bahkan hidup berhari-hari di atas punggung kuda tanpa pernah turun.

Berbeda dengan sapi atau kerbau, kegunaan utama kuda memang hanya sebagai alat transportasi. Meski kuda akrab dengan keseharian beberapa suku di dunia namun mengonsumsi kuda bukanlah sebuah kebiasaan yang lazim. Alasannya beragam, ada suku yang memang tidak tega memakan daging kuda karena menganggap mereka sebagai saudara sendiri yang sudah menemani dalam suka dan duka, tapi ada juga yang menghindari mengomsumsi kuda karena alasan kesehatan.

Daging kuda memang lebih liat dan keras daripada daging sapi atau kerbau. Daging kudapun dianggap memiliki kadar kolesterol yang lebih tinggi sehingga bisa membahayakan kesehatan. Karenanya daging kuda tidak lebih populer dari daging sapi atau kerbau sebagai salah satu olahan makanan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi tahukah Anda kalau di Sulawesi Selatan ada satu daerah yang juga terkenal sebagai pusat kuliner dari daging kuda?

Daerah itu bernama Jeneponto, sekisar 60 km sebelah Selatan kota Makassar. Di kabupaten Jeneponto, mengonsumsi kuda adalah sebuah kebiasaan. Kuda bagi warga Jeneponto memang sangat lekat, bahkan ketika kendaraan beroda dan bermesin makin jamak. Di kabupaten ini kita bisa dengan mudah menemukan kuda-kuda yang berseliweran di sepanjang jalan.

Kuda yang ada di Jeneponto memang bukan kuda seperti yang biasa kita lihat di ranch atau di film-film. Kuda di Jeneponto rata-rata berbedan kecil seperti kuda Sumbawa. Sebagian besar kuda itu digunakan sebagai alat transportasi yang membantu para petani mengangkat hasil panen mereka.

Di saat-saat tertentu seperti pada perayaan hari agama atau upacara pernikahan, kuda selalu hadir jadi sajian utama. Kuda diolah sebagai makanan lezat dalam bentuk coto, konro atau pallu basa. Di daerah lain di Sulawesi Selatan bahan utama untuk konro, coto dan pallu basa biasanya daging sapi atau kerbau, tapi tidak di Jeneponto. Selain sapi dan kerbau, kudapun bisa diolah menjadi bahan makanan khas Sulawesi Selatan tersebut.

Tapi mengomsumsi olahan daging kuda memang tidak boleh sembarangan. Daging kuda tidak seperti daging sapi atau kerbau yang bisa diolah dengan mudah. Daging kuda secara tekstur lebih keras, mungkin karena kuda adalah pekerja yang lebih keras dari sapi atau kerbau. Butuh keahlian juru masak yang khusus, kalau tidak rasa dan aromanya malah membuat kita tidak nyaman.

Selain itu kandungan kolesterol dalam daging kuda bisa dengan cepat membuat efek yang tidak diharapkan. Saya pernah menyantap konro kuda dan beberapa jam kemudian merasakan ada yang tidak beres di leher dan kepala bagian belakang. Beberapa teman yang punya bakat kolesterol tinggi juga mengalami hal yang sama. Sementara itu ada juga yang mengaku kalau daging kuda punya pengaruh ke birahi yang lebih menggelora selepas menyantapnya, tapi ini mungkin hanya sekadar sugesti saja. Saya belum pernah membaca analisa mediknya.

Tapi kalau Anda mau mencoba makanan yang berbeda maka mungkin bolehlah sesekali berkunjung ke Jeneponto di Sulawesi Selatan dan mencoba kuliner yang satu ini. Siapa tahu Anda suka.

Ikuti tulisan menarik Ipul Gassing lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terkini