x

Iklan

Mochammad Irfan Kurnia

Mahasiswa jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga, Surabaya. Blogger dan Penulis, pemerhati dan peminat pendidikan di Indonesia.
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menjadikan Pembelajaran Lebih Hidup

Kita sedang hidup di era pembelajaran yang berpusat pada siswanya (student-centered learning) serta pembelajaran berbasis teknologi informasi (TI). Namun sudahkan pendidikan Indonesia memanfaatkan momentum tersebut untuk kemajuan bangsa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sumber Gambar: Alboem Artwork

Kita berada di suatu era dimana kegiatan pembelajaran tidak lagi berpusat pada orang yang mengajar atau guru, melainkan berpusat pada siswanya, fenomena ini disebut dengan student-centered learning. Para siswa mencari materi ke berbagai sumber baik itu perpustakaan, media cetak, hingga internet yang begitu luas dan kemudian hasil penelitian tersebut diwujudkan dalam suatu presentasi. Hal positif dari fenomena ini adalah ketika satu siswa atau satu kelompok siswa membawakan presentasinya, siswa yang menjadi pendengar tergerak untuk mengemukakan pertanyaan maupun pendapatnya. Tidak jarang terjadi diskusi yang memiliki suasana begitu terbuka serta menggugah.

Sayangnya, penerapan metode pembelajaran ini masih banyak memiliki kekurangan, atau bahkan cara belajar seperti ini masih belum biasa diterapkan terutama di sekolah-sekolah negeri. Kegiatan pembelajaran yang berbentuk ceramah secara tradisional masih terlalu mendominasi seluruh sesi. Cara penyampaian materi oleh guru masih terbilang kuno dan “begitu-begitu saja.” Masih jarang pelatihan softskills diberikan kepada para pelajar sehingga kepercayaan diri serta keberanian untuk menyatakan pendapat sangat kurang. Hal lain yang memicu keengganan berpendapat ini ialah budaya pendidikan yang menekankan “tidak boleh salah” dalam arti jika ada salah menjawab maka cenderung akan mendapat cemoohan dari sesama siswa ataupun dari guru. Siswa takut merasa atau dicap bodoh oleh teman-temannya.

Dari sana berujung kepada pemberian tugas diskusi oleh guru yang sama sekali tidak menggugah siswa untuk “mencari tahu”, yang ada hanyalah sebatas “mencari materi” melalui internet, copy-paste, selesai. Dari sisi siswa sendiri, akhirnya diskusi yang dihasilkan cenderung stagnan karena terlalu berfokus pada silabus atau standar kompetensi yang diberikan. Siswa merasa takut apabila materi diskusi tidak sesuai dengan standardisasi yang diberikan, membuat kebebasan belajar menjadi terbelenggu.

Maka dari itu perlu adanya perubahan yang besar terhadap cara sekolah dalam mendidik siswa-siswinya. Kita sama-sama menyadari bahwa di era yang serba modern ini, segala sesuatu tidak bisa didapat hanya dengan bermodalkan pendidikan formal serta nilai-nilai bagus yang pada hakikatnya hanyalah kumpulan angka-angka. Sudah waktunya kita menyetarakan antara kekuatan otak kiri (kemampuan analisis, tekstual, konsep) serta otak kanan (kreativitas, inovasi, imajinasi) dalam melakukan kegiatan belajar.

Sekolah perlu mengembangkan materi secara optimal dengan cara mengembangkan pola pikir yang berorientasi pada proses, yakni mengetahui bagaimana suatu formula bisa menjadi demikian adanya, bukan hanya sekedar tahu bahwa formula atau rumus tersebut eksis. Siswa juga perlu diberikan studi kasus yang konkret dalam aplikasi materi yang diberikan agar suasana pembelajaran lebih hidup, tidak hanya sekedar menumpahkan isi ember ke dalam otak siswa hingga menjadi kelebihan beban pikiran karena terlalu banyak menghafalkan materi.

Siswa juga perlu mulai dari diri sendiri, siswa perlu membudayakan eksplorasi terhadap suatu ilmu pengetahuan. Juga dalam diskusi kelas, siswa perlu untuk merumuskan suatu pertanyaan yang berujung pada penjabaran ide, bukan bertanya apa yang sudah ada di buku. Buatlah suatu pertanyaan yang menyalakan sumbu diskusi yang hidup dimana semua orang menjadi penasaran dan berfikir secara sukarela (tanpa paksaan) untuk membahas sebuah kasus.

Dengan demikian, penggagasan masalah yang riil serta menggugah dapat membuat suasan pembelajaran kian hidup, yang nantinya akan berimbas pada output sekolah yang berkualitas serta berbekal ilmu yang mantap dan tidak hanya sekedar secarik kertas berjudul ijazah belaka.

Ikuti tulisan menarik Mochammad Irfan Kurnia lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB